Opini
Ilusi Keadilan dan kesejahteraan Dalam Sistem Demokrasi
Oleh: Hexa Hidayat
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Keadilan adalah sesuatu yang didamba-dambakan setiap manusia. Bahkan, keadilan menjadi poin penting dalam falsafah negara. Misalnya, penyebutan adil pada sila ke-2 dan ke-5 dalam Pancasila yang senantiasa disebut. Artinya, adil merupakan poin yang sangat menentukan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Namun, benarkah makna adil itu adalah sama rata sama rasa? Atau adil dalam membuat kebijakan yang tidak berdasarkan syariat? Lalu, apakah benar demokrasi yang membuat falsafah keadilan mampu menyejahterakan rakyat? Atau malah sebaliknya, kesejahteraan hanya untuk demokrasi?
Kita ambil saja contoh fakta hari ini. Kita saksikan Organisasi Masyarakat (Ormas) diberikan hak konsesi pengelolaan tambang. PBNU, Muhammadiyah, dan Persis, ketiga ormas yang ditunjuk sudah menyatakan menerima konsesi tambang. Muhammadiyah mengatakan alasannya menerima konsesi tambang adalah agar bisa berkomitmen memperkuat dan memperluas dakwah dalam bidang ekonomi, termasuk dalam pengelolaan tambang yang sesuai dengan ajaran Islam. Adapun PP Persis menerima pengelolaan tambang katanya untuk memberikan contoh yang benar (Republika, 29-07-2024).
Kita tahu bahwa ketiga ormas di atas adalah ormas Islam. Ormas-ormas ini menjadi harapan rakyat untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan berupa kesempurnaan syariat Islam. Tentu saja standarnya adalah Islam bukan kapitalis, apalagi sosialis.
Memang benar, faktanya Indonesia dikelilingi oleh sumber daya alam (SDA) yang sangat banyak sekali. Dari emas, perak, batubara, minyak bumi, uranium sampai kepada hutan bakau yang sangat luas. Tetapi, dengan SDA yang banyak tersebut, masih saja terdapat rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan. Pengangguran di mana-mana, anak-anak putus sekolah, sehingga berdampak kepada tingkat kriminalitas yang tinggi.
Perlu diingat sekali lagi, kita berada dalam sistem demokrasi. Ketiga ormas mungkin saja berniat untuk membuat ekonomi meningkat, sehingga kesejahteraan dan keadilan menjadi terwujud, salah satunya dengan ikut andil dalam konsesi tambang. Tetapi, pada dasarnya tambang dikuasai oleh para kapitalis, dieksploitasi, lalu pada akhirnya banyak yang dikorupsi.
Kita ingat juga kasus korupsi tambang timah sampai Rp271 triliun. Angka tersebut bukan jumlah yang sedikit. Tetapi angka itu dikuasai oleh satu orang, sedangkan rakyat hanya gigit jari. Mereka punya rumah bak istana, rakyat tinggal di samping gunung sampah yang suatu waktu bisa runtuh dan mengubur mereka hidup-hidup.
Demokrasi adalah sebuah sistem yang diambil dari ideologi tertentu yaitu kapitalisme. Kapitalisme sendiri yaitu sebuah paham yang menitikbertakan bahwa kekuasaan ada di tangan para pemilik modal. Sedangkan demokrasi berasal dari pandangan kapitalisme bahwa manusia berhak membuat aturan (undang-undang).
Untuk mempertahankan hegemoni atau pengaruh sistem kapitalisme, maka para kapitalis yang sejatinya para pemilik modal besar menggunakan demokrasi untuk menghantam sistem yang tidak sesuai dengan kehendak mereka. Salah satu kebebasan dalam sistem demokrasi adalah kebebasan berkepemilikan. Artinya, siapa saja bisa mengelola dan memiliki tambang dan tentu saja itu menjadi peraturan di dalam demokrasi.
Jadi, sangat wajar untuk mencapai tujuannya sistem kapitalisme memberikan konsesi tambang kepada siapa saja yang bisa menjaga eksistensi mereka bisa menguasai SDA. Toh, tambang yang diberikan kepada ormas tidak sebesar freeport. Tetapi, cukuplah untuk membuat senang.
