Opini
Aroma Kapitalisasi di Balik Pemadaman Listrik
Oleh: Bella Lutfiyya
(Aktivis Muslimah)
TanahRibathMedia.Com—Ada yang gelap, tapi bukan ‘dark jokes’. Gelap kali ini akibat dari ‘blackout’ atau pemadaman listrik besar-besaran dengan durasi yang cukup lama. Selama dua hari (4-5 Juni 2024), aliran listrik dari Aceh hingga Lampung mengalami pemadaman bergilir dengan durasi yang bervariasi, mulai dari 10 jam hingga 24 jam. Menurut General Manager PLN Unit Induk Distribusi Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu (UID S2JB), Adhi Herlambang, pemadaman listrik tersebut terjadi karena ada gangguan pada jaringan transmisi saluran listrik udara (SUTET) 275 kV Linggau-Lahat (Kompas.id, 7-6-2024).
Miris, negeri yang mempunyai pasokan energi melimpah masih juga mengalami kejadian seperti ini. Pemadaman listrik yang cukup lama tersebut membuat beberapa orang ataupun tempat usaha mengalami kerugian. Tentu, kita bisa apa tanpa listrik? Kejadian pemadaman listrik se-Sumatera ini menunjukkan lemahnya mitigasi dan pemeliharaan listrik. Padahal, listrik merupakan kebutuhan publik yang menjadi tanggung jawab negara. Namun, negara dan pemerintah seakan ‘tidak tahu’. Hal tersebut diungkapkan sebelumnya oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif yang mengaku tak tahu penyebab listrik padam serentak di Pulau Sumatera.
Seorang Menteri mengaku tak tahu, miris sekali. Di sisi lain, peristiwa ini memunculkan sorotan kurang profesionalnya PLN dalam mengurus listrik rakyat. Padahal, ada penambahan permintaan listrik dan pembangkitnya pada transmisi Sumatera pada masa yang akan datang.
Inilah akibatnya apabila pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) diserahkan kepada asing, sehingga menguatkan adanya kapitalisasi SDA. Indonesia sejatinya memiliki sumber daya yang melimpah, termasuk sumber daya listrik. Namun, apabila negara lalai dan acuh dalam pengelolaan sumber daya, sebanyak apa pun SDA yang dimiliki nampak tak berarti juga.
‘Blackout’ telah menyebabkan terhambatnya aktivitas masyarakat dan ini bukan kali pertama. Dalam menyikapi hal ini, negara harus berkaca untuk memperbaiki pelayanan dan perannya terhadap umat. Saat ini, negara hanya fokus pada investor untuk memperkaya para pemangku jabatan dan pihak-pihak tertentu. Inilah hal yang terjadi apabila negara memegang sistem kapitalisme. Kekayaan negeri terus dikeruk, tapi rakyat tak bisa menikmati hasilnya karena memang bukan rakyatlah tujuannya.
Sementara Islam menetapkan SDA sebagai hak milik umum yang wajib dikelola negara untuk dikembalikan kepada rakyat. Pengelolaan ini akan menjamin kehidupan dan kesejahteraan rakyat. Rakyat puas dalam menikmati hasil pengelolaan SDA. Islam tidak akan membiarkan rakyat menderita dan terabaikan. Rakyat akan diprioritaskan dan memang begitulah seharusnya.
Selain itu, Islam juga menetapkan bahwa pemangku jabatan di pemerintahan harus memiliki sifat amanah (dapat dipercaya) dalam menjalankan tugasnya karena setiap apa-apa yang dilakukan akan dihisab di akhirat kelak. Pemimpin memang memiliki beban yang berat. Ia bertanggung-jawab kepada seluruh rakyat yang dipimpinnya. Oleh karenanya, balasan dari setiap perbuatan pastinya tidak main-main, baik maupun buruknya.
Sudah seharusnya negara kembali pada sistem yang shahih. Negara yang memelihara rakyatnya. Negara yang memikirkan rakyatnya. Bukan hanya untuk kepentingan segelintir orang terutama untuk kepuasan duniawi yang sifatnya sementara. Islam adalah agama yang sempurna. Islam bukan hanya agama. Tetapi, Islam adalah aturan, pemikiran, fondasi manusia untuk hidup di dunia. Islam juga mengatur perekonomian, pemerintahan, sumber daya alam. Islam itu luas. Maka, kembalilah kepada Islam.
Via
Opini
Posting Komentar