Opini
Judi Online Merajalela, Bentuk Gagalnya Sistem Demokrasi
Oleh: Devi Destika
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Perjudian sudah muncul sejak abad ke-9 di Cina, berawal dari permainan kartu, kemudian seiring waktu dan perkembangan zaman serta teknologi, perjudian pun menjadi lebih teratur dan terorganisir dan bahkan sudah bisa dilakukan secara online. Sesuai dengan namanya, judi online merupakan jenis perjudian yang dilakukan melalui internet dengan menggunakan uang sebagai taruhan.
Kemudian, ketentuan permainan serta jumlah taruhan ditentukan oleh pelaku perjudian online dan menggunakan media elektronik dengan akses internet sebagai perantara. Perjudian online dilakukan melalui aplikasi pendukung yang sudah didesain dengan sedemikian mungkin, seperti mesin slot, poker virtual, serta dilakukan dalam taruhan olahraga. Masih banyak lagi jenis perjudian online yang beredar.
Pelaku judol di tanah air tersebar di seluruh pelosok negeri. Menjerat masyarakat dari berbagai lapisan, mulai masyarakat bawah, ASN, pegawai BUMN, wartawan, aparat, hingga pejabat di lingkaran kekuasaan; baik laki-laki maupun perempuan, orang tua, dewasa, remaja, hingga anak-anak.
Aparat Negara Terlibat Judol
Aparatur Negara terlibat dan ada indikasi upaya legalisasi judi online. Lebih dari 1.000 orang di DPR RI hingga DPRD terlibat permainan judi online. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkap data ini dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (26-6-2024). Jumlah transaksi mencapai 63.000 dengan nilai transaksi mencapai Rp25 miliar.
Dengan adanya fakta keterlibatan serta maraknya judi online di kalangan wakil rakyat akan sangat berbahaya karena bisa memengaruhi keberpihakan mereka terhadap regulasi judi online. Tidak menutup kemungkinan para anggota dewan pelaku judi online akan mengupayakan legalisasi judi online demi mengamankan aktivitas mereka. Usulan legalisasi judi ini bahkan sudah muncul sejak lama, sampai-sampai ada usulan untuk merevisi KUHP agar judi legal. Wakil Ketua Komisi III DPR RI Aziz Syamsudin menilai sah-sah saja ada usulan legalisasi perjudian. Namun menurutnya, apabila judi dilegalkan, aturan pidana soal judi juga harus diubah. KUHP yang sekarang harus direvisi dahulu, baru judi bisa dilegalkan. (Detik, 2-7-2010).
Generasi Muda dan IRT Terpengaruh Judol
Judi online juga menyasar generasi muda, yakni para pelajar. Laporan terbaru PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) menemukan 2,7 juta orang Indonesia berpenghasilan di bawah Rp100.000 per hari, terlibat judi online. Sebanyak 2,1 juta di antaranya adalah ibu rumah tangga dan pelajar. Menurut data PPATK, transaksi judi online 2017—2023 mencapai lebih dari Rp200 triliun. Menko Polhukam Hadi Tjahjanto mengungkapkan ada 80 ribu pemain judol di Indonesia yang terdeteksi berusia di bawah 10 tahun.
Di Batam sempat viral polisi menangkap karyawan wanita yang berinisial E (24) usai mencuri 143 unit ponsel senilai Rp450 juta milik perusahaan PT. Satnusa Batam. Ia nekat melakukan aksinya akibat terjerat utang pinjaman online (pinjol). (DetikSumut, 16-06-2024).
Di kasus yang lain, seorang petugas pengisi uang di anjungan tunai mandiri alias ATM di Batam, Kepri, menggasak uang sebanyak Rp 1,1 miliar dari 6 mesin ATM bank di Batam, akibat ketagihan judi online (CNNIndonesia, 23-6-24).
