Opini
Generasi Emas ataukah Generasi Cemas?
TanahRibathMedia.Com—Indonesia menuju generasi emas pada tahun 2045, katanya. Namun faktanya? Dikutip dari kemenkopmk.go.id (30-06-2024) Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, keluarga merupakan penentu dan kunci dari kemajuan suatu negara. Maka dari itu, pemerintah saat ini tengah bekerja keras untuk menyiapkan keluarga Indonesia yang berkualitas dan memiliki daya saing.
Dalam penjelasannya, pemerintah tengah menyiapkan keluarga yang berkualitas melalui cara-cara berikut:
1. Memberikan tablet tambah darah kepada remaja putri untuk memastikan mereka betul-betul sehat dan kelak setelah menikah siap hamil.
2. Bimbingan bagi calon pengantin.
3. Cek kesehatan sebelum menikah.
4. Cek HB darah.
5. Cek lingkar lengan.
6. Memberikan intervensi gizi untuk ibu dan bayi sama 1000 hari pertama kehidupan.
7. Menyiapkan fasilitas pemantauan kesehatan dan gizi ibu dan bayi yang terstandar di Posyandu dan Puskesmas mulai dari alat timbang terstandar, alat ukur antropometri, dan juga penyuluhan gizi dengan kader-kader yang terlatih.
Sudah menjadi ciri khas pemimpin pada sistem saat ini, ketika menyelesaikan suatu problematika pasti solusinya tidak menyeluruh. Berdasarkan indikator dan perhitungan NEET (Not in Employment, Education or Training),
Generasi Z (Gen Z) katanya akan menjadi generasi emas di 2045 mendatang, namun faktanya lebih dari 10 juta gen Z menganggur, tidak sekolah, training ataupun yang lainnya.
Sungguh sayang seribu sayang, generasi pada usia produktif namun tidak terberdayakan. Anak-anak muda hari ini sibuk berdemonstrasi menuntut turunnya biaya kuliah yang naik berkali-kali lipat dan sibuk mencari pekerjaan berdesak-desakan penuh keringat. Lainnya? Sibuk terjun bermain kripto, pinjol, dan yang lainnya. Banyak dari mereka yang tidak tertarik untuk kuliah. Katanya kuliah merupakan 'tertiary education' padahal kebanyakan syarat untuk bekerja di negeri ini adalah sudah menempuh pendidikan S1. Akankah ini menjadi bonus demografi atau bencana demografi?
Keluarga yang menjadi penentu dan kunci kemajuan negara juga mulai kehilangan perannya. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya problem serius pada keluarga seperti tingginya kemiskinan, stunting, KDRT, kasus perceraian, terjerat pinjaman online, dll. Semua ini akibat kebijakan negara yang mengakibatkan masalah keluarga.
Jika sudah seperti ini, apakah yang bisa diharapkan? Sampai kapan kita akan bertahan dalam sistem rusak dan merusak seperti ini? Sudah saatnya umat bangkit dari keterpurukannya. Wallahu a'lam bishshawab.
Shiera Kalisha T
Aktivis Muslimah
Via
Opini
Posting Komentar