Opini
Pendidikan Merata dan Berkualitas dengan Zonasi, Mungkinkah?
Oleh: Weny ZN
(Aktivis Muslimah Kepri)
TanahRibathMedia.Com—Belum genap sepekan sejak dibuka Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada tanggal 11 Juni 2024, ada sebanyak 30 aduan terkait masalah pendaftaran PPDB Jawa Tengah 2024. Data ini berdasarkan pantauan posko Ombudsman Jateng (RRI.co.id, 16 Juni 2024). Dari tahun-tahun sebelumnya hingga tahun ini, beragam praktik curang yang terungkap pada PPDB selalu berulang. Koordinator Nasional (Koornas) Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji mengatakan terjadinya kecurangan pada penerimaan peserta didik baru atau PPDB akan terus berulang di tahun-tahun berikutnya, lantaran tidak ada perubahan sistem sejak tahun 2021 (Tempo, 11-06-2024).
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah tak ada menunjukkan perubahan ketentuan untuk mencegah dan melawan kecurangan PPDB. Padahal, pendidikan merupakan hak bagi setiap rakyat dan wadah untuk meningkatkan serta mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Negara menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam melaksanakan pendidikan. Kewajiban negara atas pendidikan tertera dalam Pasal 31 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 11 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) mempertegas dengan menyatakan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta jaminan atas penyelenggaraan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Namun, warga negara harus mengikuti proses seleksi yang dikenal dengan PPDB yang kenyataannya selalu dibayang-bayangi berbagai persoalan yang terus berulang, seperti siswa titipan hingga pungutan liar atau suap sebagai syarat masuk sekolah tersebut. Bahkan pada tahun 2023 terungkap persoalan manipulasi dokumen kependudukan untuk mengakali seleksi PPDB jalur zonasi (ICW, 14-06-2024).
Sistem zonasi sendiri adalah sebuah sistem pengaturan proses penerimaan siswa baru sesuai wilayah tempat tinggal. Sistem ini diatur dalam Permendikbud 14/2018 dan ditujukan agar tidak ada kasta di sekolah-sekolah negeri dan tidak ada sekolah yang dianggap sekolah favorit ataupun nonfavorit. PPDB dengan sistem zonasi ini sering mendapat kritikan karena ada murid yang diterima di sekolah yang memiliki jarak yang lebih jauh daripada yang terdekat dengan tempat tinggal. Maka, tidak heran jika banyak terjadi fenomena jual beli kursi sekolah agar dapat diterima di sekolah yang diinginkan. Tidak jarang, mereka bahkan rela melakukan jual beli kunci jawaban soal dan nilai ujian agar nilai anaknya bagus sehingga bisa diterima di sekolah favorit untuk jenjang selanjutnya.
Kisruh PPDB dengan sistem zonasi terus terjadi. Mirisnya, sistem ini tetap dipertahankan dan sudah memicu terjadinya banyak pelanggaran dan kecurangan, baik orang tua maupun oknum. Pragmatisme menjadi satu keniscayaan. Semua ini menunjukkan bahwa sistem zonasi yang awalnya dijadikan sebagai solusi, tetapi malah menimbulkan masalah baru. Alhasil, tidak mungkin akar masalah pemerataan akses pendidikan bisa teratasi dengan sistem zonasi.
Akar Masalah Kisruh PPDB
Akar masalah terjadinya kisruh PPDB dengan sistem zonasi ini adalah karena buah dari sistem kapitalisme yang selama ini diterapkan dalam tata kelola negara di Indonesia, termasuk dalam hal pendidikan. Kapitalisme memandang pendidikan sebagai barang ekonomi, bukan pelayanan yang wajib dipenuhi oleh negara. Alhasil, berlakulah prinsip “Jika ingin mendapatkan sekolah yang bagus, maka harus mau merogoh kocek yang lebih dalam”.
Sekolah swasta pun memanfaatkan peluang untuk berdagang di dunia pendidikan dengan menaikkan biaya pendidikan yang tentunya mahal. Akibatnya kualitas di masing-masing sekolah tidak sama dengan kualitas sekolah yang lain sehingga tidak semua orang mendapatkan kualitas pendidikan yang sama. Pendidikan dijadikan sebagai wadah untuk mendapatkan keuntungan materialistik sebesar-besarnya.
