Opini
Pembangunan Industri, Haruskah Mengorbankan Lahan Sawah?
Oleh: Carminih, S.E.
(MIMÙ…_Muslimah Indramayu Menulis)
TanahRibathMedia.Com—Menurut sistem ekonomi kapitalisme, pembangunan kawasan industri adalah solusi dalam mengejar pertumbuhan ekonomi. Adanya pembangunan kawasan industri diharapkan dapat memulihkan perekonomian. Begitupun kabupaten Indramayu yang dikenal sebagai pusat penghasil padi. Saat ini tengah disiapkan sebagai bagian dari Metropolitan Rebana. Sebagai salah satu upaya mengejar pertumbuhan ekonomi.
Menurut siaran pers Pemkab Indramayu, Rebana Metropolitan merupakan Proyek Strategis Nasional yang mengusung konsep kawasan industri dan perkotaan baru. Selain Kabupaten Indramayu, ada beberapa wilayah lain yang tergabung, di antaranya Kabupaten Sumedang, Majalengka, Cirebon, Subang, Kuningan, dan Kota Cirebon.
Kabupaten Indramayu mempunyai luas 209.942 hektare dengan panjang garis pantai mencapai 147 km, dianggap sangat menunjang konsep Rebana. Posisinya pun cukup strategis karena hanya berjarak 200 km dengan Jakarta dan 180 km dengan Bandung sebagai ibukota provinsi Jawa Barat (bandungbergerak.id, 07-07-2024).
Dengan adanya pembangunan kawasan industri besar-besaran, otomatis akan terjadi alih fungsi lahan yang juga besar. Sebagian besar lahan yang akan dikonversi berupa lahan sawah. Adapun dampak alih fungsi lahan yang paling akan terasa adalah hilangnya mata pencaharian. Sebab mata pencaharian mayoritas di Kabupaten Indramayu adalah petani. Sedangkan industri tak bisa menampung mereka yang kehilangan pekerjaannya, karena terjegal sejumlah birokrasi, seperti ijazah.
Mayoritas angkatan kerja di Kabupaten Indramayu berijazah SD yang dinilai kurang kompetitif. Ditambah akses modal yang sulit juga keahlian wirausaha yang minim, telah melengkapi keterpurukan petani yang kehilangan mata pencahariannya.
Selain itu adanya Trunkey Project Management (manajemen proyek kunci putar). Manajer semacam ini semestinya disadari sangat merugikan dan berbahaya bagi bangsa. Juga dapat memberi peluang sangat besar terhadap tekanan para investor kepada negeri ini.
Akibatnya tenaga kerja lokal tidak terpakai atau jika pun terpakai akan diperlakukan diskriminatif. Seperti penyediaan sarana yang akan disesuaikan dengan kebutuhan tenaga kerja asing. Padahal sarana mereka seringkali bertentangan dengan nilai-nilai Islam, seperti miras, prostitusi, hingga narkoba.
Selain itu beralihnya fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri pun telah mengancam ketahanan pangan. Sehingga ketergantungan terhadap pangan impor akan makin besar. Sedangkan ketergantungan impor akan berpotensi menghancurkan kedaulatan pangan, dan pada gilirannya akan semakin mencengkram kedaulatan bangsa.
Konsep Metropolitan Rebana bukan hanya menciptakan kawasan industri, melainkan juga mencakup properti komersial, hunian area rekreasi, dan pendidikan model pengembangan yang terintegrasi. Sebenarnya semua ini merupakan desain asing yang bernafsu untuk menghegemoni. Karena bukan hanya SDA (Sumber Daya Alam) yang dieksploitasi, tapi juga SDM (Sumber Daya Manusia)nya didesain untuk mendukung hegemoni Barat.
Adanya properti komersial seperti hotel dan juga hunian mewah akan menggeser life-style masyarakat Indramayu menuju kebarat-baratan. Dari sini akan melahirkan preferensi masyarakat yang sangat mudah disetir oleh kepentingan korporasi. Setelah itu menjadikan masyarakat menjadi konsumtif. Karena negara berkembang adalah market besar bagi produksi negara-negara makmur (maju). Adanya kafe-kafe, mall, dan wahana hiburan dunia fantasi atau waterboom, bahkan karaoke dan klub malam, melengkapi terbentuknya masyarakat dengan life style yang dibentuk korporasi. Inilah penjajahan budaya yang sering disebut 3F (Food, Fun and Fashion).
Kehidupan hedonis dan juga pendidikan yang mengacu pada kurikulum Barat, akan menjadikan rakyat makin terbawa arus liberal. Selain itu kawasan industri biasanya menciptakan akses negatif terhadap hubungan sosial masyarakat. Seperti permintaan PSK (Pekerja Seks Komersial) yang tinggi, dan juga bermunculannya LGBT. Kondisi ini telah dialami oleh daerah industri pendahulu, seperti Tangerang, Bekasi, dan Karawang juga Purwakarta. Dari sinilah permintaan terhadap bisnis hiburan dan prostitusi akan meningkat pesat.
Oleh karena itu berbagai macam kemudaratan yang didapat dari pembangunan kawasan industri secara besar-besaran, tidak terlepas dari sistem ekonomi kapitalisme yang dianut Indonesia, termasuk Indramayu. Maka telah jelas pembangunan industri sejatinya bukan untuk rakyat, tapi untuk korporasi. Sehingga janji kesejahteraan hanyalah mimpi di siang bolong.
Berbeda dengan sistem ekonomi Islam, yang berporos pada kemaslahatan umat. Maka pembangunan industri semata untuk terselesaikannya kebutuhan masyarakat. Pihak swasta dilarang untuk mengeksploitasi SDA yang melimpah. Karena Islam telah menetapkan soal kepemilikan. Dan SDA yang melimpah adalah milik umat. Maka pengelolanya harus diatur oleh negara, agar hasilnya bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk umat. Sehingga masyarakat sejahtera adalah niscaya dalam pengaturan sistem ekonomi Islam. Wallahu a’lam bish-shawwab.
Via
Opini
Posting Komentar