Opini
Banjir Barang Murah China Semakin Mematikan Industri Dalam Negeri
Oleh: Siti Aisyah
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Produk manufaktur China terus menggempur pasar domestik RI. Belakangan yang mencuat di antaranya tekstil hingga keramik. Manufaktur adalah proses mengubah bahan mentah menjadi barang jadi dalam skala besar dengan menjual barang-barang dasar ke produsen untuk produksi barang semisal mobil, handphone, atau peralatan rumah tangga.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengatakan, kondisi ini membuat industri tekstil dan produk tekstil (TPT) lebih tertekan dibandingkan industri sepatu (alas kaki). Apalagi industri TPT nasional banyak didominasi perusahaan dengan modal terbatas.
"Serbuan produk impor ini sudah puluhan tahun kami serukan. Dan agar impor ilegal diberantas. Maraknya perjanjian perdagangan dan sejenisnya itu membuat serbuan impor semakin bebas. Akibatnya mematikan produsen dalam negeri", kata Ristadi kepada CNBC (10-6-2023).
Banjir produk impor asal China hingga menyulitkan pelaku usaha dalam negeri yang akhirnya mendapat reaksi dari pemerintah. Kementerian Perdagangan pun melempar usulan akan mengenakan bea masuk dengan besaran hingga 200% terhadap produk impor asal negara Tirai Bambu untuk melindungi industri dalam negeri.
Perjanjian dagang yang terbentuk pada tahun 2012 silam antara Indonesia dengan China yang dikenal dengan China Asean Free Trade Area (CAFTA). Perjanjian ini hanya menguntungkan salah satu pihak yaitu negara China akibat dari sistem perdagangan liberalisme dalam sistem Sekularisme-Kapitalisme.
Peraturan yang berlaku harusnya untuk kepentingan masyarakat bukan untung kepentingan asing Aseng penjajah, sebagaimana Sabda Rasulullah saw.,
الإِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ…َسْئُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).
Aktivitas perdagangan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh agama yang nantinya bernilai ibadah, artinya dalam perdagangan selain mendapatkan keuntungan materil sekaligus bisa mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Usaha perdagangan yang Islami pasti berbeda dengan praktek-praktek perdagangan yang tidak Islami karena mempunyai tujuan falah (keuntungan dunia, akhirat). Maka di dalamnya tidak mengenal istilah zero zum game dalam pengertian keuntungan diperoleh atas kerugian orang lain.
Adapun peraturan perdagangan Internasional dalam Islam di antaranya:
Pertama, tidak diperbolehkan barang/jasa yang diimpor memiliki unsur yang diharamkan dalam Islam.
Kedua, perjanjian yang dilakukan dalam kegiatan impor harus sesuai dengan syariat Islam.
Ketiga, tidak dibenarkan mengimpor barang/jasa yang dapat membahayakan masyarakat.
Semua peraturan di atas bukanlah sebagai penghalang atau pembatas dalam melakukan kegiatan perdagangan antar negara melainkan untuk menjaga perdamaian masyarakat, menjamin keselamatan dan keamanan setiap individunya. Wallahu'alam
Via
Opini
Posting Komentar