Opini
Menelisik UMKM, Benarkah Memiliki Ketahanan Ekonomi di Alam Kapitalis?
Oleh: Sunarti
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Bak jauh panggang dari api, begitu peribahasa yang bisa disematkan pada harapan pemerintah terhadap program UMKM. Pasalnya program pemerintah ini dibuat memang dengan tujuan untuk memberikan kesejahteraan kepada pelaku UMKM sehingga data perekonomian bisa terdongkrak, terutama di tingkat kabupaten. Seperti halnya apa yang terjadi di kabupaten Ngawi dengan para pelaku UMKM.
Sebut saja suksesnya seorang warga Sambiroto, Kecamatan Padas, Kabupaten Ngawi yang bernama Aldaka Yoga Baskara (31). Dia sukses menjadi pengusaha furniture dan konon bisa meraup omset hingga milyaran rupiah dengan hiasan dinding ‘Wooden Projects’. Tidak sampai di sini, pengusaha muda ini juga berhasil merekrut tenaga kerja di sekitarnya (Radarmadiun.jawapos.com, 30-6-2024).
Dalam laman yang sama disebutkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada 2017 di Ngawi mencapai 5,76 persen berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Ngawi. Dan itu merupakan angka tertinggi dalam rentang lima tahun terakhir, 2012 - 2017. Sebenarnya usaha furniture pemuda ini juga tidak signifikan dalam menghapus angka pengangguran. Namun, setidaknya hal seperti ini patut diberikan apresiasi.
Sayangnya, program UMKM secara keseluruhan sebenarnya tidak bisa dijadikan jalan untuk mencapai kesejahteraan dan mendongkrak perekonomian nasional. Karena program ini ibarat pertolongan sementara bagi pengusaha kecil untuk bertahan hidup. Selebihnya, perekonomian nasional masih dikuasai oleh asing, pengusaha kelas atas, dan para oligarki. Perputaran uang yang secara non real terjadi dalam sistem ekonomi kapitalistik saat ini. Ditambah perputaran harta berada di seputar para konglomerat saja dan tidak berada di tengah-tengah masyarakat secara keseluruhan.
Program ini hanya bertumpu pada kemudahan perijinan dan juga permodalan, dikarenakan harapan pemerintah untuk berlepas tangan dari hajat atau kebutuhan dasar masyarakat terkait pangan, sandang, dan papan sangat besar. Untuk menjamin, menjaga, dan memfasilitasi kebutuhan pokok/kebutuhan dasar masyarakat, pemerintah tidak lagi memikirkannya. Harapannya, masyarakat bisa mencari lapangan pekerjaan sendiri dengan modal kecil dari pemerintah sehingga bisa hidup mandiri. Dengan demikian negara bisa berlepas tangan dari tugasnya dalam segala pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.
Faktanya, saat ini kebutuhan dasar masyarakat, seperti pendidikan dan kesehatan masih sulit bahkan mahal. Hal lain seperti adanya pungutan-pungutan atau iuran-iuran atas dasar gotong royong atau alasan lainnya yang dibebankan kepada warga, seperti BPJS dan Pajak juga menjadi beban bagi rakyat. Belum lagi, lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang tidak bisa atau tidak memiliki kreativitas yang bisa dijadikan pengembangan usaha, juga menjadi persoalan besar. Belum lagi, jumlah PHK akhir-akhir ini yang justru menambah angka pengangguran di daerah maupun di pusat kota.
Inilah fakta yang terjadi pada penerapan sistem sekular-liberal, yang mana keberpihakan negara berada di posisi regulator saja. Selebihnya, rakyat dibiarkan hidup dalam kemampuannya tanpa ada fasilitas dari negara. Prinsip untung dan rugi menjadi tabiat dari sistem ini. Jadilah konsep menyejahterakan hanya sebatas pemberian rasa nyaman semata. Selanjutnya, pihak yang menguntungkan bagi pihak-pihak tertentu yang akan diberikan fasilitas secara maksimal. Kehidupan rakyat menjadi nomor sekian.
Hal ini sangat berbeda jauh dengan sistem Islam yang menempatkan kehidupan rakyat adalah hal utama. Kepengurusan atas rakyat agar sejahtera menjadi tujuan utama negara. Pemerintah, dalam hal ini khalifah adalah pelaksana urusan rakyat. Segala fasilitas untuk kebutuhan dasar masyarakat disediakan dan dijamin oleh negara.
Di dalam sistem Islam diterapkan pula sistem ekonomi Islam yang landasannya untuk kesejahteraan rakyat secara keseluruhan, bukan untuk swasta apalagi pihak asing. Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok adalah hak individu dan kewajiban negara dalam mewujudkan pemenuhannya. Demikian pula kesejahteraan adalah hak setiap warga negara dan negara yang memfasilitasi dan melindunginya.
Demikianlah jika ditelisik lebih lanjut, UMKM belum menyentuh akar persoalan perekonomian dan kesejahteraan negeri ini. Harapan dan pelaksanaan tidak lagi berpihak pada rakyat kecil, namun tetap akan berpihak pada para pengusaha dan konglomerat saja. Saat ini memang sangat dibutuhkan adanya perubahan mendasar yang menyentuh akar persoalan. Ruwetnya perekonomian bersumber pada sistem yang diterapkan yakni sistem sekular-liberal. Dibutuhkan pula sistem yang bisa memberikan solusi yang paripurna dan sempurna, yakni sistem Islam.
Waallahu alam bisawab
Via
Opini
Posting Komentar