Opini
Gempuran Produk Cina Melanda, Di mana Perlindungan Negara?
Oleh: Ummu Nabilah
(Aktivis Muslimah Gresik)
TanahRibathMedia.Com—Indonesia menjadi pangsa pasar yang menjanjikan terutama dalam tren mode. Hal ini yang mengakibatkan Indonesia digempur oleh berbagai produk impor, termasuk impor pakaian ilegal Cina. Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan membentuk satuan tugas (satgas) untuk memberantas impor ilegal. "Hati-hati yang ilegal, yang dagang barang impor nggak jelas hati-hati. Minggu-minggu ini kita akan terjang semua," katanya di kantor Kementerian Perdagangan (cnnindonesia.com,17-7-2024).
Pembentukan satgas ini didasari oleh desakan berbagai pihak industri tekstil dalam negeri yang saat ini lesu. Salah satunya yaitu persaingan harga dengan produk impor Cina yang lebih murah. Dalam hasil temuan di Jakarta Pusat, yakni Pusat Grosir Tanah Abang. Pakaian anak tanpa label SNI (Standar Nasional Indonesia) dan bermerek Cina telah merambahi pasaran. Dengan harga murah dan model yang menggemaskan untuk anak, menjadi persaingan produk dalam negeri. Padahal jika di telisik lagi, kualitasnya jauh lebih rendah dibanding produk dalam negeri. Misalnya, bahan yang tidak menyerap keringat dan jahitan yang renggang sehingga tidak bisa awet. Rendahnya kualitas harus menjadi pertimbangan untuk konsumen, terutama tidak adanya label SNI.
Pakaian anak dan pakaian bayi, tergolong produk yang harus memenuhi SNI Wajib, yaitu SNI yang telah direvisi dan diamandemen dengan SNI 7617:2013. SNI ini mengatur persyaratan zat warna azo, kadar formaldehida dan kadar logam terekstraksi pada kain. Serta SNI 7617:2013/Amd1:2014, memuat persyaratan zat warna azo, kadar formaldehida dan kadar logam terekstraksi pada kain. Produk tekstil ini diwajibkan mengantongi Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI. Dengan begitu, baru dapat menggunakan label SNI Wajib pada produknya. Ketentuan ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No 7/2014 tentang Pemberlakuan SNI Persyaratan Zat Warna Azo, Kadar Formaldehida dan Kadar Logam Terekstraksi pada Kain untuk Pakaian Bayi secara Wajib.
Berbagai cara dilakukan untuk menghentikan laju impor produk tekstil dari Cina, termasuk menghanguskan pakaian ilegal dari Cina yang sudah dilakukan oleh bea cukai Jawa Timur. Nampaknya hal ini tidak mengurangi jumlah impor ilegal Cina yang masuk ke berbagai wilayah Indonesia. Upaya pemerintah selama ini tidaklah cukup atau dinilai gagal dalam melindungi industri tekstil dalam negeri. Pemerintah seharusnya lebih mementingkan keberlangsungan industri dalam negeri. Pasalnya, industri inilah yang menjadi penopang ekonomi karena meyerap tenaga kerja.
Upaya yang dilakukan pemerintah dapat berupa mobilisasi militer di pelabuhan untuk memeriksa kontainer barang impor satu per satu. Tujuannya untuk memastikan tidak ada barang yang akan merusak pasar dalam negeri. Di samping itu pemerintah harus memberi keluasan bergerak untuk produksi dalam negeri, tanpa adanya pungutan serta pajak yang ringan. Pemerintah juga harus berupaya untuk memudahkan dalam pengurusan administrasi dan biaya ekspor barang, sehingga UMKM juga bisa ikut andil berpartisipasi dalam memajukan ekonomi bangsa. Pemerintah juga perlu bertindak tegas kepada semua pihak yang melanggar aturan dan menerapkan sistem sanksi yang menjerakan. Misalnya, kepada para pegawai bea cukai yang berpotensi bisa disuap. Para penegak hukum dan pelaku pasar yang curang.
Melindungi industri dalam negeri demi mewujudkan kesejahteraan adalah tanggung jawab negara. Upaya ini telah terjadi ribuan tahun yang lalu. Di masa Rasulullah dan para sahabat, dalam Negara yang berdasar Syariat Islam, di masa kekhil4f4han, telah lama mengatur hubungan antar luar negeri, salah satunya kegiatan impor produk dari luar. Tidak serta merta semua barang dari luar dapat masuk. Pemerintah mempertimbangkan apakah barang impor merusak produksi dalam negeri atau menguntungkan. Jika merugikan, negara akan berupaya agar barang impor sulit masuk atau bahkan dilarang.
Pemerintahan akan membuat regulasi yang mempersulit masuknya barang impor. Negara juga akan menarik pajak tinggi untuk barang impor. Langkah utama negara Islam adalah mengusahakan dengan swasembada di dalam negeri dan memaksimalkan hasil produk dalam negeri. Negara yang menerapkan Islam Kaffah akan menjamin suasana usaha yang kondusif dan aman untuk rakyat agar industri dalam negeri memiliki daya saing yang tinggi.
Begitupun dengan penarikan bea cukai, Daulah Islam akan menerapkan cukai atas barang dagangan yang masuk sebesar cukai yang mereka ambil dari pedagang Islam yang berdagang di negara yang telah menjalin kerjasama. Jika mereka menghapuskan cukai, Negara Islam juga akan melakukan hal yang sama.
Khalifah Umar bin Khattab ra. pernah menginstruksikan kepada para pegawainya untuk mengambil cukai sebesar 5 persen kepada orang-orang kafir harbi yang membawa minyak dan biji-bijian ke Hijaz. Dalam keadaan tertentu beliau juga menginstruksikan kepada para pegawainya untuk membebaskan cukai sama sekali kepada mereka. Semua ini dapat terwujud jika kita kembali kepada aturan Allah, pemilik dan pengatur kehidupan.
Penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang mengandalkan pajak dan utang luar negeri, juga para pelaku pasar yang curang dan lemah iman, ditambah ulah para pemangku jabatan yang cinta dunia, ibarat karpet merah yang membuat gempuran produk asing ilegal tetap eksis. Tanpa penerapan Syariat Islam Kaffah dalam bingkai Khil4f4h, industri dalam negeri senantiasa akan terus terpuruk, kemiskinan merajalela. Harapan sejahtera di masa depan hanya angan-angan. Wallahu a'lam bishawab
Via
Opini
Posting Komentar