Demokrasi sejatinya dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, dan kedaulatan ada di tangan rakyat. Jadi, rakyatlah yang berhak membuat aturan. Rakyat yang menggaji kepala negara untuk menjalankan undang-undang. Rakyat berhak mencabut kembali kekuasaan dari kepala negara, termasuk merubah undang-undang dengan kehendaknya. Karena kekuasaan dalam sistem demokrasi adalah kontrak kerja antara rakyat dengan kepala negara, yang digaji untuk menjalankan pemerintahan. Rakyat dalam sistem demokrasi adalah para kapitalis.
Sangat berbeda sekali dalam sistem Islam, di mana kepala negara sebagai pelayan bagi rakyatnya. Dan kedaulatan ada pada hukum syariat. “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari)
Menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, di dalam Islam Kepemilikan dibagi tiga yaitu, kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Tambang dalam hal ini termasuk ke dalam kepemilikan umum. Berdasarkan dalil dari Rasulullah saw.,”Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara, yaitu pdang rumput, air dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Perserikatan di sini bermakna kebersamaan dalam pemanfaatan. Artinya, semua rakyat bisa merasakan manfaatnya, tidak boleh dirasakan oleh seseorang atau sebagian saja. Dalam hadist lain Rasulullah bersabda,
“Dari Abyadh bin Hammal, ia pernah mendatangi Rasulullah Saw. Meminta beliau agar memberikan tambang garam kepada dirinya. Beliau lalu memberikan tambang itu kepada Abyadh. Ketika Abyadh bin Hammal ra telah pergi, ada seseorang di majelis itu berkata, “tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya?sungguh Anda telah memberi ia sesuatu yang seperti air yang mengalir (al ma’ al-‘idd).”Ibnu Al Mutawakkil berkata,”lalu Rasulullah Saw menarik kembali pemberian tambang garam itudari dirinya (Abyadh bin Hammal)”. (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Sungguh sangat jelas bahwa Islam memiliki seperangkat aturan termasuk dalam mengurus tambang sekalipun. Pengurusan tambang tidak boleh diserahkan oleh individu, swasta apalagi ormas. Tapi tambang harus dikelola oleh negara untuk kepentingan umat. Karena SDA tambang sejatinya milik umat, dan selayaknya umat ikut merasakan manfaatnya. Semua pemasukan dari hasil tambang akan dikelola di baitulmal atas perintah kepala negara atau Khalifah.
Lalu, ada yang mengatakan bahwa ketika diatur oleh Khalifah, nanti khalifah tersebut bersifat otoriter. Tentu saja ini anggapan orang yang tidak paham. Analogi sederhana dalam kepemimpinan seperti orang yang sholat, ketika sholat makmum harus mengikuti imam, dari sisi gerakannya. Tapi apakah ketika imam buang angin atau garuk-garuk, maka makmum dipaksa untuk buang angin dan garuk-garuk juga. Tentu saja tidak bukan.
Gerakan sholat itu sudah ada aturan syariatnya, ketika imam buang angin maka imam harus digantikan oleh makmum yang ada dibelakangnya. Kemudian, imam harus bersedia mundur, karena kalau tidak akan berpengaruh terkait batalnya sholat. Begitu juga kepala negara dalam sistem khilafah. Negara akan menjalankan semua aturan sesuai dengan syariat bukan atas kehendak sendiri atau kehendak rakyat.
Jadi, seharusnya ormas agama paham dengan aturan-aturan syariat sehingga mereka tidak tergiur dengan remahan hitam batubara dan remahan lainnya. Haram hukumnya ketika hak konsesi tambang diserahkan kepada individu, swasta, ataupun ormas. Kesejahteraan tidak terwujud dalam sistem demokrasi, bukan sekedar pengelolaannya yang salah, tapi juga yang mengelolanya tidak sesuai syariat Islam.
Maka, yang tejadi adalah kekayaan yang dihasilkan dari tambang tidak bisa dirasakan oleh rakyat. Tentu saja, ini jauh dari rida Allah Swt. Harusnya sebagai ormas ikut menyadarkan kekeliruan yang dilakukan oleh pemerintah, dan bersama-sama mendorong negara mengambil alih tambang yang sudah dikuasai oleh para kapitalis.
Oleh karena itu, berharap keadilan yang bisa menyejahterakan berada dalam sistem demokrasi hanyalah ilusi kebahagiaan semu semata. Karena sesungguhnya demokrasilah yang menghancurkan kesejahteraan dengan kebebasan kepemilikan yang mereka anut.
Via
Opini
Posting Komentar