Opini
Anak Durhaka, Buah Pendidikan Sistem Sekuler
Oleh: Ummu Saibah
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Duren Sawit, Jakarta Timur digemparkan oleh berita pembunuhan yang dilakukan dua anak perempuan berinisial K (17 th) dan P (16 th), kakak beradik ini tega menghabisi nyawa ayah kandungnya hanya karena sakit hati setelah ayah mereka 'ngomel' lantaran keduanya kepergok mencuri uang ayahnya (Liputan6.com, 23-6-2024).
Sementara di Lampung, seorang remaja 19 th, tega membunuh ayahnya yang menderita stroke hanya karena kesal, ayahnya minta diantar ke kamar mandi (Liputan6.com, 21-6-2024).
Sungguh memprihatinkan tingkah laku anak remaja akhir-akhir ini. Banyaknya kasus anak yang durhaka terhadap orang tua, mencerminkan buruknya kondisi keluarga secara keseluruhan, keluarga tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini seharusnya menyadarkan kita, bahwa sistem kehidupan yang sedang diterapkan saat ini yaitu kapitalisme adalah sistem yang tidak layak, karena menimbulkan banyak permasalahan dan kerusakan. Bahkan tidak memiliki solusi yang tepat untuk menuntaskan permasalahan kehidupan.
Sistem Kapitalisme Pangkal Rusaknya Moral
Sistem kapitalisme memiliki landasan pemikiran sekuler, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Hal inilah yang mendasari tidak diterapkannya peraturan-peraturan agama yang mencakup tatacara untuk menjalani kehidupan dan memecahkan permasalahan di dalamnya. Padahal agama atau keyakinan memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan pola pikir seseorang, yang nantinya akan mempengaruhi pola sikap. Sehingga tidak heran bila sistem kapitalisme - sekularisme ini menghasilkan individu-individu yang miskin iman dan memiliki pengendalian emosi yang buruk, mudah putus asa, dan tidak memiliki tujuan yang hakiki dalam kehidupan.
Penerapan sistem kapitalisme menumbuhkan sikap individualis, membuat seseorang mengesampingkan empati dan simpati dalam hati mereka, tidak perduli terhadap lingkungan sekitarnya, dan hanya fokus pada diri mereka sendiri. Pemahaman tentang fungsi keluarga pun kurang, keluarga hanya dianggap sebagai kumpulan individu yang memiliki urusan masing-masing, tidak terkait satu sama lain.
Begitu pula bagi mereka keberadaan orang tua, hanyalah bagian kehidupan, yang memiliki tugas untuk membesarkan mereka sebagai anak-anaknya, dan tidak ada kewajiban bagi anak untuk membalasnya. Mereka cenderung menilai setiap perbuatan berdasarkan manfaat, memberi dan memberlakukan seperti yang mereka terima dari orang tuanya, bila diperlakukan baik mereka akan baik bila diperlakukan buruk maka mereka akan membalasnya dengan lebih buruk.Tidak ada pembelajaran tentang birul walidain, bahwa sebagai seorang anak memiliki kewajiban untuk bersikap baik kepada kedua orang tua.
Maka tidak heran bila melalui pendidikan kapitalisme-sekuler kita menemukan banyak anak-anak yang tidak lagi berbakti pada kedua orangtuanya, bahkan sikap mereka acuh tak acuh dan merasa direpotkan dengan keberadaan orang tuanya, sehingga banyak terjadi kasus penelantaran para lansia oleh anak-anaknya, bahkan sampai menganiaya dan membunuh.
