Opini
Marak, Anak Durhaka Pada Orang Tua, Apa Penyebabnya?
Oleh: Hesti Nur Laili, S.Psi.
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Akhir-akhir ini umat terus diguncang oleh berita tentang perilaku durhaka anak terhadap orangtua. Durhaka tersebut tak hanya berupa perilaku anak yang membentak orangtua atau berkata-kata kasar yang menyakiti, tetapi sampai kepada menghilangkan nyawa.
Seperti kasus yang terjadi di Duren Sawit, Jakarta Timur, yakni dua orang remaja perempuan kakak-beradik tega membunuh ayah kandungnya sendiri dengan cara menusuknya dengan pisau lantaran sakit hati diomeli karena kepergok mencuri uang korban (cnnindonesia.com, 2-7-2024).
Kasus kedurhakaan serupa juga terjadi sebelumnya di Lampung. Seorang pemuda 19 tahun tega membunuh ayahnya yang menderita stroke lantaran kesal diminta mengantarkan ke kamar mandi. Pelaku melakukan penganiayaan berkali-kali hingga korban terjatuh dengan luka di beberapa titik yang pada akhirnya menewaskan korban (beritasatu.com, 14-6-2024).
Dan masih banyak kasus serupa lainnya yang terjadi di sejumlah daerah, anak membunuh orang tua kandung dengan berbagai motif yang beragam, yakni dari masalah sakit hati, masalah pembagian warisan, hingga masalah-masalah sepele lainnya, yang mana menurut temuan hasil riset UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime) pada tahun 2017 ditemukan bahwa Asia menjadi wilayah dengan tingkat pembunuhan terbesar dengan pelaku adalah anggota keluarga sendiri (nasional.okezone.com, 23-6-2021).
Melihat fenomena di atas tentu timbul pertanyaan besar, apa penyebab dari pembunuhan yang dilakukan oleh anak terhadap orangtuanya?
Mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus melihat dengan mata dan hati terbuka bahwa fenomena buruk ini terjadi lantaran dampak buruk dari sistem sekularisme kapitalisme. Mengapa demikian?
Sistem sekularisme adalah sebuah pemahaman yang memisahkan antara agama dan kehidupan sehari-hari. Sistem sekuler inilah yang melandasi adanya sistem kapitalisme dimana semua hal diukur oleh materi dan dilihat berdasarkan asas manfaat.
Sekolah-sekolah yang menerapkan sistem ini memberikan pengajaran agama hanya sebatas bagaimana cara menjalankan ritual peribadatan saja. Sementara peserta didik tidak dipahamkan tentang akidah yang lurus serta menumbuhkan rasa takut kepada Allah, tentang halal-haram suatu perbuatan, dan berbagai tuntutan hidup yang sesuai dengan syariat Islam, yang salah satunya adalah untuk hormat dan berbakti kepada orangtua.
Seperti yang kita tahu di negara-negara lain yang penduduknya mayoritas beragama non-muslim, seperti Jepang dan Korea Selatan, panti jompo untuk para orangtua yang dibuang oleh anaknya sudah banyak menjamur. Hal tersebut lantaran di dalam diri anak-anak tersebut tidak ada pemikiran untuk menjaga dan merawat kedua orangtuanya. Selain tidak mengenal Islam, juga karena hasil pemikiran sekuler kapitalisme tadi yang menganggap orangtua yang sudah jompo tidak berguna dan tidak memberi manfaat lagi.
Menjamurnya panti jompo yang bahkan anak-anak dari penghuni panti hampir tidak ada yang menjenguk orangtuanya itu di negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama non-muslim tentu bisa dinilai suatu kewajaran, karena mereka tidak mengenal Islam. Namun hal ini menjadi suatu hal yang miris dan tidak wajar jika mayoritas yang melakukannya adalah orang-orang yang beragama Islam.
Menelantarkan atau membuang orangtuanya ke panti jompo saja sudah dianggap durhaka oleh Islam, apalagi membunuhnya. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an surat Al Isra: 23, yang artinya:
"Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik."
Jika anak atau generasi terus-menerus dicekoki oleh pembelajaran-pembelajaran yang sifatnya hanya untuk mengejar nilai-nilai materi dan prestasi akademik saja, serta mengesampingkan nilai-nilai agama di dalamnya, maka jangan heran jika produk yang dihasilkan dari sekolah-sekolah ini adalah anak-anak yang durhaka kepada orangtua. Karena mereka hanya akan memandang manusia lain selain dirinya dari sisi asas manfaat saja. Selama ia berguna dan menguntungkan, maka akan terus didekati. Tetapi jika tidak lagi menguntungkan, akan disingkirkan.
Adanya sekolah-sekolah berbasis sekularisme ini tentu tidak lepas dari peran negara. Negara yang menerapkan sistem sekuler kapitalisme ini pasti akan melahirkan juga sistem pendidikan, ekonomi, dan semua peraturan yang juga bersistem yang sama. Sekuler kapitalisme. Di mana akhlak tidak menjadi suatu hal yang utama selain materi dan materi.
Berbeda jika negara menerapkan syariat Islam sebagai sistem bernegara. Di dalam Islam, dunia pendidikan tidak dilepaskan dari agama. Justru peserta didik diberikan pemahaman agama sebagai dasarnya hingga mereka mampu memahami apa hakikat dan tujuan hidupnya di dunia ini, termasuk salah satunya menumbuhkan rasa takut kepada Allah atas setiap tindak tanduk yang dilakukannya. Sehingga jangankan untuk membunuh, berbuat kedurhakaan kecil seperti membantah orangtuanya pun tidak akan dilakukan jika sejak dini anak sudah dipahamkan tentang syariat Islam, termasuk di dalamnya syariat dalam berperilaku baik kepada orangtua.
Selain dari sisi pendidikan, negara juga memberikan pendidikan kepada kedua orangtuanya tentang bagaimana menjalani rumah tangga secara baik dan sesuai dengan syariat Islam. Juga tentang bagaimana mendidik dan merawat anak sesuai tuntunan-Nya. Di samping itu, sistem Islam juga memudahkan para ayah untuk mencari nafkah, serta sistem Islam memberikan kemudahan masyarakat dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Kemudahan-kemudahan inilah yang meminimalisir dampak yang lebih besar berupa pembunuhan orangtua oleh anaknya tadi. Karena bisa jadi kasus pembunuhan anak terhadap orangtua bukan lantaran murni kesalahan anak, tetapi bisa jadi karena sikap-sikap dzolim orangtua kepada anak yang misalnya saja terlalu otoriter atau mengabaikan hak-hak anak dalam pengasuhannya.
Dan pengabaian pengasuhan anak pun juga bisa menjadi dampak dari sulitnya ekonomi, akses pelayanan kesehatan dan pendidikan yang mahal, hingga membuat masyarakat frustasi serta dituntut untuk bekerja lebih keras hingga menggadaikan waktu dengan keluarga. Maka dari itu, tak jarang perilaku dzolim orangtua kepada anak terjadi lantaran hal-hal demikian. Waallahu a'alam bishowab.
Via
Opini
Posting Komentar