Opini
Drama Tapera, Rakyat Kembali Merana
Oleh: Carminih, S.E.
(Muslimah Indramayu Menulis)
TanahRibathMedia.Com—Tapera (tabungan perumahan rakyat) dianggap tindakan nyata pemerintah dalam memikirkan kebutuhan primer rakyat khususnya kebutuhan akan papan (rumah). Program tapera intinya adalah modus bagaimana pemerintah mencari sumber pendanaan dengan memungutnya dari rakyat (pekerja).
Dilansir dari sindonews.com (29-5-2024), Presiden Joko Widodo resmi meneken peraturan pemerintah (PP) nomor 21 tahun 2024 tentang tapera. Gelombang penolakan terus terjadi lantaran PP tersebut akan mewajibkan perusahaan memotong gaji pekerja swasta.
Nantinya para karyawan bakal mendapatkan potongan gaji sebesar 3% sebagai iuran tapera dengan rinciannya 2,5% ditanggung pekerja dan 0,5% menjadi tanggung jawab perusahaan pemberi kerja.
Said Iqbal Presiden dari Partai Buruh, menilai soal potongan tiga persen untuk iuran tabungan perumahan rakyat (tapera) sulit dinalar. Di sisi lain masih muncul pertanyaan apakah setelah bergabung, buruh dan peserta tapera akan otomatis mendapatkan rumah.
Menurutnya, secara akal sehat dan perhitungan matematis iuran tapera sebesar 3% (dibayar pengusaha 0,5% dan dibayar buruh 2,5%) tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK.
Iqbal memerinci jika dirata-rata upah buruh Indonesia sebesar Rp3,5 juta perbulan. Bila dipotong 3% perbulan maka iurannya adalah sekitar Rp105.000/bulan atau Rp1.260.000/tahun. Dalam kurun waktu 10 tahun sampai 20 tahun kedepan, menjadi Rp12.600.000 sampai Rp25.200.000. Lalu Iqbal kembali mempertanyakan, apakah dalam 10 tahun ke depan? Adakah rumah seharga 12,6 juta? Atau misal dalam 20 tahun kemudian, adakah seharga 25,2 juta? Meskipun ada penambahan dari keuntungan usaha tapera, dengan jumlah tersebut, masih tidak cukup untuk digunakan membeli rumah.
Inilah hidup dalam sistem kapitalis, rakyat menjadi pelayan bagi penguasa. Sudahlah melayani, lalu dipersulit kehidupannya dan diambil lagi keuntungan sebesar-besarnya. Lengkap sudah penderitaan si pelayan. Beginilah bila negara masih menerapkan sistem kapitalis, kepemimpinan yang amanah seperti barang langka. Susah dilakukan tatkala harta dan tahta dalam genggaman.
Sistem kapitalisme memang mengajarkan seseorang bersikap acuh. Yang penting tuan kapital senang, kesusahan rakyat urusan belakangan. Maka mencuatnya kebijakan potongan tapera ini sejatinya mengonfirmasi ketidakmampuan dan gagalnya penguasa mengurus rakyatnya. Begitulah nasib rakyat di tangan rezim kapitalis liberal.
Berbeda dengan kepemimpinan dalam Islam. Kepemimpinan dipandang sebagai amanah untuk mengurus rakyat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurus." (HR Bukhari dan Ahmad)
Dalam hadis tersebut jelas bahwa para pemimpin yang diserahi wewenang untuk mengurus kemaslahatan rakyat akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt., kelak pada hari kiamat. Apakah mereka telah mengurus umat dengan baik atau tidak. Mengurusi kemaslahatan rakyat yang menjadi amanah seorang pemimpin tentu harus sesuai dengan tuntunan Allah Swt. dan Rasul-Nya (syariat Islam). Karena itu selalu merujuk pada syariat Islam dalam mengurus semua urusan rakyat menjadi wajib.
Allah Swt. berfirman: "Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah rasul-Nya serta ulil amri di antara kalian kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang suatu perkara kembalikan perkara itu kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul-Nya(as-sunnah)." (QS An-Nisa: 59)
Dari ayat tersebut menjadi jelas, kepemimpinan yang amanah hanyalah didasarkan pada syariat Islam. Dengan kata lain pemimpin yang amanah hanyalah pemimpin yang benar-benar menerapkan dan menjalankan syariat Islam secara menyeluruh dalam mengurus semua urusan rakyatnya. Tanpa syariat Islam sebagaimana yang terjadi saat ini, khususnya di negeri ini, mustahil para penguasa dan para pemimpin bisa amanah dalam mengurus rakyat mereka.
Negeri ini akan baik dan berkah jika Islam yang menjadi sistem peraturan kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Karena kepentingan rakyat akan diutamakan, negara pun akan melayani kebutuhan mereka. Baik soal sandang, pangan, dan papan (perumahan), juga pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Tanpa harus dipungut iuran bulanan, sampai bertahun-tahun. Karena semuanya adalah bentuk pelayanan dan pengurusan terhadap kemaslahatan umat.
Lalu butuh berapa lama lagi agar kita sadar bahwa menerapkan kapitalisme-demokrasi benar-benar tak ada untungnya, dunia-akhirat. Sungguh menyesakkan. Tidakkah kita merasa lelah dengan sistem ini? Sudah selayaknya kita kembali menuju Islam saja.
Wallahu a’lam bish-shawwab
Via
Opini
Posting Komentar