Opini
Program Beasiswa Prestasi Bukan Solusi
Oleh: Yeni Yulianti
(Aktivis Islam Kaffah)
TanahRibathMedia.Com—"Gapailah cita-citamu setinggi bintang di langit" itu seolah hanya akan menjadi slogan dan mimpi tanpa makna. Karena untuk menjadi nyata harus dihadapkan dengan beratnya pengorbanan para orangtua dalam memberikan pendidikan tinggi untuk anak-anaknya. Bagaimana tidak, pendidikan saat ini sangat mahal, kendati ada program dan fasilitas beasiswa gratis diprioritaskan untuk kategori berprestasi saja. Itupun dengan persyaratan yang berat dan mengikat siswa/mahasiswanya.
Akhirnya pendidikan hanya bisa dinikmati kalangan tertentu saja yakni kalangan kelas ekonomi menengah ke atas yang berduit saja atau kalangan mereka yang masuk kategori berprestasi saja, sedang masyarakat kelas bawah umumnya "dilarang sekolah". Inilah fakta kenapa UKT dan biaya pendidikan berkualitas naik sampai 100%-500%.
Kisruh UKT merupakan konsekuensi riil dari kapitalisasi pendidikan, pasca diberlakukannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, di mana Perguruan Tinggi Negeri harus mengubah statusnya menjadi PTNBH (otonomi kampus) yang kemudian diikuti dengan Permendikti nomor 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Artinya UKT adalah BKT dikurangi subsidi negara yang harus dibayar mahasiswa, salah satu sumber pemasukan bagi penyelenggaraan pendidikan. Adapun besaran biaya yang ditanggung setiap mahasiswa per semester diatur dalam Permenristekdikti No. 39 Tahun 2017. Jadi UKT sejak lahirnya adalah komersialisasi pendidikan.
Kalau kita amati penyebab kenapa sistem pendidikan dalam sistem demokrasi-kapitalis seperti ini, tidak lain ada kesalahan memandang mengenai urgensi dan tujuan pendidikan yang diterapkan saat ini dan bagaimana mengelola sistem pendidikan umat saat ini. Sehingga berkorelasi pada kesalahkaprahan realisasi pemberlakuan beasiswa dan keinginan meningkatkan taraf pendidikan.
Dalam konsep kapitalis, pendidikan hanya ditujukan untuk meraih tujuan materi, yakni agar mendapat ijazah sebagai syarat mendapatkan pekerjaan dan mendapatkan ilmu terapan dan spesifikasi skill serta pelatihan di bidang ilmu yang dipelajari. Yang semuanya akan menjadi pembekalan lahan bisnis atau menunjang pekerjaan yang akan menjadi mata pencaharian generasi muda dan masyarakat. Tanpa mengutamakan dan menonjolkan pendidikan agama (Islam) mereka yang akan menjadi pondasi dan dasar akidah, ibadah, dan akhlak mereka.
Sehingga seharusnya pendidikan sainstek mereka balance dengan pendidikan agama sehingga ini pun akan membentuk karakter masyarakat yang baik yang tidak tergerus bobroknya sistem kehidupan yang rusak dan buruknya pergaulan saat ini yang sudah dirusak oleh ide liberalisme (kebebasan) dan life style, westernisasi yang ada saat ini.
Belum lagi penguasa ketika akan menyelesaikan permasalahan pendidikan mahal ini selalu menjadi regulator kebijakan dan undang-undang yang memfasilitasi kepentingan kaum Kapitalis di bidang pendidikan. Bukan membela kepentingan masyarakat kecil. Miris!
Sehingga penting adanya perubahan sistem pendidikan saat ini yang disesuaikan dengan sistem pendidikan Islam yang terbukti selama 13 abad lamanya berhasil dan mampu membangun peradaban manusia yang agung dan mulia, yakni:
Pertama, asas dan kurikulum serta program pendidikan harus distandarkan kepada syari'at Islam agar semua ilmu pengetahuan, dan teknologi maupun tsaqofah yang dikaji tetap berada dalam koridor sesuai khukum syara'.