Akibat judi online, angka perceraian meningkat. Dikutip dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023, tercatat ada 1.572 kasus pasangan yang cerai karena alasan judi. Sebelumnya, ada 1.947 kasus perceraian karena judi pada 2019. Lalu jumlahnya turun drastis menjadi 648 kasus pada 2020. Namun, jumlah kasusnya terus meningkat, di pertengahan tahun 2024 sudah tercatat di atas 2000 kasus perceraian. Rata-rata di Indonesia angka perceraian di angka 400.000 kasus setiap tahunnya dengan berbagai alasan.
Efek Penerapan Sistem Ekonomi Kapitalisme
Sulit mendapatkan pekerjaan atau mencari penghasilan adalah salah satu faktor meningkatnya judi online. Pada akhirnya orang-orang mencari jalan pintas untuk menghasilkan uang banyak dengan cepat dan mudah salah satunya dengan cara judi online. Ketimpangan ekonomi akibat penerapan sistem kapitalisme menyebabkan kekayaan hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang. Akibat prinsip kebebasan dalam kepemilikan yang diterapkan sistem ekonomi kapitalisme, dunia makin timpang dari sisi ekonomi.
Kemajuan teknologi dalam kehidupan kapitalisme terbukti membawa banyak dampak negatif, terutama bagi anak-anak yang masih belum dewasa dan belum mampu menggunakan teknologi dengan baik. Ponsel yang seharusnya digunakan untuk mempermudah komunikasi dan media pembelajaran bagi pelajar, pada zaman sekarang ini justru banyak digunakan untuk judi online. Terlebih banyak kemudahan dalam mengaksesnya serta hilangnya peran orangtua dalam menjalankan perannya sebagai benteng utama para penerus generasi.
Penyebab banyak orang, terutama masyarakat ekonomi lemah, terjerat judi online adalah karena kerusakan cara berpikir akut; berharap bisa meningkatkan penghasilan tanpa perlu kerja keras. Apalagi, mereka bisa ikut taruhan tanpa perlu modal besar. Padahal, kerusakan akibat menyandu permainan haram itu sudah nyata, yakni depresi dan stres, bahkan nekat bunuh diri akibat kalah berjudi; kriminalitas yaitu pencurian dan perampokan semakin meningkat demi bisa bermain judi online; lalu hancurlah rumahtangga dan keluarga.
Meski dampak kerusakan akibat kejahatan judol sudah sangat membahayakan, tetapi solusi yang pemerintah lakukan tidak menyentuh akar persoalannya. Dari sisi hukum, pemberantasan judol juga sangat lemah. Hukum KUHP yang diberlakukan tidak mampu mengatasi persoalan judol. Perjudian daring diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana yang telah diubah oleh UU 19/2016 tentang Perubahan Atas UU 11/2008 tentang ITE.
Larangan judi di Indonesia termaktub dalam Pasal 303 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara. Adapun larangan spesifik judi online terdapat dalam UU ITE Pasal 27 ayat (2) dengan ancaman hukuman penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Saat ini judi dilarang oleh undang-undang, tetapi ternyata judi online tambah marak di tengah masyarakat. Terbukti aturan yang ada ternyata longgar dan elastis sehingga mudah dilanggar. Misalnya pada Pasal 303 bis KUHP terdapat frasa “kecuali kalau ada izin dari penguasa yang berwenang yang telah memberi izin untuk mengadakan perjudian itu”. Artinya, perjudian bisa menjadi boleh ketika penguasa mengizinkan.
Sejatinya memberantas judi online mudah saja dilakukan oleh penguasa, asalkan penguasa memiliki komitmen kuat terhadap syariat. Hal ini karena satu-satunya aturan yang konsisten mengharamkan judi adalah syariat Islam.
Masyarakat sudah tidak percaya pada rezim dan sistem demokrasi, Presiden Jokowi sendiri telah menandatangani Keppres 21/2024 tentang Satgas Pemberantasan Perjudian Daring (Judi Online) pada Jumat (14-6-2024).
