Reportase
Barang Tambang Serupa Rikaz Bukan Ghanimah
TanahRibathMedia.Com—Kritik terhadap kebijakan pemerintah dalam pengelolaan lahan tambang yang akan diserahkan kepada organisasi masyarakat (Ormas) keagamaan tertentu, kembali mendapat sorotan dari berbagai kalangan.
Sebagaimana diketahui, melalui Izin Usaha Pertambangan (IUP), beberapa Ormas keagamaan seperti NU, Muhammadiyah dan Persis telah menyatakan sikapnya untuk menerima. Namun, faktanya masih banyak kalangan tertentu yang menolaknya dengan berbagai alasan.
Adanya pro-kontra permasalahan tambang tersebut menjadi topik hangat dalam acara diskusi bulanan "Open House" yang kembali digelar oleh Majelis Tsaqafi, Ahad (11-8-2024) di Bendungan Rentang, Jatitujuh, Majalengka.
Menurut pembicara yang hadir, Dr.H. Nurhilal Ahmad, M.Si, beliau adalah Cendekiawan Muslim Majalengka, ketika menanggapi pertanyaan peserta diskusi tentang persoalan tambang tersebut, menarik untuk disimak. Terlebih lagi, ada tokoh ulama yang menyebutkan barang tambang tersebut serupa dengan ghanimah dari pemerintah.
Tentunya, hal ini sangat keliru karena barang tambang yang diberikan pemerintah tidak diperoleh dari hasil perang, "Istilah ghanimah secara syariat adalah harta rampasan perang," lanjut Ustaz Nurhilal.
Oleh karena itu, menyamakan tambang dengan ghanimah adalah pandangan yang keliru. Ia menjelaskan bahwa barang tambang lebih tepat dikategorikan sebagai rikaz, yang aturan hukumnya telah diatur dalam syariat Islam. Rikaz adalah harta karun atau barang temuan yang terpendam di dalam tanah, baik berupa barang peninggalan kuno yang memiliki nilai harga tinggi, maupun hasil tambang.
Ketentuan Rikaz
"Adapun mengenai rikaz, menurut syariat Islam adalah barang temuan yang tidak bisa diambil seenaknya oleh individu atau kelompok, tetapi harus diketahui dulu tentang kedudukan dan komposisinya. Jika barang temuan tersebut sangat berharga akan dikenai khumus sebesar 20 persen (seperlima)," jelas Ustaz Nurhilal.
Sementara itu, kekayaan alam lainnya yang menguasai hajat hidup orang banyak, sebagaimana hadis Rasulullah saw. yang menjelaskan tentang kaum muslim berserikat dalam tiga sumber daya alam, seperti air, api, dan padang gembalaan (vegetasi). Adapun berkaitan dengan harta yang menguasai kepemilikan publik, berlaku sebuah kaidah umum (kaidah kulliyah),
كل ما كان من مرافق الجماعة كان ملكية عامة
"Setiap apa yang keberadaannya dibutuhkan publik, maka ia adalah kepemilikan umum”.
Dengan demikian, pengelolaan tambang oleh ormas keagamaan tersebut tanpa melibatkan negara dan tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat secara luas dianggap melanggar prinsip-prinsip keadilan dan kemaslahatan yang diatur dalam syariat Islam.
Pernyataan Ustaz Nurhilal ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pemerintah dan masyarakat dalam mengelola sumber daya alam yang seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat, bukan kelompok tertentu dan bila dipaksakan akan menjadi bentuk kezaliman penguasa terhadap rakyatnya. Wallahu'alam bish Shawwab.[] Maman El Hakiem
Via
Reportase
Posting Komentar