Opini
Subsidi LPG Jadi BLT, Bukan Solusi
Oleh: Susi Ummu Humay
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengungkapkan di dalam setiap tabung LPG 3 kg, ada subsidi pemerintah Rp33 ribu. Jadi apabila harganya sekarang adalah Rp20 ribu, berarti harga asli atau harga keekonomiannya Rp53 ribu. Maka harga gas LPG 3 kg akan naik tinggi jika dipasarkan tanpa subsidi dari pemerintah.
Eddy menyarankan pemerintah melaksanakan pembatasan penjualan LPG 3 kg. Dan berharap pemerintah bisa mendetilkan siapa saja yang berhak mendapatkan LPG bersubsidi. Selain itu subsidi yang diberikan pemerintah melalui produk juga bisa dialihkan langsung kepada masyarakat yang berhak secara tunai.
Sebelumnya, pemerintah menargetkan subsidi dan kompensasi energi dapat terpangkas Rp671 triliun pada tahun 2025. Hal ini akan tercapai jika transformasi subsidi dan kompensasi energi bisa dijalankan dalam jangka pendek atau tahun depan.
Mulai dari pengendalian subsidi LPG 3 kilogram (kg), penerapan tarif adjustment untuk pelanggan listrik non subsidi golongan rumah tangga kaya (3.500 VA ke atas) dan golongan pemerintah, serta pengendalian subsidi dan kompensasi atas BBM Solar dan Pertalite.(21/07/2024) Dilansir dari CNBC Indonesia.
Pemerintah berusaha menyelesaikan masalah ini, tetapi tampaknya upaya itu tidak berhasil karena solusi yang dipilih memang sebatas tambal sulam.
Subsidi dalam bentuk BLT dianggap solusi agar subsidi tepat sasaran sehingga mengurangi beban anggaran negara. Padahal perubahan ini berpotensi menimbulkan masalah baru, seperti naiknya harga barang, turunnya daya beli serta potensi korupsi.
Kita dapat memahami bahwa upaya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan rakyat bukan berdasar untuk memudahkan rakyat. Alasan yang sebenarnya adalah hitung-hitungan untung rugi dan pemberian subsidi sekecil mungkin.
Sistem kapitalisme yang diadopsi negara ini menjadikan peran negara sebatas regulator. Pemerintah bertugas membuat regulasi agar kebijakan bisa berjalan. Untuk kepentingan oligarki bukan untuk dinikmati seluruh rakyat. Bahkan, pemerintah menjadi fasilitator dengan menfasilitasi para investor mengelola SDA minyak bumi dan gas.
Akhirnya, minyak bumi dan gas banyak yang dikuasai asing. Sedangkan negara harus mengimpor bahan bakar dari luar untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Kalaupun ada hasil minyak dan gas dari dalam negeri, jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan seluruh rakyat.
Meski negeri ini memiliki sendiri kekayaan migas, namun rakyat tak bisa menikmati pemanfaatannya dengan murah bahkan gratis.
Islam memiliki pandangan khusus mengenai LPG. LPG merupakan bagian dari hasil pengelolaan minyak bumi sehingga LPG termasuk kekayaan milik umum. Dalam Islam, komoditas yang masuk pada kekayaan milik umum haram dimiliki individu atau negara.
Rasulullah saw, bersabda:
"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Hadis tersebut menunjukkan bahwa SDA (rumput, air, dan api) adalah harta milik umum. Haram diprivatisasi, apalagi membiarkan asing mengelolanya. Negara wajib mengelola sendiri dan hasilnya untuk kepentingan rakyat. Negara tidak boleh mengambil untung atas pengelolaan itu. Jadi, hasil pengelolaan SDA, termasuk LPG, akan diberikan gratis kepada rakyat atau negara akan menjual dengan harga murah sebagai ganti biaya produksi. Wallahu a'lam bish-shawwab
Via
Opini
Posting Komentar