Opini
Data Nasional Diretas, Lalainya Pemerintah Menjaga Hak Rakyat
Oleh: Najwa Nazahah
(Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok)
TanahRibathMedia.Com—Peretas Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) berhasil menyusup ke sistem setelah Windows Defender fitur keamanan berbasis Windows ini mulai mengalami gangguan sejak 17 Juni 2024. Serangan berjenis ransomware ini mengakibatkan total 210 layanan yang menggunakan PDNS mengalami gangguan dan kehilangan data yang berujung permintaan tebusan oleh peretas.
Pakar keamanan cyber, Alfons Tanujaya mengaku heran dengan pernyataan Badan Keamanan Siber Negara (BSSN) terkait serangan yang diawali dengan penonaktifan Windows Defender. Alfon mengatakan pada Jumat (28-6-2024), sekelas PDNS seharusnya bukan hanya diproteksi Windows Defender saja. Performa Windows Defender terbilang basis dan bahkan tidak ditambah fitur antivirus/proteksi tambahan lain seperti firewall atau siskepix. Keheranan juga makin bertambah dengan sikap pasrah pemerintah atas hilangnya data-data tersebut.
Peristiwa ini menunjukkan betapa sangat lalainya pemerintah dalam menjaga hak rakyat. Pemrosesan data pemerintah yang bersifat sangat penting yang seharusnya dijaga maksimal dan bukan dijaga dengan penjagaan gratisan, dilakukan dengan tidak profesional dan tidak kompeten. Hal ini juga dikritik Kepala BSSN, Hinsa Siburian, bahwasannya data pada PDSN selayaknya memiliki cadangan menyeluruh yang sesuai dengan prosedur sistem pemerintahan berbasis elektronik.
Jika dilihat, kasus ini adalah kebodohan nasional mengingat Indonesia terus mengalami serangan data namun tidak iringi langkah komprehensif untuk mencegahnya. Parahnya lagi, pemerintah alih-alih meminta maaf justru mengucapkan syukur karena yang meretas bukan negara melainkan nonstate actor dengan motif ekonomi. Sikap penguasa yang demikian menunjukkan negara ini diatur dengan sistem yang tidak sepenuh hati melayani rakyat.
Rakyat melalui kasus ini semestinya sadar, kita berada di bawah sistem yang tidak sepenuhnya melayani rakyat. Inilah wajah sistem kapitalis yang menghargai rakyatnya dihitung berdasarkan untung dan rugi. Sehingga wajar jika sekelas PDNS menggunakan software gratis untuk melindungi data digital negara. Padahal di sisi lain, warga negara terus-menerus dikenai pajak atas nama pemenuhan kebutuhan nasional.
Sungguh ironis nasib masyarakat negara-negara kapitalis jauh berbeda dengan nasib para penguasa yang terbentuk dalam sistem Islam, yakni Daulah Islam. Para penguasa juga mempunyai semangat melindungi sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’Azza wa Jalla dan berlaku adil, maka dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).
Daulah Islam akan optimal dalam menjaga urusan dan hak rakyat termasuk data-data kenegaraan. Optimal, tidak hanya bermaksud menyusun kebijakan, namun juga melakukan pencegahan terhadap kemungkinan penyalahgunaan data. Daulah Islam memberikan perlindungan yang memadai terhadap data digital dalam sistemnya untuk memastikan bahwa data tersebut tidak disalahgunakan oleh individu atau negara.
Selain itu, seperti halnya Daulah Islam yang tidak menggunakan program antivirus dasar yang gratis seperti di negara-negara kapitalis saat ini. Negara Islam seperti upaya negara lainnya, akan berusaha menciptakan antivirus yang canggih. Tentu hal ini diperlukan tenaga ahli. Melalui sistem pendidikan Islam sejalan dengan tujuannya, akan menghasilkan peneliti-peneliti yang unggul. Hal ini juga diselaraskan dengan penggajian atau kompensasi yang sesuai agar dapat menjalankan pekerjaannya secara maksimal. Amanat mereka, pendanaan segala hal mulai dari riset pembangunan infrastruktur hingga gaji pegawai selalu membutuhkan anggaran yang besar.
Hal ini akan mungkin karena Daulah Islam memiliki anggaran yang kuat yakni sistem keuangan nasional atau baitul maal (yang terdiri atas fa’i dan kharaj, kepemilikan umum dan sedekah). Sistem keuangan ini dijaga dan tidak memberikan celah korupsi seperti kasus-kasus pada negara kapitalisme.
Dengan biaya yang diambil dari baitul maal, Daulah Islam bisa memiliki sistem yang mengatur dan melindungi data-data digital milik negara baik preventif/pencegahan maupun represif (tindakan pengendalian sosial yang dilakukan setelah terjadinya suatu pelanggaran atau juga peristiwa buruk).
Via
Opini
Posting Komentar