Kedua, ujuan pendidikan hanya untuk membentuk output siswa dan pelajar kepribadian Islam (baik dari akliyyah dan nafsiyahnya) bukan hanya sekedar mendapatkan selembar kertas ijazah dan keahlian sebagai modal kerja.
Ketiga, metode dan strategi pengajarannya bukan hanya sekadar untuk ta'lim dan tranfer ilmu untuk mengejar kepuasan intelektual saja, tapi untuk tasqif (pembinaan) sehingga berdampak pada kualitas pembentukan individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual tapi mulia dalam akhlak dan perbuatan. Demikianpun para praktisi pendidikan pun (para guru/dosen) adalah orang-orang yang telah memiliki Syakhsiyah Islam sehingga layak untuk ditiru dan diteladani oleh para siswa dan pelajarnya.
Keempat, negara wajib menjamin sarana dan prasarana pendidikan sehingga pendidikan ini yang dalam Islam merupakan bagian hak seluruh warga negara dan kebutuhan pokok (yang dalam kapitalisme dipandang sebagai kebutuhan sekunder atau tertier) akan dinikmati dan didapatkan oleh semua elemen masyarakat, baik dari golongan kelas ekonomi, bawah, menengah dan atas; baik muslim maupun non muslim (kafir dzimmi) dengan mudah, murah, berkualitas bahkan gratis tanpa ada batasan syarat dan ketentuan harus berprestasi atau tidak.
Maka alokasi dana pos pendidikan dalam Baitul Mal Islam telah jelas diambil dari pos fa'i dan kharaj yakni khumus dalam ghanimah tadi; kemudian pos kepemilikan umum dari SDA (barang tambang emas, timah, migas, hutan, laut,dll) dan Aset BUMN negara yang sebesar-sebesarnya untuk kemaslahatan rakyat khususnya kesejahteraan pembiayaan hidup. pendidikan, dan kesejahteraan praktisi pendidikannya pun (para guru/dosen) terpenuhi.
Tidak seperti sekarang meskipun beasiswa dan subsidi pendidikan itu diurus dan difasilitasi oleh negara, tapi laba-rugi tetap nomor satu dan menjadi pertimbangan penguasa. Seharusnya jika bupati, atau para penguasa kita berkehendak meningkatkan taraf pendidikan masyarakat maju, jangan sampai hanya menyasar anak yang berprestasi saja, karena bagaimana nasib dan masa depan anak-anak yang memiliki keterbatasan ekonomi lainnya? (https://www.detik.com/jabar/berita/d-7434569/cerita-b)
Padahal seluruh generasi anak bangsa berhak mendapatkan pendidikan layak hingga perguruan tinggi. Dan bukan beasiswa, tapi pendidikan murah bahkan gratis dalam semua level dengan kualitas yang handal. Jika masih pilih-pilih, harapan bonus demografi akan menjadi Indonesia emas 2045 hanya menjadi mimpi dan angan-angan kosong saja.
Namun sayang, apakah sistem pendidikan Islam saat ini masih bisa diterapkan dalam sistem ekonomi dan pemerintahan demokrasi-kapitalis saat ini? Tentu saja tidak, perubahan ini harus total dan menyeluruh karna semuanya terkait dan saling mempengaruhi kebijakan penguasa.
Dan pendidikan berbasis sistem Islam hanya bisa diterapkan dalam Sistem KeKhilafahan Islamiyyah yang murni hanya akan menerapkan hukum Allah demi kemaslahatan manusia (kaum muslimin), bukan sistem demokrasi yang sarat kepentingan oligarkhi dan kepentingan korporat. Semoga Allah segera memberikan jalan keluar dan pertolongan-Nya kepada kita semua untuk kembali menegakkan kembali institusi khil4f4h Islam untuk kemaslahatan dan kemuliaan kaum muslimin. Aamiin ya Allah. Wallahua'lam bish showwab
Via
Opini
Posting Komentar