Opini
Ironi Sampah Makanan di Tengah Kemiskinan dan Kelaparan
Oleh: Ummu Rasyid
(Pengamat Kebijakan Pangan)
TanahRibathMedia.Com—Beberapa upaya yang dilakukakan pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (BAPANAS) dan Dinas terkait adalah mengkampayekan slogan “Stop Boros Pangan” pada setiap pertemuan yang berkaitan dengan ketahanan pangan. Diharapkan dengan menjelaskan apa itu food waste/food lost (FLW) dan beberapa tips untuk mencegah terjadinya boros pangan masyarakat secara luas terutama melalui PKK yang bertujuan menurunkan potensi kerugian negara terhadap pangan.
Mengutip dari website Low Carbon Development Indonesia (31-01-2022), pemerintah memiliki beberapa strategi pengelolaan Food Loss and Waste di Indonesia (FLW). Pertama, perubahan perilaku. Kedua, pembenahan penunjang sistem pangan. Ketiga, penguatan regulasi dan optimalisasi pendanaan. Keempat, pemanfaatan FLW. Kelima, pengembangan kajian dan pendataan FLW.
Namun, kegiatan tersebut nampaknya belum optimal karena hanya berupa kampanye tanpa adanya perubahan pola pikir terhadap tindakan konsumerisme. Food Waste adalah juga problem dunia, erat dengan konsumerisme, sebagai buah penerapan sistem kapitalisme sekuler, yang jauh dari akhlak islami. Di sisi lain juga menggambarkan adanya mismanajemen negara dalam distribusi harta sehingga mengakibatkan kemiskinan dan problem lain seperti kasus beras busuk di gudang bulog, pembuangan sembako untuk stabilisasi harga, dan lain-lain.
Mengapa sampai saat ini masih terjadi?
Masyarakat saat ini mudah sekali mengikuti arus terutama di bidang food/pangan. Dengan maraknya berbagai macam makanan dari budaya luar negeri yang masuk membuat masyarakat ingin mencoba tanpa berfikir apakah makanan itu bergizi, halal, dan aman. Dengan harga yang cenderung tinggi dibandingkan makanan nusantara pada umumnya. Kita seringkali abai pada hal-hal mendasar seperti itu sehingga mudah sekali mengikuti arus, jika makanan tersebut tidak cocok dengan selera kita yang terjadi adalah makanan tersebut dibuang. Kejadian ini terus berulang karena tindakan spontanitas tanpa memikirkan akibat yang ditimbulkan, selain terjadi FLW, kita menjadi pribadi yang konsumtif dan salah memprioritaskan keuangan untuk kebutuhan yang lebih mendasar seperti kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Bahkan seseorang yang boros, termasuk boros perihal makanan disebut sebagai saudara setan dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 27 yang artinya “Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.”
Saat ini, bisa kita lihat kebanyakan masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya berdasarkan gengsi bukan berdasarkan prioritas kebutuhan mendasar. Keinginan untuk terlihat ‘wah’ tanpa memperhatikan darimana asal harta tersebut dan tidak memikirkan hisab harta tersebut. Sehingga tidak mampu mengelola dan mengatur konsumsi makanan. Bahkan banyak dari kita yang abai dengan saudara-saudara kita yang mengalami kelaparan dan kemiskinan karena hilangnya sikap empati dan simpati kepada sesama manusia. Pemikiran yang individualis ini adalah dampak dari penerapan sistem kapitalisme yang masih menjamur di Indonesia maupun sebagian besar negara di dunia.
Bagaimana Solusi Islam?
Islam punya aturan terbaik dalam mengatur konsumsi dan juga distribusi sehingga terhindar dari kemubadziran dan berlebih-lebihan. Dalam Al-Qur’an kita dilarang untuk berlebih-lebihan dalam hal makanan yang dijelaskan pada Surat Al-A'raf ayat 31 yang artinya: “Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid dan makan serta minumlah, tetapi janganlah berlebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.”
Jika masyarakat memiliki akidah yang kuat dan pola pikir Islam, tentu pemborosan pangan minim terjadi karena kesadaran tiap individu terhadap larangan Allah mengenai berlebihan dalam hal makanan ataupun yang lainnya akan menancap kuat dan dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari. Menggunakan aturan Islam yang telah jelas dalilnya dalam Al-Qur’an akan memudahkan manusia itu sendiri. Jika memiliki makanan berlebih secara sadar kita akan memberikan kepada orang lain sebagai sedekah kepada sesama manusia. Serta tidak bermudah-mudahan membeli makanan yang belum tentu halal dan bergizi seimbang. Dalam Islam makanan yang baik dan bergizi seimbang, dan diperoleh dengan cara yang halal juga disebut thayyiban.
Dengan pengaturan yang cermat, akan terwujud distribusi yang merata dan mengentaskan kemiskinan. Food waste pun dapat dihindarkan. Pengaturan yang dimaksud berupa undang-undang yang jelas dan tidak mudah disalahgunakan serta tentu bersumber dari Al-Quran dan As Sunnah. Jika aturan tersebut benar-benar diterapkan tidak ada manusia yang akan kelaparan. Seperti pada kepemimpinan Umar bin Khatab yang membuat “Baitul Mal” sebagai pusat keuangan negara yang tertib administrasi, digunakan sesuai kebutuhannya seperti menyimpan zakat, infaq dan sedekah serta mendistribusikannya kepada yang benar-benar membutuhkan. Sehingga masyarakat yang tidak mampu pasti akan mendapatkan penjaminan dari negara.
Dari sisi pencegahan FLW juga dapat melalui pendidikan. Sistem Pendidikan Islam mampu mencetak individu yang bijak bersikap, termasuk dalam mengelola dan mengatur konsumsi makanan. Dalam sistem pendidikan Islam tentunya ada kurikulum mengenai adab dalam kehidupan sehari-hari, termasuk adab makan. Sejak dini masyarakat akan dibiasakan untuk makan dan minum sesuai syariat, seperti memilih makanan yang halal dan thayyib, cuci tangan sebelum dan sesudah makan, membaca basmalah sebelum makan, duduk saat makan, dan lain sebagainya.
Islam mengatur seluruh aktivitas manusia dengan sangat detail. Bahkan, urusan makan yang terlihat remeh diatur sebegitu indah oleh agama Islam. Tidak salah jika Islam disebut sebagai agama yang rahmatan lil 'alamiin. Dan hanya dengan kembalinya peradaban Islam seluruh problematika dapat dituntaskan dengan cara yang indah dan diridhoi oleh Allah Subhanahu Wata’ala.
Via
Opini
Posting Komentar