Opini
Pendapatan Pajak Naik, Bukan Prestasi dan Kebanggaan
Oleh: Pudji Arijanti
(Pegiat literasi Untuk Peradaban)
TanahRibathMedia.Com—Pada hari Pajak Nasional 14 Juli, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memperlihatkan kinerja cemerlang jajarannya di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) karena pendapatan pajak terus meningkat signifikan sejak 1983 yang hanya Rp13 triliun.
Menurut Sri Mulyani, pajak adalah tulang punggung sekaligus instrumen yang penting bagi sebuah bangsa dan negara untuk mencapai cita-citanya. Sri Mulyani Indrawati mengatakan untuk membangun dan menjaga Republik Indonesia agar menjadi negara maju, adil, dan sejahtera, pajak adalah penyangganya (Liputan6, 14-07-2023).
Dalam rinciannya, Menkeu mencontohkan pada tahun 1983 penerimaan pajak di Indonesia masih Rp13 triliun. Kemudian pada era reformasi tahun 1999 penerimaan pajak menjadi Rp400 triliun. Kemudian tahun 2024 target penerimaan pajak sebesar Rp1.988,9 triliun.
Kebijakan Zalim Ekonomi Kapitalis
Dalam ekonomi kapitalis pajak adalah sumber pendapatan utama. Karena merupakan bentuk pendapatan negara guna membiayai berbagai pengeluaran negara. Jika mendapati pendapatan pajak meningkat, hal ini menunjukkan pungutan atas rakyat juga makin tinggi. Karena pajak tersebut dipungut dari rakyat tanpa kecuali, miskin ataupun kaya.
Padahal besarnya pungutan pajak adalah bentuk kezaliman. Hal ini membuktikan sejatinya negara minim kepengurusan terhadap rakyat dan lalai dalam menjamin kesejahteraan. Negara hanya mencukupkan dirinya sebagai pihak fasilitator dan regulator dalam menentukan tata kelola urusan negara. Sehingga kesejahteraan rakyat yang seharusnya menjadi urusan negara beralih kepada mekanisme pasar dan pihak swasta.
Sumber daya alam yang dimiliki Indonesia begitu besar. Seperti halnya sumber daya alam yang saat ini dikelola oleh perusahaan asing dan para kapital dengan dalih investasi justru makin memiskinkan rakyat. Laut yang membentang luas, hutan-hutan yang memenjadi paru-paru dunia, aneka tambang yang menghasilkan emas, timah, batu bara, pasir, besi, dan sebagainya. Harusnya merupakan potensi besar bagi pendapatan negara sehingga dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan masyarakat.
Solusi Terbaik Adalah Islam
Hal ini berbanding terbalik dalam sistem Islam. Sistem Islam memiliki mekanisme sahih karena hal ini sejalan dengan sistem kepemilikan yang ditetapkan oleh syariat dan pengelolaannya sesuai dengan sistem ekonomi Islam. Pos-pos pemasukan dan pengeluaran negara memiliki dasar yang jelas dari Al-Quran dan as-Sunnah.
Negara pun memiliki sumber pendapatan yang begitu besar jumlahnya. Terdapat pengelolaan harta milik umum antara lain emas, batu bara, gas, dan sebagainya. Harta milik negara seperti hutan, gunung, tepi laut, dan sebagainya. Juga ada anfaal, ghanimah, fai, khumus, jizyah, usyur dan lain-lain, di mana hal ini memiliki deposit besar bagi APBN negara Islam.
Pendek kata, jika mekanisme kepengurusan rakyat berjalan sesuai syariat Allah, seluruh rakyat mendapatkan kesejahteraan tanpa kecuali. Tidak ada lagi kemiskinan ekstrim, stunting, anak putus sekolah, dan lain-lain. Semua tercover di dalam Baitulmaal.
Dalam sistem Islam, fungsi rain akan menjamin kesejahteraan rakyat dengan pengelolaan sumber pemasukan sesuai dengan tuntunan islam. Kekayaan alam dikelola negara secara langsung untuk kepentingan publik. Negara Islam dalam hal ini Khil4f4h adalah negara yang kaya raya dengan kekayaan yang tersimpan di Baitulmaal.
Dengan demikian tidak ada lagi pungutan atau pajak bagi rakyat. Kecuali adanya hal-hal tertentu jika Baitumaal kosong. Pungutan hanya dibebankan pada orang-orang yang mampu. Itu pun waktunya terbatas sesuai kebutuhan negara.
Demikianlah, jika kehidupan diatur sesuai syariat Islam termasuk aspek pengelolaan sumber daya alam jelas akan membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, akan membawa pada negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur. Wallahu'alam bissawab
Via
Opini
Posting Komentar