Opini
Aturan Pilkada Diubah, Sistem Makin Bubrah
Oleh: Ratna Kurniawati, S.A.B.
(Sahabat TRM)
TanahRibathMedia.Com—Publik kembali dihebohkan terkait perubahan aturan penetapan calon pemimpin daerah. Mahkamah Agung (MA) terkesan mendadak mengubah aturan perihal syarat aturan usia calon pemimpin daerah. Dari hasil perubahan aturan tentu menimbulkan gelombang kritik mengemuka di ranah publik hingga terkesan melanggengkan politik dinasti.
Kebijakan yang serba instan ini ditetapkan oleh Mahkamah Agung diduga demi memuluskan langkah putra penguasa negeri ini agar bisa berpartisipasi pada pemilihan gubernur mendatang.
Seperti yang kita ketahui bahwa dalam kebijakan yang tertuang dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 calon gubernur harus berusia 30 tahun ketika ditetapkan sebagai calon gubernur dalam pilkada. KPU akan menetapkan calon kepala daerah dalam pilkada serentak tahun 2024 pada tanggal 22 September 2024. Sementara, putra salah satu penguasa ini akan berusia 30 tahun pada tanggal 25 Desember 2024 mendatang (kompas.com, 30-5-2024).
Apabila kita lihat putusan tersebut jelas sekali terlihat adanya kepentingan politik dan membuka jalan lebar bagi salah satu putra penguasa negeri ini untuk mempermudah manuver politiknya. Pakar Hukum Tata Negara Herdiansyah Hamzah mengungkapkan bahwa dengan adanya kebijakan tersebut merupakan karpet merah anak bungsu Presiden Jokowi untuk mencalonkan diri dalam pilkada serentak pada bulan November 2024 mendatang (tempo.com, 3-6-2024).
Menurut Herdiansyah keputusan ini ditetapkan sejak awal untuk memulus karier politik salah satu anak penguasa negeri ini dan tidak ada hubungan dengan potensi anak muda untuk berkiprah di kancah politik. Ini hanya sekadar dalih semata.
Dalam putusan tersebut, Mahkamah Agung juga memerintahkan KPU untuk mencabut Pasal 4 Ayat 1 huruf d Peraturan KPU Nomer 9 Tahun 2020. Adapun gugatan ini dimohonkan Ketua Umum Partai Garuda pada tangga 23 April 2024.
Fakta Bubrahnya Sistem Kapitalis
Tidak heran jika kita melihat politik dinasti kian menampakkan diri tanpa mempunyai urat malu. Berbagai macam aturan diubah guna melanggengkan kepentingan penguasa. Lagi-lagi fenomena tersebut terulang. Aturan Mahkamah Agung sebelumnya juga diubah guna memuluskan aturan usia wakil presiden yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi calon wakil presiden Indonesia. Kali ini gantian giliran putra bungsu yang mencalonkan diri sebagai kontestan dalam pilkada mendatang. Demi posisi sebagai calon kontestan dalam pilkada mendatang berbagai drama skenario diubah seenak sendiri demi melanggengkan kepentingan penguasa.
Beginilah gambaran rusaknya sistem kapitalis liberal yang hanya mementingkan kepentingan oligarki semata. Jabatan dan materi yang menjadi orientasi tanpa melihat kepentingan rakyat yang selalu terabaikan. Konsep kepemimpinan yang seharusnya mengayomi dan menjaga kepentingan rakyat menjadi luntur dan pelan-pelan hilang. Demi meraih kursi jabatan, segala macam cari dilakukan walaupun melalui jalan pintas yang keliru dan merubah aturan yang ada.
Rusaknya sistem kapitalis liberal dalam konsep kepemimpinan demokrasi terlihat jelas. Materi hanya sebagai alat guna mencapai kekuasaan. Kekuasaan mudah didapatkan dan disalahgunakan. Rakyat semakin tidak percaya dan apatis pada kepemimpinan ala demokrasi kapitalis. Rakyat semakin paham bahwa segala manuver politik tercipta demi meraih jabatan bagi para oligarki bukan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat.
Hal ini tentu berbeda dengan kepemimpinan dalam Islam yang tujuan utamanya adalah memenuhi kepentingan rakyatnya. Karena kepentingan rakyat wajib dipenuhi oleh negara termasuk kepentingan akan sosok pemimpin yang amanah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. : "Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya." (HR Bukhari)
Adapun kriteria kepemimpinan yang amanah hanya bisa terwujud dalam syariat Islam yang kaffah dalam bingkai daulah khil4f4h Islamiah. Dengan syariat Islam yang kaffah sosok pemimpin akan terjaga dengan akidah Islam dan terhindar dari sifat curang, culas, dan serakah yang gila jabatan. Karena setiap pemimpin kelak akan ditanya dan diminta pertanggung jawaban oleh Allah Swt. terhadap kepemimpinannya.
Syariat Islam sebagai satu-satunya acuan dalam menetapkan kebijakan dan pengaturan urusan rakyat. Adapun amanah pemimpin adalah wujud ketaatan pada hukum syarak. Rakyat menjadi prioritas utama yang wajib dilayani oleh negara.
Kekuasan dan agama merupakan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Apabila aturan agama hilang niscaya kekuasaan tidak akan mampu tegak dalam pengurusan umat. Hanya dengan kembali pada sistem Islam dalam bingkai khil4f4h Islamiah, politik dan kebijakan yang adil dan bijaksana mampu terjamin sempurna. Kehidupan rakyat terpenuhi dalam sistem Islam kaffah dan rahmat yang berlimpah. Wa'llahualam bishawab.
Via
Opini
Posting Komentar