Sistem kapitalisme ini juga telah membangun pemahaman yang keliru di masyarakat tentang hakikat pendidikan dan tujuan bersekolah. Masyarakat sangat terpaku dengan sekolah favorit karena berpikir masa depan anaknya akan bagus, bisa kuliah di kampus ternama sehingga otomatis bisa bekerja di tempat yang bagus, memperkaya diri sendiri dan hanya berorientasi pada materialistik. Akhirnya, banyak yang berbuat curang agar bisa diterima di sekolah favorit.
Alasan zonasi untuk pemerataan dan ketersediaan pendidikan yang berkualitas layak ditinjau ulang, mengingat realita di lapangan yang justru membawa banyak praktik buruk. Apalagi faktanya, pemerataan dan kualitas pendidikan yang didengungkan pun tak menjadi nyata. Sistem zonasi lebih cenderung pada diskriminasi anak didik dan antar sekolah daripada efisiensi tujuan kebijakan itu sendiri. Semestinya, semua sekolah berstatus favorit dengan kualitas keilmuan dan penjagaan akidah yang terjamin. Anak didik pun tidak perlu repot terjebak batas wilayah domisili. Demikian pula bagi anak-anak yang cerdas dan berprestasi, tentu sangat disayangkan jika akibat zonasi ini, mereka tidak bisa bersekolah di sekolah terbaik. Sistem PPDB dengan sistem zonasi ini tidak mampu memberikan keadilan bagi para siswa yang akan masuk ke jenjang sekolah berikutnya.
Kisruh PPDB ini menujukkan negara abai dalam memenuhi kebutuhan pendidikan warga negaranya. Padahal, pemerintah seharusnya sebagai penanggung jawab dalam urusan pendidikan warganya. Pemerintah tidak bersungguh-sungguh menyiapkan fasilitas, infrastruktur, kesiapan tenaga kependidikan untuk bisa membuat semua sekolah memiliki kualitas yang sama. Lebih mendasar dari itu, pemerintah juga sama sekali tidak mengubah orientasi pendidikan yang berasaskan kapitalisme sekulerisme. Ini lah yang menyebabkan sistem pendidikan yang rusak saat ini.
Pendidikan dalam Islam
Islam menetapkan pendidikan adalah layanan publik yang harus diberikan oleh negara pada setiap individu rakyat dengan mekanisme tertentu yang sudah ditetapkan syarak. Negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam sehingga memiliki anggaran yang cukup untuk mendirikan sekolah murah bahkan gratis dan berkualitas. Masyarakat juga harus terikat dengan hukum syarak. Masyarakat mudah untuk mencari sekolah tanpa harus berbuat curang dan menetapkan visi pendidikan yang benar bagi anak-anaknya, bukan semata untuk mendapatkan pekerjaan yang bagus dan hanya mementingkan untuk mendapatkan materi.
Pemerataan pendidikan yang berkualitas menjadi satu hal yang akan diwujudkan oleh negara. Mencari sekolah dengan kualitas yang bagus bukanlah perkara yang sulit di dalam negara Islam. Bahkan masyarakat akan mendapatkan pendidikan yang terbaik karena didukung oleh sistem pendidikan Islam, kurikulum terbaik dan dan tata kelola terbaik. Tata kelola dalam hal sekolah dibuat sama kualitasnya dengan sekolah di wilayah lain. Jadi, tidak ada sekolah yang lebih unggul atau lebih favorit tapi semua sekolah dibuat kualitasnya sama rata dengan sekolah lain di setiap wilayah. Alhasil, pendidikan yang baik akan didapatkan oleh semua warga negara di berbagai wilayah.
Dengan supporting system Islam lainnya, pendidikan berkualitas dan merata adalah suatu keniscayaan. Hanya dengan khil4f4h lah yang bisa memberlakukan sistem pendidikan Islam dengan asas, tujuan dan kurikulum pendidikannya berdasarkan Islam yang bisa melahirkan generasi-generasi cemerlang, mewujudkan pribadi yang unggul serta menghasilkan peradaban mulia. Sistem ini sudah terbukti dan pernah melahirkan peradaban Islam pada masa kejayaan Islam di masa lalu. Semoga khil4f4h Islam bisa segera tegak kembali di bumi Allah.
Via
Opini
Posting Komentar