Namun, masyarakat pesimis terhadap langkah pemerintah dalam memerangi judol. Hal ini bisa kita lihat dari survei yang dilakukan Litbang Kompas yang menanyakan penilaian responden soal satgas tersebut. Sebanyak 57,3 persen warga menilai pemerintah tidak serius memberantas judol (Kompas, 25-6-2024).
Negara seolah gagap menangani masalah judi online, hal ini wajar karena para pejabatnya banyak yang main judi online. Bagaimana negara akan memberantas judi online jika aparatnya sendiri pelaku judi online?
Solusi Islam
Demokrasi menjadikan aturan bisa di utak-atik untuk memenuhi syahwat dan hawa nafsu manusia (penguasa). Kapitalisme menjadikan para penguasa gila harta sehingga hanya memikirkan keuntungan pribadi ketika membuat keputusan. Hukum syariat dan nasib rakyat mereka abaikan. Kerusakan yang merajalela di tengah masyarakat akibat judi pun mereka biarkan.
Sedangkan syariat Islam telah mengharamkan judi secara mutlak tanpa alasan apa pun, juga tanpa pengecualian. Khil4f4h akan menerapkan syariat Islam kaffah yang mengharamkan judi dengan model apa pun, baik online maupun offline. Judi cara tradisional maupun modern, semuanya haram sehingga terlarang. Keharamannya bukan sekadar karena mendatangkan dampak buruk bagi para pelakunya. Allah Swt. menyejajarkan judi dan miras dengan penyembahan berhala, lalu menggolongkannya sebagai perbuatan setan. Sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Maidah ayat 90.
Sistem demokrasi melahirkan penguasa yang tidak kapabel dalam mengurusi umat. Kontestasi dalam politik demokrasi bukan beradu siapa yang paling cakap dalam memimpin, melainkan yang paling banyak cuan dan yang paling banyak “sponsor”. Alhasil, para kandidat yang tulus ingin mengabdi pada umat akan tergilas dan tidak naik ke permukaan serta jauh dari sponsor.
Inilah alasan sistem politik demokrasi tidak akan pernah melahirkan penguasa yang serius mengurusi umat. Efek dominonya, mustahil persoalan umat dapat terselesaikan dengan tuntas sebab fokus kerja mereka adalah memenuhi keinginan korporasi dan oligarki, bukan rakyat. Di sisi lain, persoalan konten judol yang terus muncul, khususnya di situs pemerintah, adalah akibat minimnya teknologi dan SDM yang tidak mumpuni.
Sementara khalifah akan merekrut aparat dan pejabat yang adil (taat syariat) saja untuk menduduki posisi di pemerintahan. Orang fasik yang gemar bermaksiat (termasuk berjudi) tidak boleh menjadi aparat negara. Wakil rakyat di Majelis Umat juga tidak boleh orang yang fasik karena mereka merupakan representasi umat. Masyarakat yang islami dalam khil4f4h akan memilih wakil yang adil, bukan orang fasik. Dengan semua mekanisme syariat tersebut, perjudian akan dibabat habis dalam khil4f4h.
Sebenarnya, Indonesia tidak kekurangan ahli IT untuk bisa mengurusi para peretas, tetapi lemahnya political will dari pemerintah menjadikan persoalan ini berlarut-larut. Akhirnya, bukan tidak mungkin kedaulatan negara pun terancam akibat mudahnya peretas masuk ke situs-situs pemerintah. Terhadap judi ofline, negara harus mencari dan mengejar pelaku di tempat-tempat mereka berjudi. Sedangkan melacak pelaku judi online lebih mudah karena aktivitas judi mereka meninggalkan jejak digital yang mudah untuk ditelusuri. Dengan demikian, Khil4f4h akan menutup rapat semua saluran judi online, bukan hanya situs judinya. Jika platform media sosial tertentu menjadi saluran judi online, khilafah akan memblokir medsos tersebut.
