Opini
Harga BBM Terus Naik, Adakah Solusi yang Tepat?
Oleh: Ummu Saibah
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Di tengah meriahnya suasana menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia ke 79, rakyat kembali mendapat kado spesial. Tepat pukul 00.00 WIB pada 10 Agustus 2024 lalu, Pertamina menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax di seluruh SPBU, setelah sebelumnya juga menaikkan harga Pertamax Turbo, Pertamax green 95 dan DEX series, sungguh kado ulang tahun yang memilukan. Sementara itu PJs Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari beralasan bahwa kenaikan BBM non subsidi Pertamina Patra Niaga mengacu pada tren harga rata-rata publikasi minyak dunia atau ICP dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika (USD) (Liputan6.com, 10-8-2024).
Hal ini tentu saja disambut warga dengan keluh kesah, karena kenaikan BBM di tengah perekonomian yang tidak kunjung membaik hanya akan menambah beban hidup rakyat . Menurut masyarakat kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan harga barang-barang lainnya, sehingga membuat rakyat semakin susah dalam mengatur pengeluaran lantaran tidak adanya tambahan pendapatan (kompas.com, 11-8-2024).
Adanya kenaikan harga BBM yang terjadi hampir setiap tahun, menunjukan kegagalan negara dalam memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok seperti BBM. Hal ini menjadi indikasi bahwa penerapan sistem Kapitalisme tidak mampu menghantarkan negara untuk menjalankan fungsinya dengan tepat, yaitu memberikan pelayanan terbaik untuk rakyatnya.
SDA Migas Melimpah, BBM kok Mahal?
Fakta bahwa negeri ini memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, baik berupa migas maupun non migas ternyata tidak berimbas pada murahnya harga BBM yang merupakan kebutuhan pokok bagi seluruh rakyat. Hal ini terjadi karena penerapan sistem kapitalisme yang diadopsi oleh negara.
Sistem perekonomian kapitalis memberikan kebebasan kepada individu untuk melakukan kegiatan perekonomian dengan cara apapun dan juga memberikan kebebasan kepemilikan kepada setiap individu, menafikan kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Maka tidak heran bila banyak individu memiliki industri pertambangan dan mengeruk SDA untuk keuntungan pribadi.
Ketiadaan harta milik umum maupun milik negara membuat negara miskin, tidak memiliki harta untuk membiayai perusahaan negara semisal Pertamina, yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri. Pertamina tidak mampu menampung produksi minyak mentah dalam negeri sehingga banyak di ekspor keluar negeri. Membuat produksi BBM dalam negeri tidak mampu mencukupi kebutuhan rakyat bahkan sampai mengimpor BBM dari Singapura yang notabene adalah negeri yang minim SDA.
Itulah yang terjadi dalam penerapan sistem kapitalisme, negara hanya bertindak sebagai fasilitator dan regulator saja, kebijakan perekonomiannya yang didasarkan pada pemikiran liberalisme hanya menguntungkan para kapitalis dan merugikan rakyat. Negara pun tidak memiliki modal, sehingga menggandeng investor asing untuk mengelola SDA.
Dari sini bisa kita simpulkan bahwa fakta menunjukkan penerapan sistem kapitalisme tidak sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Karena yang terjadi di lapangan adalah sebaliknya, banyak SDA dikuasai oleh perusahaan asing dan keuntungannya hanya dinikmati segolongan orang tertentu saja.
Islam Menjawab Permasalahan Mahalnya BBM
Berbeda dengan penerapan sistem Islam. Islam menjadikan negara bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan rakyat terutama kebutuhan pokok, dengan penerapan politik dan ekonomi Islam dalam pengaturan SDA. Hasil pengelolaan SDA yang memiliki nilai nominal besar, merupakan salah satu dari sekian banyak sumber pendapatan negara, yang manfaatnya digunakan untuk penyelenggaraan negara maupun untuk memenuhi kebutuhan rakyat seperti pembangunan infrastruktur fasilitas umum, pemberian subsidi ataupun direalisasikan dalam bentuk pelayanan lainnya.
Dengan konsep kepemilikan Islam di mana Islam mengategorikan harta yang bisa menjadi milik individu, harta yang menjadi milik negara dan harta yang merupakan milik umum. Maka Islam memandang bahwa harta berupa SDA haram hukumnya dikuasai oleh individu karena merupakan harta milik umum, sementara pengelolaan dan distribusi manfaatnya diatur oleh negara. Hal ini pernah terjadi pada masa Rasulullah Saw. yaitu dalam HR Abu Dawud dan At Tirmidzi,
"Dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah ï·º dan meminta beliau ï·º agar memberikan tambang garam kepadanya. Nabi ï·º pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika Abyad bin Hamal ra. telah pergi, ada seorang lelaki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd).” Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah ï·º mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hammal).” (HR Abu Dawud dan At-Timidzi)
Hal ini menunjukkan bahwa SDA yang merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak tidak boleh dikuasai oleh individu. Tetapi merupakan barang milik umum yang manfaatnya harus dirasakan oleh semua orang. Sehingga perlu peran negara sebagai pengatur dalam pengelolaan dan pendistribusiannya.
Dengan begitu negara akan memiliki cukup dana untuk menjalankan fungsinya sebagai produsen yang menyediakan kebutuhan pokok bagi rakyat, tidak perlu menggandeng investor asing untuk menanam modal dalam pengelolaan SDA.
Begitu pula negara akan mampu mengendalikan harga BBM, karena negara memiliki sumber pendapatan yang banyak, sehingga Baitul mall memiliki cukup dana untuk menampung produksi minyak mentah dalam negeri, mengolah dan mengembalikannya kepada rakyat berupa BBM dengan harga yang terjangkau. Proses produksi yang dilakukan didalam negeri dan bahan baku yang juga berasal dari dalam negeri tentu akan meminimalisir biaya produksi, sehingga harga BBM tidak terpengaruh oleh dampak buruk perubahan harga minyak dunia.
Begitulah pengaturan di dalam sistem Islam, Allah Swt. menjadikan syariat Islam sebagai solusi atas permasalahan kehidupan. Lalu apakah kita masih meragu untuk menerapkannya sebagai sistem pemerintahan. Waallahu a'alam bishowab
Via
Opini
Posting Komentar