Opini
Pengaturan Lahan di Tangan Sistem yang Zalim
Oleh: Nurisa Eka Safitri
(Penggiat Dakwah)
TanahRibathMedia.Com—Peraturan Presiden yang saat ini sedang ramai dibahas adalah mengenai penandatanganan tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang terjadi pada tanggal 11 Juli 2024. Di dalamnya terdapat poin terkait Hak Guna Usaha (HGU) di IKN untuk para Investor yang akan menyumbangkan dana bagi pembangunan IKN tersebut. Yaitu berupa hak investor yang sampai 95 tahun dan bisa diperpanjang lagi menjadi 190 tahun. (Antaranews.com, 16-07-2024).
Katanya bertujuan untuk mengundang para investor asing agar tertarik berinvestasi di IKN. Namun hasilnya nihil. Padahal dulu ketika aturan agraria dibuat oleh penjajah Belanda sekalipun, dengan VOC-nya, mereka hanya memberikan hak kepada investor itu paling lama 75 tahun saja. Bayangkan, sekarang sampai 190 tahun. Hampir 2 abad!
Bahayanya perihal HGU ini adalah bagi rakyat yang berada di sekitar IKN. Mereka akan kehilangan lahan dan tempat tinggal. Selain itu hal yang demikian pun bertolak belakang dengan institusi negara yakni Undang-Undang Nomor 5/1960 tentang Pokok Agraria dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21-22/PUU-V/2007 tentang Pemberian Hak Tanah kepada Investor. Di Undang-Undang Agraria salah satunya diatur HGU maksimal selama 35 tahun dan bisa diperpanjang maksimal 25 tahun lagi jika memenuhi syarat tertentu.
Tak hanya itu, penguasa berbicara meski kuasa investor selama 190 tahun, tetapi lahan tetap milik negara. Padahal jelas, betapa ancamannya adalah pihak asinglah yang kelak akan berkuasa atas lahan tersebut. Dampaknya kepada siapa? Tentu rakyatlah yang tidak bisa meraup hasil dari tanahnya sendiri.
Sesudah diberi HGU sampai 190 tahun, nyatanya bahkan para investor belum ada yang datang juga. Mengapa? Karena pembangunan klaster pertama pun belum rampung 100 persen terselesaikan. Itu mencakup kawasan lembaga inti pemerintah, seperti presiden, wakil presiden, dan para petinggi negara.
Jika hendak diteliti lebih mendalam, sungguh kebijakan pemerintah mengenai HGU ini kepada penguasa asing adalah buah dari kebijakan khas kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, negara akan memihak kepada kaum kapitalis dibandingkan rakyat sendiri. Bahkan para penduduk di sana pun menjadi sasaran ketidak-adilan, seperti kehilangan lahan, tempat tinggal, bahkan mata pencaharian mereka sendiri.
Pandangan Islam Mengenai Kepemilikan Lahan
Adapun Islam memiliki hukum tersendiri perihal lahan, berbanding terbalik dengan sistem kapitalisme. Islam memandang bahwa ada lahan yang termasuk milik pribadi (milkiyyah fardiyyah) yaitu Islam mengijinkan individu memiliki. Namun jenis ini hanya untuk lahan hunian, tempat usaha, sawah, ladang, perikanan, dan peternakan. Lahan jenis ini tetap dalam pengawasan pengelolaannya. Semisal selama tiga tahun tanah tersebut ditelantarkan, maka status kepemilikannya akan hilang atas lahan tersebut.
Islam juga melarang penyewaan lahan pertanian. Sabda Rasulullah saw. dari Tsabit bin al-Hajjaj ra., dari Zaid bin Tsabit ra., yang berkata:
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمُخَابَرَةِ، قُلْتُ: وَمَا الْمُخَابَرَةُ، قَالَ: أَنْ تَأْخُذَ الْأَرْضَ بِنِصْفٍ أَوْ ثُلُثٍ أَوْ رُبْعٍ
Artinya: "Rasulullah saw. telah melarang Al-Mukhabarah. Aku (Tsabit bin Al-Hajjah) berkata, 'Apakah Al-Mukhabarah itu?' Dia (Zaid bin Tsabit) berkata; 'Engkau mengambil tanah dengan (mengambil bagian/keuntungan) separuh, sepertiga, atau seperempat." (HR. Abu Dawud, Ahmad, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani)
Islam juga mengatur lahan jenis lainnya seperti jalan umum, aliran sungai, pantai, laut, dan yang lainnya menjadi hak bersama dan statusnya juga milik umum. Selain itu, Islam juga mencegah perihal praktik imperialisme asing melalui jalan penguasaan lahan, baik individu, korporasi, ataupun oleh negara. Maka hukum penguasaan lahan selama hampir 2 abad (190 tahun) oleh pihak asing yang berpotensi menghilangkan kedaulatan negara adalah haram dalam pandangan Islam.
Maka dari itu, wahai umat Islam, bangunlah dari ketidak-adilan ini. Ketika kedaulatan rakyat sudah tidak diutamakan lagi, para penguasa enggan untuk membela rakyatnya sendiri, padahal jelas kehidupan rakyat yang harus mereka bela, apakah sistem kapitalisme yang zalim ini akan tetap bertahan? Sementara Allah Swt. sudah menunjukkan jalan yang lurus kepada kita? Apakah kita hanya akan diam saja? Inilah Islam, agama yang adil dan sempurna seluruh hukumnya. Tapi kenapa kita berpaling?
Allah Swt. berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُۥ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ أَعْمَىٰ
"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta." (QS Thaha: 124). Wallahualam bissawab
Via
Opini
Posting Komentar