Perangkat hukum di negeri ini belum memberikan efek jera bagi pelaku kriminal. Dalam sistem sekuler, sebagian masyarakat menganggap judi online sah-sah saja, bukan perilaku yang harus dijauhi. Mirisnya lagi, judi online dianggap sebagai solusi masalah keuangan. Mereka memilih jalan pintas demi hasil instan. Selama ini mungkin sudah ada aturan. Hanya saja, larangan ini tidak didukung dengan lingkungan. Misalnya, kesulitan ekonomi yang terkesan dibiarkan membuat mereka cari uang dengan jalan judi. Tidak adanya penanaman akidah yang benar (akidah Islam) membuat mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta. Mafia judi online juga membuat bisnis haram ini terus bertahan.
Terlebih lagi, penerapan kapitalisme yang sekuler dan kapitalistik telah mendidik pemuda menjadi salah jalan. Oleh karenanya, penanggulangan judi online perlu aturan tegas sekaligus membuat jera. Jika kita bersandar pada demokrasi, jelas tidak akan mampu, tampak dari fenomena yang terjadi sekarang. Artinya, kita perlu mencari aturan alternatif. Sebagai agama yang paripurna, Islam sudah menawarkan solusinya. Islam akan meminimkan dan menghilangkan kesempatan timbulnya judi online.
Sistem Islam memiliki lapisan-lapisan yang bekerja efektif untuk mewujudkan rasa aman bagi masyarakat. Pada tataran individu, negara (Khil4f4h) akan membina kepribadian individu rakyat sehingga menjadi sosok yang bertakwa. Negara menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, juga mengutus para dai ke berbagai penjuru negeri untuk mengajarkan akidah dan syariat Islam di tengah masyarakat. Ketakwaan menjadi pencegah individu berbuat kriminal. Pada tataran masyarakat, negara menyejahterakan penduduknya dengan memenuhi kebutuhan dasarnya berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Dengan demikian, dorongan berbuat kriminal akan tercegah.
Dua hal tersebut adalah solusi dalam menyelesaikan kriminalitas pada aspek preventif. Adapun pada aspek kuratif, negara menerapkan sistem sanksi yang tegas dan adil. Sanksi dalam sistem Islam berfungsi sebagai jawabir (penebus dosa pelaku) dan zawajir (pencegah orang lain berbuat yang serupa). Sanksi bagi pelaku kriminal tidak selalu penjara sebagaimana dalam sistem sekuler, melainkan disesuaikan dengan jenis kejahatannya. Misalnya, kisas adalah hukuman untuk pembunuhan yang disengaja.
Firman Allah Swt. dalam QS Al-Baqarah: 178 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) kisas berkenaan dengan orang yang dibunuh”.
Jenis sanksi dalam Islam ada empat, yaitu hudud, jinayah, takzir, dan mukhalafat. Hudud adalah sanksi atas kemaksiatan yang kadarnya telah ditetapkan oleh syariat dan menjadi hak Allah Taala. Jinayah adalah penganiayaan atas badan dan mewajibkan kisas. Takzir adalah sanksi atas kemaksiatan yang tidak ada had dan kafarat. Sedangkan mukhalafat adalah sanksi atas pelanggaran aturan yang ditetapkan negara.
Dalam Khil4f4h memang tetap ada penjara, tetapi realitasnya berbeda dengan penjara dalam sistem sekuler. Penjara dalam sistem Islam, selain memberikan hukuman untuk mewujudkan efek jera, juga berisi pembinaan kepribadian dengan pemahaman Islam sehingga orang yang ada di dalamnya terdorong untuk tobat nasuhah. Hal ini mencegah pelaku mengulangi kejahatannya. Demikianlah, dengan penerapan sistem sanksi yang adil dan tegas tersebut, kriminalitas bisa terselesaikan dan rasa aman bagi rakyat pun akan bisa terwujud. Wallahualam
Via
Opini
Posting Komentar