Opini
Buzzer Bergerak, Islam Bertindak
Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
TanahRibathMedia.Com—Beberapa waktu lalu, Indonesia dihebohkan oleh gambar garuda berlatar biru bertuliskan "Peringatan Darurat". Seperti diketahui, peringatan ini disampaikan oleh sebagian besar akun di media sosial untuk menggambarkan keadaan politik lo planet pertama👍 p0 loop please🙏 lo ppl to L0LLLP 🏹🏹🏹 Indonesia yang tengah sakit.
Namun, tidak berselang lama, viral juga garuda biru bertuliskan "Indonesia Baik-baik Saja". Setelah diselidiki, unggahan ini ternyata merupakan ulah buzzer alias pendengung, yang dikerahkan oleh pihak tertentu. Setiap unggahan yang diposting di instagram mendapat imbalan sebesar Rp10 juta. Sedangkan postingan di TikTok mendapat imbalan Rp15 juta. Sehingga jika memposting di kedua platform tersebut, otomatis mendapatkan Rp25 juta (suara.com, 23-8-2024).
Pencitraan dalam Demokrasi
Penelusuran di media sosial pun menemukan ada beberapa akun yang memasang postingan "Indonesia Baik-Baik Saja". Salah satunya milik Wasekjen Gerindra, Kawendra Lukistian. Tidak berselang lama, gelombang kritik pun membahana di jagat maya.
Fenomena ini pun ditanggapi Boediono, mantan Wakil Presiden. Berbagai pengalaman Boediono menyebutkan bahwa keadaan Indonesia selalu tidak baik-baik saja (katadata.co.id, 23-8-2024). Apalagi belakangan ini, keadaan Indonesia makin memanas. Berbagai akrobatik politik dan manuver-manuvernya mewarnai perjalanan sistem. Setiap kebijakan yang ada, selalu didominasi kepentingan penguasa dan oligarki. Sementara rakyat hanya bisa gigit jari. Dari waktu ke waktu semakin tampak kecacatannya.
Saat ini negara sama sekali tidak memiliki kapabilitas untuk fokus pada solusi yang dihadapi masyarakat. Persoalan masyarakat di berbagai lini justru ditutupi dengan berbagai alibi yang tidak membuahkan solusi. Wajar saja, keadaan saat ini makin rusak.
Tagar "Indonesia Baik-Baik Saja" berkebalikan dengan kondisi real yang kini tengah terjadi. Inilah bentuk pencitraan dengan mengerahkan buzzer. Buzzer dibiarkan membanjiri media sosial dengan harapan mampu mengubah opini umum yang tengah membakar amarah publik terhadap kinerja pemerintah. Parahnya lagi, iming-iming bayaran tinggi di setiap postingan buzzer membuat masyarakat "ngiler". Di tengah ekonomi yang serba menghimpit, pekerjaan sulit, materi yang ditawarkan pun diambil begitu saja tanpa memikirkan dampak sosial yang akan terjadi.
Fenomena ini pun menggambarkan sebagian besar masyarakat tidak memahami persoalan mendasar yang kini dihadapi seluruh masyarakat. Pemahaman dan kesadaran politik umat yang rendah pun memberikan andil terkait rusaknya kehidupan politik dan sosial yang kini terjadi. Akibatnya masyarakat mudah tertipu dengan propaganda yang diaruskan buzzer.
Inilah gambaran rusaknya sistem yang disandarkan pada sekularisme kapitalistik. Pandangan yang memfokuskan pada pemisahan nilai dan aturan agama dari kehidupan. Tidak ada standar benar salah dan halal haram yang jelas. Semua konsep diterjang demi keuntungan materi yang terus dicari. Alhasil, masyarakat kian rendah pola berpikirnya. Wajar saja, saat perbuatan umat kian jauh dari esensi kebangkitan. Jauh dari misi dan visi perubahan yang mampu menjanjikan harapan.
Islam dan Citra Positifnya
Umat mestinya memiliki pemahaman bahwa negara dan pemimpin adalah pengurus sekaligus pelayan bagi setiap kepentingan umat.
Rasulullah saw. bersabda, "Imam (Khalifah) adalah ra'in (pengurus hajat hidup orang banyak) dan ia bertanggung jawab pada seluruh kebutuhan rakyat.” (HR Muslim dan Ahmad)
Untuk mencapai pemahaman umat yang cerdas dibutuhkan pembinaan bagi setiap individu agar mampu berpikir cemerlang dan mendalam. Terutama berpikir politis dalam setiap fenomena yang terjadi di hadapan umat. Dan inilah tugas kelompok dakwah Islam ideologis yang mampu mencerdaskan umat secara bertahap dan revolusioner. Tahap pembinaan, kemudian tahap berinteraksi dengan umat dan tahapan thalabun nushrah, menjadi strategi yang diterapkan untuk membangun kebangkitan berpikir umat. Inilah metode yang diajarkan Rasulullah saw. untuk memposisikan umat sebagai garda utama kekuatan. Dengan demikian akan terpola dan terbentuk cara berpikir cermat demi menggapai perubahan hakiki.
Selain pembinaan kelompok dakwah ideologis, sistem Islam pun memiliki kurikulum pendidikan yang khas untuk mendorong aktivitas amar makruf nahi mungkar. Inilah pendidikan berbasis akidah Islam. Pendidikan yang tidak melulu menyoroti nilai secara kuantitatif. Namun sisi kualitatif lebih diutamakan daripada kuantitatif. Artinya akidah Islam akan mencetak individu yang berkepribadian Islam. Umat mampu menempatkan konsep halal dan haram sesuai kaidah syarak. Dengan demikian kendali sosial akan berjalan efektif demi mencapai cita-cita perubahan sejati.
Paradigma tersebut hanya mampu terwujud dalam sistem Islam berwadahkan khilafah. Satu-satunya institusi yang menerapkan syariat Islam yang utuh dan menyeluruh. Dengan konsep Islam, negara tidak membutuhkan buzzer untuk pencitraan. Karena negara telah menduduki posisi mulia yang melayani umat sepenuh hati sebagai bentuk ketundukan pada aturan Ilahi. Wallahu'alam bisshowwab.
Via
Opini
Posting Komentar