Opini
Krisis Pupuk Bersubsidi, Petani Menjerit
Oleh: Sarah Fauziah
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Para petani di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, harus menempuh jarak sekitar 80 km untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Realita ini terungkap dalam temuan tim Satgasus Pencegahan Korupsi Polri yang memantau penyaluran pupuk bersubsidi di NTT pada 18-22 Juni 2024.
Petani di Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, juga mengalami kesulitan yang sama. Mereka terpaksa membeli pupuk urea bersubsidi dengan harga Rp.270.000,00 per sak kemasan 50 kg, jauh di atas harga yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp. 90.000,00 per sak.
Ketimpangan harga ini bukanlah hal baru dan telah lama menjadi perhatian warga setempat. Mereka mengetahui adanya bisnis pupuk bersubsidi di toko-toko pertanian, namun hingga kini tidak ada tindakan tegas dari dinas terkait maupun aparat penegak hukum. Sistem distribusi pupuk yang tidak tepat sasaran dan dikuasai oleh para kapitalis memperparah kondisi ini.
Penyebab Krisis
Sistem kehidupan kapitalisme yang berorientasi pada keuntungan materi menjadi penyebab utama krisis ini. Dalam sistem kapitalisme, kebijakan pertanian sering kali didasarkan pada prinsip untung-rugi, sehingga distribusi pupuk bersubsidi lebih sering menguntungkan para kapitalis daripada petani kecil. Pemerintah hanya berperan sebagai regulator, sementara pengadaan dan distribusi pupuk dikuasai oleh perusahaan besar, termasuk BUMN seperti PT. Pupuk Indonesia.
Ironisnya, pemerintah memiliki utang subsidi pupuk sebesar Rp1,5 triliun kepada PT. Pupuk Indonesia, yang terdiri dari tagihan berjalan April 2024 sebesar Rp2 triliun dan sisa utang subsidi pupuk tahun 2020-2023 yang belum dibayarkan.
Hal ini menunjukkan bahwa negara berutang pada perusahaannya sendiri, makin menambah sulit akses petani terhadap pupuk bersubsidi dan mengancam ketahanan pangan nasional.
Solusi dari Perspektif Islam
Dalam sistem Islam, pertanian dianggap sebagai sektor strategis yang harus didukung penuh oleh negara. Negara dengan sistem Islam mengatur urusan pertanian sesuai kebijakan politik yang bertujuan untuk memaksimalkan pemanfaatan lahan dan menghasilkan produksi pertanian yang optimal. Industri pupuk dikuasai oleh negara dan distribusinya diatur untuk memenuhi kebutuhan petani tanpa orientasi bisnis.
Negara dengan sistem Islam menyediakan pupuk bersubsidi secara gratis atau dengan harga yang sesuai biaya produksi, dan mendistribusikannya dengan mekanisme yang mudah, cepat, dan profesional. Selain itu, negara juga memberikan bantuan kepada petani yang tidak memiliki modal untuk memastikan kesejahteraan mereka.
Dengan paradigma pengurusan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat, sistem Islam dapat mengatasi krisis pupuk bersubsidi dan mendukung tercapainya kedaulatan pangan. Ini sangat berbeda dengan sistem kapitalisme yang lebih mengutamakan keuntungan materi dan sering kali mengabaikan kebutuhan rakyatnya.
Via
Opini
Posting Komentar