Penerapan sistem hidup kapitalisme telah nyata gagal memanusiakan manusia, fitrah manusia sebagai makhluk yang penuh cinta dan kasih sayang rusak oleh paham individulisme yang mengikis empati dan simpati. Begitu juga tidak terpeliharanya akal, kecenderungan menuruti hawa nafsu untuk memenuhi kesenangan sendiri. Sehingga banyak ditemukannya peristiwa-peristiwa diluar nalar, seperti anak-anak yang tega menyakiti bahkan membunuh orang tuanya. Itulah akibat penerapan sistem kapitalisme - sekulerisme menyebabkan fitrah dan akal tidak terpelihara, menjauhkan manusia dari tujuan penciptaannya yaitu sebagai hamba dah khalifah pembawa rahmat bagi semesta alam. Lahirlah darinya generasi rusak dan merusak. Dan hal ini tidak akan berubah selama kita umat Islam tidak bangkit untuk mengadakan perbaikan, yaitu dengan penerapan syariat Islam secara kaffah.
Birrul Walidain, Bukti Islam Mencetak Generasi Bermoral
Rasulullah saw. diturunkan sebagai penyempurna akhlak manusia. Beliau memiliki akhlak paling mulia, dan menjadi teladan bagi umat manusia. Maka dalam pendidikan, negara yang menerapkan sistem Islam menjadikan akidah Islam sebagai dasar kurikulum pendidikan dan Rasullullah saw. sebagai teladan.
Menjadikan akidah Islam sebagai landasan pendidikan adalah suatu kewajiban, karena dengan menguatkan akidah maka pondasi keimanan menjadi kokoh, hal ini akan mempengaruhi terbentuknya pola pikir dan pola sikap islami, yang berlandaskan ketaqwaan kepada Allah Swt., yang merupakan kunci ketundukan seseorang terhadap Rabb-Nya, sehingga ia akan menyertakan Allah Swt. dalam setiap aktivitasnya, artinya mematuhi perintah Allah Swt. dan menjauhi segala larangan-Nya. Begitulah pengendalian atau menejeman emosi akan tercipta yaitu berlandaskan akidah Islam.
Terkait dengan birrul walidain, maka Allah Swt. telah berfirman dalam Al-Qur'an surat Al Isra: 23, yang artinya:
"Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik."
Atas dasar dalil inilah maka pendidikan Islam mengedepankan akhlak terutama kepada orang tua, sehingga menanamkan pemahaman-pemahaman sejak usia dini, seperti rida orang tua adalah rida Allah Swt., ibu adalah orang yang paling berhak untuk dihormati, surga ada di telapak kaki ibu, harta anak lelaki adalah harta ayahnya dan lain-lain, akan menumbuhkan rasa hormat serta kasih sayang kepada kedua orang tua, bahwa berlaku baik kepada keduanya adalah jalan untuk mencapai keridhoan Allah Swt.
Islam memiliki mekanisme dalam menjauhkan generasi dari kemaksiatan dan tindak kriminal. Mekanisme tersebut antara lain dengan menerapkan sistem pendidikan Islam, yang menjadikan akidah Islam sebagai kurikulumnya. Islam juga akan mendidik umat tentang fungsi keluarga, menjelaskan hak dan kewajiban setiap anggota keluarga, sehingga tercipta kasih sayang di antara anak dan kedua orangtuanya. Negara Islam juga akan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dalam setiap lini kehidupan. Kondisi ini akan memaksa masyarakat untuk taat dan patuh kepada Allah Swt. yaitu dengan mentaati syariat Islam yang diadopsi negara sebagai undang-undang, sehingga pelanggaran sekecil apapun yang terindra oleh masyarakat akan mengaktifkan kontrol sosial yaitu dengan saling menasehati dalam kebenaran atau amar makruf nahi mungkar.
Tetapi bila hal tersebut masih belum cukup, dan masih terjadi tindak kekerasan oleh anak terhadap orang tuanya , maka negara akan memberlakukan sanksi terkait pelanggaran yang dilakukan yaitu dengan menetapkan sanksi yang menjerakan, sehingga dapat mencegah semua bentuk kejahatan, termasuk kekerasan anak pada orang tuanya.
Waallahu a'alam bishowab.
Via
Opini
Posting Komentar