Opini
Wakil Rakyat Terjerat Judi Online, Bukti Sistem Gagal dan Abai Terhadap Rakyat
Oleh: Leihana
(Ibu Pemerhati Umat)
TanahRibathMedia.Com—Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin yang dicintai rakyat dan mencintai rakyatnya. Gambaran indah tersebut tersemat dalam sebuah hadis Nabi riwayat Imam Muslim. Namun, dalam realitas sistem demokrasi para pemimpin dan wakil rakyat yang dipilih langsung oleh rakyat justru diduga lebih banyak mengkhianati rakyat.
Salah satunya skandal buruk yang melibatkan para wakil rakyat yang duduk di kursi dewan perwakilan rakyat. Mereka seharusnya sibuk memperjuangkan kepentingan rakyat, justru lebih fokus memperkaya diri bahkan dengan cara haram seperti judi online.
Skandal tersebut tidak hanya dilakukan sebagian kecil anggota DPR RI, sebagaimana temuan yang dirilis oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengungkap ada seribu orang lebih anggota DPR dan DPRD yang terlibat judi online. Mencapai 63 ribu transaksi dengan nilai deposit antara ratusan juta hingga Rp25 miliar per transaksi (kompas.com, 28-06-2024).
Hasil temuan PPATK tersebut juga akan ditindaklanjuti oleh Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Ivan Yustiavandana dengan melaporkannya ke Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) karena telah menodai citra dan etika aparatur negara (tirto.id, 27-06-2024).
Wakil Presiden Ma'ruf Amin pun menanggapi temuan tersebut sebagai alarm bahaya yang menjadi penyakit sosial masyarakat yang harus segera diselesaikan. Ternyata temuan PPATK tersebut juga merilis yang terlibat judi online bukan hanya dari kalangan legislatif, tetapi juga dilakukan oleh kalangan profesi lain seperti pejabat daerah, pensiunan, profesional lainnya, dokter, wartawan, hingga notaris. (pikiran-rakyat.com, 26 -06-2024).
Wakil rakyat yang lebih fokus pada transaksi haram judi online daripada kondisi rakyat mencerminkan buruknya perangai mereka. Baik itu dilatarbelakangi oleh ketakwaan individu yang minim, juga kondisi lingkungan dari sistem yang ada mendukung dan membiarkan para pemimpin dan wakil rakyat berbuat semaunya tanpa mengindahkan halal dan haram.
Nyata, adanya kelemahan integritas, tidak amanah, kredibilitas rendah pada sosok wakil rakyat tersebut, menggambarkan keserakahan akibat kapitalisme. Besarnya gaji dan tunjangan mereka tidak meredakan kehausan mereka akan harta.
Adapun tugas utama wakil rakyat yang seharusnya menyuarakan aspirasi dan kepentingan rakyat kepada pejabat berkuasa menjadi terabaikan. Realitasnya anggota dewan justru saat ini lebih banyak melegalisasikan kepentingan penguasa dan oligarki tidak berpihak pada rakyat banyak. Hal ini juga menggambarkan adanya perekrutan yang bermasalah karena tidak mengutamakan kredibilitas dan representasi masyarakat.
Berbanding terbalik dengan Islam. Sistem Islam memiliki lembaga majelis umat yakni sebuah wadah representasi umat. Memiliki peranan penting dalam menjaga penerapan hukum syariat Islam oleh pejabat negara dan menyalurkan aspirasi rakyat. Islam pun mampu mencetak individu anggota majelis umat yang amanah, bertanggung jawab, dan peduli dengan kondisi masyarakat.
Sehingga untuk mewujudkan pemimpin, aparat negara, dan wakil rakyat yang bersih juga memprioritaskan kepentingan umat daripada memperkaya diri. Tidak ada solusi lain selain menerapkan kembali syariat Islam secara kafah dalam sebuah institusi negara Khil4f4h sebagaimana yang telah dicontohkan para sahabat Rasul dan para tabi'in.
Meskipun majelis umat sendiri memiliki makna dan peran yang jauh berbeda dengan dewan perwakilan rakyat. Namun, keduanya merupakan representatif umat untuk menyuarakan aspirasi dan kepentingan rakyat. Hal yang membedakannya jelas adalah sistem yang dijalankan kedua lembaga tersebut dan fungsinya.
DPR di sistem demokrasi memiliki fungsi salah satunya untuk melegislasi hukum seperti perundang-undangan, sedangkan majelis umat di sistem Islam tentu tidak memiliki fungsi melegislasi hukum yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sebab, yang memiliki kewenangan melegislasi hukum dalam sistem syariat Islam hanyalah Allah Swt. sebagai pemilik kedaulatan.
Sehingga majelis umat hanya bertugas menyuarakan aspirasi rakyat dan menjadi wakil rakyat untuk melakukan muhasabah (koreksi) terhadap pemerintah yang sedang berkuasa yaitu khalifah, mua'wwin, dan para walinya. Majelis umat tersebut ditunjuk dari anggota masyarakat yang menjadi representasi rakyat, dipilih bukan berdasarkan kekayaan dan gegap gempita kampanye mereka.
Jika rakyat mayoritas adalah para petani, nelayan, atau rakyat kecil maka wakil rakyatnya pun tokoh dari kalangan mereka. Bukan orang yang terkaya dan berpihak pada para pemilik modal seperti di sistem kapitalisme demokrasi. Maka, gambaran indah dari hadis Nabi bahwa figur pemimpin terbaik adalah yang mencintai rakyatnya dan dicintai rakyatnya akan terwujud nyata. Wallahualam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar