Opini
Demokrasi dan Kekuasaan: Antara Tujuan Politik dan Amanah dalam Islam
Oleh: Endah Dwianti, S.E., CA., M.Ak.
(Pengusaha)
TanahRibathMedia.Com—Pilkada serentak yang akan digelar pada tahun 2024 mendatang makin menampakkan wajah asli demokrasi di Indonesia. Sistem ini, yang konon katanya menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan dan kedaulatan rakyat, justru lebih sering menampilkan kenyataan yang bertolak belakang.
Demokrasi yang diklaim sebagai sistem terbaik, nyatanya tak lepas dari praktik-praktik yang merusak nilai-nilai moral dan keadilan. Tak sedikit pula pengamat yang menyoroti dinamika pilkada sebagai ajang pertarungan kekuasaan yang penuh intrik, tipu daya, dan bahkan pengkhianatan.
Kekuasaan dan Demokrasi: Sebuah Tujuan atau Alat?
Dalam sistem demokrasi, kekuasaan menjadi tujuan utama. Segala macam cara akan ditempuh demi meraih kekuasaan, bahkan bisa menghalalkan segala cara demi kemenangan. Idealisme sering kali terabaikan, tergantikan oleh kepentingan pragmatis untuk menang.
Seperti yang diungkapkan oleh Adi Prayitno, seorang pengamat politik, menurutnya berbohong dan ingkar janji dianggap sebagai hal yang lumrah dalam pertarungan politik (Liputan6.com, 28-07-2024).
Koalisi politik dibentuk dengan pertimbangan peluang kemenangan, meski berbeda ideologi atau pandangan politik pada masa lalu. Figur yang dipilih untuk maju dalam kontestasi politik sering kali dipertimbangkan berdasarkan popularitas dan elektabilitas, bukan pada kapabilitas apalagi integritas. Akibatnya, politik uang menjadi sesuatu yang dianggap biasa dan bahkan menjadi kebutuhan dalam sistem demokrasi.
Menurut artikel dari tirto id (2-08-2024), pilkada lebih banyak didominasi oleh konsensus elite politik, sementara rakyat hanya mendapatkan ampasnya. Ini menunjukkan bagaimana demokrasi kerap menjadi panggung bagi kepentingan segelintir elite, bukan kepentingan rakyat banyak. Partai politik dan kandidat lebih fokus pada strategi menang-menangan ketimbang memperjuangkan aspirasi dan kesejahteraan rakyat.
Perspektif Islam tentang Kekuasaan dan Amanah
Dalam Islam, kekuasaan dipandang sebagai amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Kekuasaan bukanlah tujuan, melainkan alat untuk menegakkan keadilan dan menjalankan hukum Allah.
Islam menetapkan bahwa kekuasaan harus dipegang oleh mereka yang memiliki kapabilitas dan integritas karena penguasa akan menjadi pengurus rakyat yang bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Seorang pemimpin dalam Islam juga harus mampu menyelesaikan berbagai problem kehidupan berdasarkan syariat Islam. Pandangan ini sangat kontras dengan praktik politik dalam sistem demokrasi, di mana kekuasaan sering kali menjadi tujuan akhir.
Di dalam demokrasi, kapabilitas dan integritas sering kali dikesampingkan demi kemenangan politik. Hal ini tentu saja bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam yang mengedepankan keadilan, amanah, dan tanggung jawab.
Konsekuensi Demokrasi yang Bertentangan dengan Nilai Islam
Konsekuensi dari sistem demokrasi yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam sangatlah nyata. Dalam praktiknya, demokrasi sering kali menjadi alat bagi segelintir elite untuk mempertahankan kekuasaan dan kepentingannya, sementara rakyat hanya menjadi objek penderita dari keputusan-keputusan politik yang tidak adil.
Politik uang, korupsi, dan pengkhianatan terhadap amanah adalah beberapa dampak buruk yang tidak terhindarkan dari sistem demokrasi ini. Sebaliknya, Islam menempatkan kekuasaan sebagai sarana untuk menegakkan syariat dan menjaga kemaslahatan umat.
Pemimpin dalam Islam tidak hanya dituntut untuk memiliki kemampuan dalam mengurus negara. Namun, juga harus memiliki keimanan yang kuat, sehingga ia dapat menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab di hadapan Allah Swt.
Pilkada yang akan datang, sekali lagi, menegaskan betapa karut-marutnya sistem demokrasi dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam sistem ini, kekuasaan menjadi tujuan utama, sehingga segala macam cara, termasuk yang bertentangan dengan moral dan etika, dianggap sah.
Koalisi politik dibangun atas dasar kepentingan pragmatis semata, sementara kapabilitas dan integritas sering kali diabaikan. Dari perspektif Islam, kekuasaan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Pemimpin dalam Islam adalah pelayan rakyat yang bertugas menegakkan syariat dan menjaga kesejahteraan umat.
Oleh karena itu, perlu ada refleksi mendalam bagi umat Islam untuk mengevaluasi sistem politik yang ada dan memperjuangkan sistem yang lebih sesuai dengan nilai-nilai Islam agar tercipta masyarakat yang adil, sejahtera, dan diridai oleh Allah Swt. Wallahualam bissawab
Via
Opini
Posting Komentar