Opini
Judol Menjerat Pejabat, Cermin Buruknya Wakil Rakyat
Oleh: Hanum Hanindita, S.Si.
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Judi online atau yang kerap disebut judol begitu familier di berbagai kalangan. Permainan ini memang begitu menggiurkan bagi siapa pun yang berpartisipasi di dalamnya. Tak lain karena judol memberikan penawaran keuntungan yang fantastis bagi yang berhasil menaklukkannya. Nilai uang yang dijanjikan bukanlah jumlah yang sedikit. Meskipun judol kerap membuat korban bangkrut maupun menimbulkan masalah sosial lainnya, nyatanya ia tak pernah sepi penggemar. Malahan judol semakin menjerat ke seluruh entitas masyarakat, termasuk wakil rakyat seperti pemberitaan belum lama ini.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa lebih dari 1.000 orang anggota legislatif setingkat DPR dan DPRD bermain judi online. Hal ini disampaikan oleh Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Ivan Yustiavandana, dalam rapat dengan DPR RI, Rabu (26-6-2024). Ia mengatakan, ada sekitar 63 ribu transaksi dengan pemain mencapai 1.000 orang yang dicatat oleh PPATK. Pemain itu berada di lingkungan legislatif mulai anggota DPR, DPRD, hingga kesekjenan. Ia pun mengatakan angka transaksi mencapai puluhan miliar, sedangkan perputarannya sampai ratusan miliar. Formappi mendorong penindakan secara serius bagi anggota DPR dan DPRD yang terlibat judi online dan tidak mengabaikan temuan PPATK (Tirto.id, 27-06-24).
Cermin Buruk Wakil Rakyat
Menurut pakar fikih kontemporer sekaligus Founder Institut Muamalah Indonesia KH Muhammad Shiddiq al-Jawi dalam Live Dialog: Indonesia Darurat Judi & Korupsi, Bukan Radikalisasi !! di kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data, Rabu (24-4-2024), makin meluasnya akses judi online berikut upaya pemberantasannya yang juga terkesan tak kunjung tuntas, dinilai karena dua faktor:
Pertama, keimanan yang lemah. Sekalipun mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, tidak menjamin mereka tahan dengan godaan judol. Bisa jadi mereka sudah tahu bahwa judi itu hukumnya haram, tapi karena tergoda keuntungan materi atau mungkin karena kondisi terdesak, tidak punya uang sehingga ingin memperolehnya dengan cara instan, akhirnya keimanannya itu melemah. Mereka pun terjerat ke dalam perjudian. Padahal sudah sangat jelas tentang larangan judi ada dalam firman Allah Swt.: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui minuman keras dan judi serta (bermaksud) menghalangi kamu dari mengingat Allah dan (melaksanakan) salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?". (QS Al-Ma'idah : 90-91)
Kedua, penegakan hukum yang lemah karena hukum yang diterapkan bukan syariat Islam, melainkan sekularisme kapitalisme. Penerapan hukum tersebut membuat aturan agama terpisah dari kehidupan sehingga menyebabkan kebebasan dalam beraktivitas tanpa melihat aspek perintah dan larangan ataupun halal dan haram. Sekularisme kapitalisme justru menjadi “perisai” bagi maraknya judol, sebab tidak ada upaya tegas dari penguasa untuk memberantasnya sekaligus juga sanksi yang menjamin keberlangsungan judol mati sampai akarnya.
Dengan demikian, terjeratnya pejabat pada judol menunjukkan cermin buruk wakil rakyat. Bagaimana tidak? Seharusnya sebagai wakil rakyat tugas utama yang dilakukan adalah memikirkan nasib rakyat. Tetapi dalam kondisi dimana rakyat menghadapi berbagai persoalan hidup mulai dari masalah ekonomi, pendidikan, sosial , dan sebagainya masih sempat terpikir bagi wakil rakyat untuk bermain judol.
Kenyataan ini menunjukkan lemahnya iman, lemahnya integritas, tidak amanah, dan kredibilitas rendah bagi para wakil rakyat. Ini terjadi, bahkan pada diri pejabat, karena sistem sekularisme kapitalismelah yang sudah merusak tubuh institusi negara sampai kepada jajaran aparatnya. Sekularisme kapitalisme telah meracuni pemikiran dan pemahaman terkait tugas utama seorang wakil rakyat. Pengangkatan mereka pun ikut bermasalah sebab tidak lagi memperhatikan kredibilitas yang harusnya dimiliki bagi seorang wakil rakyat. Terbentuklah wakil-wakil rakyat serakah akibat kapitalisme.
Bisa ditebak apa yang selanjutnya terjadi. Karena wakil rakyat sudah terjebak dalam kondisi yang serakah, maka anggota dewan hari ini lebih banyak melegalisasikan kepentingan penguasa dan oligarki dan tidak berpihak pada rakyat banyak. Posisi mereka pun sama sekali tidak menunjukkan representasi kepentingan umat. Di sisi lain, hal ini juga menunjukkan bahwa sekularisme kapitalisme mengaruskan orang berpikir secara instan untuk mendapatkan keuntungan materi tanpa bekerja keras. Walaupun dari cara yang haram menurut agama, yang penting mendapat cuan melimpah. Inilah keserakahan hakiki yang tercipta akibat sekularisme kapitalisme.
Posisi Wakil Rakyat dalam Islam
Di dalam Islam, ada jabatan yang berfungsi untuk merepresentasikan kepentingan umat. Posisi ini dikenal dengan istilah Majelis Umat dan merupakan salah satu struktur yang ada di bawah kepemimpinan Khalifah. Di dalam Kitab Ajhizah ad-Daulah al-Khilafah yang ditulis oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dijelaskan bahwa Majelis Umat adalah majelis yang beranggotakan orang-orang yang mewakili kaum muslim dalam memberikan pendapat sebagai tempat rujukan bagi khalifah untuk meminta nasehat atau masukan dalam berbagai urusan. Mereka mewakili umat dalam muhasabah atau mengontrol dan mengoreksi para pejabat pemerintahan. Orang nonmuslim yang menjadi warga negara Daulah Islam boleh menjadi anggota majelis ini. Hal itu dalam rangka menyampaikan pengaduan tentang buruknya penerapan Islam terhadap mereka, atau dalam masalah tidak tersedianya berbagai pelayanan bagi mereka, dan yang semisalnya.
Tentunya karena Majelis Umat ini berada di dalam naungan daulah yang menerapkan Islam maka orang-orang yang berada di dalam majelis ini adalah orang-orang terpilih yang memiliki kredibilitas sebagai penyalur aspirasi rakyat dan pastinya melaksanakan tugas dan amanah sesuai dengan hukum syarak. Hal ini pun menjadi petunjuk bahwa Islam mampu melahirkan individu anggota Majelis Umat yang bertanggung jawab dan peduli pada kondisi masyarakat.
Selain itu, tentunya kekuasaan Islamlah yang menjadi kekuatan utama untuk menyelesaikan masalah perjudian. Khalifah Usman bin Affan pernah menyampaikan bahwa sesungguhnya kekuasaan bisa mencegah masyarakat dari sesuatu yang tidak bisa dicegah oleh Al-Qur’an. Dari sinilah dibutuhkan institusi kekuasaan yang benar-benar mampu mencegah masyarakat terjerumus kepada kemaksiatan termasuk perjudian. Semua ini hanya bisa terwujud tidak lain di bawah satu kepemimpinan Khalifah dalam bingkai Daulah Islamiah. Wallahualam bishawab.
Via
Opini
Posting Komentar