Opini
Pembatasan atau Penyaluran BBM Subsidi Tepat Sasaran, Tetap Saja Zalim
Oleh: Muhammad Syafi'i
(Aktivis Dakwah)
TanahRibathMedia.Com—Pemerintah bakal membatasi pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi mulai 17 Agustus 2024. Rencana ini diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan melalui akun instagramnya @luhut.panjaitan seperti disebutkan dalam Kompas.com (Rabu (10-7-2024). Jika benar, lagi-lagi pemerintah menunjukkan sikapnya yang tidak pro terhadap kebutuhan seluruh rakyat atau dengan kata lain zalim.
Meskipun rencana pembatasan dibantah oleh presiden Jokowi dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, namun tidak dipungkiri akan ada skenario penyaluran BBM bersubsidi tepat sasaran. Menurut Airlangga, sebagaimana dikutip CNBC Indonesia, Rabu (17-7-2024), pemerintah akan mulai melakukan sosialisasi penyaluran BBM bersubsidi tepat sasaran pada 1 September 2024.
Pembatasan pembelian BBM Subsidi berdasarkan istilah Luhut atau penyaluran BBM subsidi tepat sasaran menurut istilah Airlangga, dinilai dapat menghemat keuangan negara yang selama ini tersedot cukup banyak. BBM bersubsidi diharapkan tersalurkan secara tepat sasaran kepada masyarakat yang termasuk dalam kriteria penerima subsidi BBM.
Apapun istilahnya, pembatasan pembelian BBM subsidi maupun penyaluran subsidi BBM tepat sasaran akan sangat menyulitkan rakyat. Pasalnya, BBM telah menjadi kebutuhan primer karena memiliki peran penting dalam membantu seluruh aktivitas masyarakat terutama untuk bahan bakar transportasi maupun industri. Tidak heran jika naiknya harga BBM akan diikuti kenaikan harga bahan pokok yang selalu membutuhkan biaya transportasi.
Oleh karena itu, meskipun BBM bersubsidi nantinya benar-benar hanya dinikmati oleh lapisan masyarakat miskin, tetap saja mereka akan merasakan dampak pembatasan pembelian BBM subsidi. Para pengusaha berpotensi akan menaikkan harga-barang dagangannya disebabkan meningkatnya biaya transportasi maupun produksi.
Harga beras, cabai, dan kebutuhan pokok lainnya diprediksi akan naik seiring dengan meningkatnya biaya transportasi. Beban hidup masyarakat miskin bertambah meskipun harga BBM subsidi masih sama bagi mereka.
Para pengusaha yang tidak tergolong penerima BBM bersubsidi sebagai pihak yang akan merasakan langsung dampak dari pembatasan dituntut berfikir keras untuk menurunkan pembengkakan biaya akibat tidak bisa lagi memperoleh BBM subsidi. Selain menaikkan harga barang dagangan, mengurangi biaya operasional termasuk mengurangi gaji karyawan menjadi salah satu opsi demi kelangsungan usaha. Bahkan bisa saja pengusaha mengambil opsi yang paling ditakutkan oleh para pekerja berupa pemutusan hubungan kerja yang tentunya akan menambah jumlah pengangguran serta meningkatkan angka kemiskinan.
Jelaslah bahwa pembatasan pembelian ataupun penyaluran BBM subsidi tepat sasaran tidak boleh dilakukan oleh pemerintah. Ujung-ujungnya rakyat menjadi korban. Rakyat miskin semakin kesulitan, sedangkan yang awalnya terkategori mampu terancam menjadi miskin.
Jika pemerintah tetap melaksanakan program pembatasan atau penyaluran BBM tepat sasaran, maka Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 3 Ayat 3 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, kembali menjadi isapan jempol belaka.
Dalam Islam, BBM adalah milik umum dan harus dikembalikan kepada rakyat berupa ketersediaan BBM secara gratis atau berupa pelayanan lainnya yang dibiayai dari hasil pengelolaan BBM. Prinsip ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw., yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ahmad dan Ibnu Majah bahwa kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api. Akhirnya, pembatasan pembelian BBM subsidi atau dengan istilah penyaluran BBM subsidi tepat sasaran merupakan kebijakan dzalim yang haram untuk diterapkan oleh penguasa.
Jika alasannya untuk menghemat keuangan negara, mengapa bukan proyek-proyek raksasa yang kontroversial saja yang dihentikan? Pembangunan IKN, misalnya, atau kalau sudah benar-benar pusing urus negara, kembali saja kepada syari'at Islam, pasti dapat solusinya dan tentunya mendapat keberkahan.
Via
Opini
Posting Komentar