Opini
Fenomena Dokter Asing Kuatkan Kapitalisasi Kesehatan
Oleh: Rosyidatuzzahidah
(Muslimah Ideologis/ Duta Mabda' Islam)
TanahRibathMedia.Com—Dilansir dari laman Liputan6.com (04-07-2024), Gedung Fakultas Kedokteran (FK) kampus A Universitas Airlangga (Unair) Surabaya diserbu karangan bunga bernada dukungan untuk Dr. Budi Santoso. Budi sebelumnya dicopot dari jabatannya sebagai Dekan Unair. Pemecatan terjadi setelah Budi menyuarakan sikap menolak rencana pemerintah memilih dokter asing ke Indonesia.
Fakta lain yang dikutip dari laman Antara news.com (03-07-2024), Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan tujuan dokter-dokter asing didatangkan ke Indonesia bukan untuk menyaingi dokter lokal.Dia menjelaskan bahwa hampir 80 tahun merdeka, Indonesia masih kekurangan tenaga spesialis, dan yang paling banyak kosong adalah dokter gigi.
Selain itu, Budi berpendapat bahwa distribusi juga kurang, seperti 65 persen puskesmas di Daerah Terpencil Perbatasan Kepulauan (DTPK) yang mengalami kekosongan 9 jenis tenaga kesehatan. Budi menilai upaya tersebut dapat mengakselerasi transfer ilmu bedah toraks kardiovaskular bagi dokter lokal.
Sebelumnya, Budi mengatakan bahwa misi utama pemerintah mendatangkan dokter asing adalah untuk menyelamatkan sekitar 12 ribu nyawa bayi per tahun yang berisiko meninggal akibat kelainan jantung bawaan. Menteri Kesehatan mengakui bahwa kebijakan tersebut, walaupun bertujuan untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa bayi-bayi tersebut, namun belum sepenuhnya diterima dan disetujui oleh sejumlah pihak yang mengaitkan hal tersebut dengan kualitas layanan dokter asing.
Rencana impor dokter asing sudah lama diwacanakan pemerintah dengan berbagai dalih. Dulu berdalih masuknya dokter asing agar masyarakat tidak lagi berobat ke luar negeri. Sekarang justru beralasan karena Indonesia kekurangan dokter. Namun, kebijakan ini sejatinya membuktikan gagalnya pemerintah mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) dibidang kesehatan yang berkualitas dan memadai.
Padahal Indonesia memiliki banyak SDM lulusan pendidikan kesehatan. Jika pemerintah fokus dalam menyediakan pendidikan berkualitas maka, tentu mereka akan berdaya terutama dinegri ini. Bahkan negara tidak perlu membuka peluang bagi dokter asing untuk masuk. Karena, keberadaan mereka hanya akan menambah besar persaingan tenaga kerja dinegri ini yang berujung pada bertambahnya jumlah pengangguran.
Persoalan kesehatan di Indonesia masih banyak dan sangat kompleks. Namun, aturan kesehatan dalam sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini tidak menawarkan upaya mewujudkan pelayanan kesehatan berkualitas dan mudah bagi masyarakat. Sebaliknya, justru tak memuaskan bahkan merugikan masyarakat termasuk para tenaga kesehatan lokal. Inilah fakta buruknya pengurusan hak rakyat dalam sistem kapitalisme sekularisme.
Berbeda dengan sistem kesehatan dalam Islam, Islam memandang penguasa sebagai pelaksana syari'at secara kaffah (menyeluruh), menjamin pelayanan terbaik bagi seluruh rakyatnya, baik muslim maupun non muslim, tak memandang derajat kaya atau miskin. Sebab, dalam pandangan Islam kesehatan adalah kebutuhan pokok masyarakat, yang menjadi tanggung jawab negara. Pelayanan kesehatan bukanlah jasa untuk dikomersialkan.
Negara bertanggungjawab dengan seoptimal mungkin terhadap ketersediaan fasilitas kesehatan, baik dari segi jumlah, kualitas terbaik dengan para dokter ahli, obat-obatan, dan peralatan kedokteran yang dibutuhkan serta menyebarkannya keseluruh rakyat hingga ke pelosok negri. Negara wajib mengelolanya secara langsung diatas prinsip pelayanan untuk rakyat.
Pembiayaan pelayanan kesehatan dalam negara Islam tidak akan membebani rakyat, rumah sakit dan tenaga kesehatan sepeserpun. Pembiayaannya diambil dari baitul maal (kas negara), sebab diatur oleh sistem ekonomi IsIam.
Seperti inilah gambaran kesejahteraan rakyat dalam sistem Islam. Kapitalisasi kesehatan akan terus berlanjut di negri ini selagi sistem yang berlaku saat ini tidak diganti. Saatnya lah kita kembali kepada Islam dengan menjalankan syari'at secara kaffah dalam lindungan Daulah Islam. Nashrullahi wafathun qariibun. Wa'llahua'lam biash-showab
Via
Opini
Posting Komentar