Opini
Membludaknya Sampah Makanan di Tengah Ekstrimnya Kelaparan
Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
TanahRibathMedia.Com—Sampah makanan menjadi masalah yang terus menumpuk. Pengelolaannya pun mengundang masalah yang tidak sudah-sudah.
Potensi kerugian negara akibat susut dan sisa makanan (food loss and waste) mencapai Rp. 213 triliun - Rp. 551 triliun per tahun (tirto.id, 3-7-2024). Angka ini pun sebanding dengan 4-5 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Dampak tumpukan sampah ini menimbulkan gas rumah kaca yang tidak sedikit, mencapai 1.072,9 metrik ton (MT) CO2 -ek.
Sebetulnya, jika sisa pangan layak konsumsi dapat dimanfaatkan dan diolah, negeri ini mampu menyelamatkan potensi ekonomi yang menguap, memenuhi kebutuhan energi dan menurunkan emisi gas rumah kaca. Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) menyebutkan, timbulan sampah nasional pada tahun 2023 mencapai 26,20 juta ton (tirto.id, 3-7-2024). Meskipun jumlahnya menurun dari tahun-tahun sebelumnya, tetap saja, timbulan sampah ini menuai masalah.
Demi mengurangi masalah sampah yang menggangu peta jalan pencapaian Indonesia Emas 2045, pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan untuk mengendalikan jumlah susut dan sisa makanan. Salah satunya dengan menggandeng Denmark untuk pengelolaannya. Diharapkan, kerjasama yang terjalin mampu menjadi solusi masalah yang hingga kini belum juga teratasi.
Akibat Pengelolaan Kapitalisme Sekular
Sampah makanan alias food waste merupakan masalah yang kini dihadapi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Hal ini pun berhubungan erat dengan sifat konsumerisme, yakni sifat yang menonjolkan pembelian barang tanpa adanya kontrol. Perilaku ini didasari adanya beragam keinginan individu yang kebablasan. Konsep sifat ini hanya mengutamakan keinginan tanpa memperhitungkan nilai kebutuhannya. Dengan konsep tersebut, setiap individu akhirnya berujung pada sifat boros dan tidak mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
Sifat konsumerisme ini sebagai hasil dari diterapkannya sistem kapitalisme sekularistik. Sistem yang jauh dari nilai dan norma agama. Sehingga individu menetapkan dan memenuhi segala bentuk keinginan, sesuka hatinya. Tanpa ada batasan yang jelas.
Di sisi lain, fakta ini juga merefleksikan adanya pengaturan yang keliru dalam setiap kebijakan negara. Sehingga terdapat pemenuhan kebutuhan rakyat yang tidak merata. Hingga menimbulkan distribusi harta yang jomplang. Jurang ekonomi makin dalam. Wong cilik makin dimiskinkan secara masif dan terstruktur dari kebijakan negara. Wajar saja, saat kasus kemiskinan kian meradang, terutama di wilayah perkotaan. Tengok saja, kasus beras kadaluarsa tidak layak konsumsi yang membusuk di gudang bulog. Mulanya, beras ini ditujukan untuk membantu rakyat miskin, namun karena tata kelola yang buruk, beras pun akhirnya terbuang dan tidak berguna. Tidak hanya itu, kasus pembuangan sembako pun sering terjadi. Karena sembako terlalu lama disimpan dan tidak segera dibagikan. Dan masih banyak kasus serupa yang terjadi di negeri ini.
Sangat disayangkan, bahan makanan yang semestinya dibagikan kepada rakyat, akhirnya dibuang begitu saja. Alhasil, sampah makin menumpuk. Masalahnya pun makin kompleks saat negara tidak memiliki strategi dan teknologi pengelolaan sampah.
Betapa buruknya tatanan yang disandarkan pada konsep kapitalisme. Konsep yang menyandarkan setiap kebijakan pada keuntungan materi yang selalu diincar oligarki penguasa. Parahnya lagi, kebijakan yang kini ditetapkan atas rakyat jauh dari lazimnya pengaturan. Segala bentuk pengaturan jauh dari kepentingan rakyat. Justru yang diutamakan adalah kepentingan penguasa.
Tidak heran, komplikasi antara buruknya distribusi dan koyaknya kebijakan melahirkan kehidupan yang penuh ketimpangan. Inilah tata kelola sistem yang jauh dari fitrah manusia. Individu makin menderita di tengah kebijakan yang tidak pernah memprioritaskan pelayanan rakyat.
Islam dan Kebijakan Amanah
Islam memiliki konsep aturan sempurna dan menyeluruh terkait pengaturan konsumsi dan distribusi. Konsep inilah yang mampu menjaga sikap dan pola pikir individu dari sifat mubadzir dan berlebih-lebihan. Pemahaman syariat Islam pun menekankan agar individu mampu memiliki batasan yang jelas antara kebutuhan dan keinginan sehingga dapat menempatkan skala prioritas dengan cerdas.
Allah Swt. berfirman:
"Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS. Al-Isra': 26- 27)
Pengaturan yang teliti dan terarah akan menciptakan konsep distribusi bahan pangan yang merata. Setiap individu mampu dipenuhi hak pangannya oleh negara dengan adil dalam wadah kebijakan yang bijaksana. Dengan strategi dan mekanisme yang bersandarkan pada pelayanan kebutuhan rakyat, kemiskinan dapat dientaskan dengan tuntas. Food waste pun mampu dihindarkan seoptimal mungkin.
Semua gambaran ini hanya mampu diwujudkan dalam sistem Islam yang menata kebutuhan rakyat dan mengedukasi rakyat secara menyeluruh. Sistem Islam ini membutuhkan institusi khas untuk menjalankan setiap kebijakan yang ditetapkan. Inilah khil4f4h. Satu-satunya institusi yang menjaga umat dengan aturan yang cerdas. Dengan khil4f4h pula, sistem pendidikan yang diterapkan mampu melahirkan individu bijak yang mampu mengelola harta dan mengatur konsumsi makanan sesuai kebutuhan dalam batas yang tidak berlebihan. Wallahu alam bisshowwab
Via
Opini
Posting Komentar