Opini
Ironi Banjir Produk Cina di Tengah Tumbangnya Pabrik Tekstil Indonesia
Oleh: Ismi Balza Azizatul Hasanah
(Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta)
TanahRibathMedia.Com—Pakaian impor murah asal Cina tampak jelas membanjiri Pusat Grosir Tanah Abang lantai 1 Jembatan Blok A, termasuk baju bayi dan anak, terpampang dan dipajang rapi di kios-kios. Mirisnya, baju-baju anak dan bayi itu tidak dilabel penanda Standar Nasional Indonesia (SNI). Padahal, produk tersebut harus memenuhi SNI.
Label yang menempel di baju-baju tersebut hanya merek nama dagang Cina, seperti Yi Yi Ya, CUADN, dan Lebeia. Bukan hanya tidak memiliki lebel SNI, keterangan cara pencuciannya pun berbahasa Cina. Baju-baju tersebut dibanderol mulai dari Rp20.000 sampai dengan Rp50.000 per pieces nya, tergantung ukuran dan model baju. Meskipun memiliki kualitas yang standar, namun baju tersebut unggul dalam banyaknya pilihan motif dan model baju (CNBC Indonesia, 10-08-2024).
Masalah mengenai impor barang ilegal dari Cina bukanlah persoalan yang baru. Negara seharusnya memberi sanksi kepada negara pengimpor yang tidak memenuhi syarat impor yang berlaku. Namun dengan banyaknya barang impor yang tidak berlabel SNI menunjukkan atas lemahnya pengawasan negara terhadap produk yang masuk ke negeri ini. Padahal negara memiliki banyak perangkat yang mampu memperkuat pemeriksaan di perbatasan terkait barang impor lintas batas negara.
Sebenarnya, menurut Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas), sebagaimana yang diberitakan Republika.co.id, (10-10-2023), barang impor yang masuk ke Indonesia dan dijual di e-commerce harus memiliki sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) dan harus melewati pemeriksaan. Himbauan ini tentu sudah sering disampaikan, namun barang impor yang tidak memenuhi standar masih lolos masuk ke pasar dalam negeri.
Padahal kondisi tersebut dapat berdampak pada tidak diminatinya produk-produk dalam negeri dan berujung dengan matinya industri dalam negeri. Jika industri dalam negeri banyak yang gulung tikar, maka akan banyak warga yang terkena PHK dan hal tersebut akan mengakibatkan bertambahnya kemiskinan pada warga lokal. Hal ini memperlihatkan bahwa tidak ada perlindungan dari negara terhadap produk dalam negeri.
Atas nama perdagangan bebas, Indonesia membuka keran impor sebesar-besarnya tanpa peraturan yang ketat dan standar untuk kualitas dan keamanan produk. Dengan begitu, Cina dengan mudahnya memasarkan produk-produknya ke Indonesia yang sangat potensial. Pasalnya, jumlah penduduk Indonesia terus bertumbuh dengan karakter masyarakat yang konsumtif.
Hal ini konsekuensi dari berlakunya sistem ekonomi kapitalisme di negeri ini, yakni peran penguasa sebagai pengayom dan pelindung bagi rakyatnya sangat minim, bahkan telah hilang. Sehingga terkait perdagangan, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah hanya sekadar mempertemukan penjual dan pembeli hingga melakukan impor dalam jumlah besar. Negara mengabaikan upaya untuk memberi dukungan pada produsen dan pedagang yang mampu mengoptimalkan pengadaan produk dalam negeri tanpa harus bergantung pada produk luar negeri. Sebab, tanpa menghitung impor produk tekstil ilegal saja negeri ini sudah dibanjiri produk tekstil dari impor legal. Perdagangan bebas dan hilangnya perlindungan dari negara adalah nyata dari buah penerapan sistem Kapitalisme di negeri ini.
Berbeda dengan negara yang menerapkan peraturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Dalam sistem Islam (Khilafah), fungsi negara sebagai raa’in (pengurus urusan rakyat) akan berjalan secara optimal. Negara menerapkan sistem ekonomi Islam termasuk pada pengaturan dalam industri perdagangan dalam negeri maupun luar negeri.
Dalam buku Politik Ekonomi Islam karya Abdurrahman al-Maliki dijelaskan bahwa aktivitas perdagangan adalah jual beli. Hukum-hukum terkait jual beli adalah hukum-hukum tentang pemilik harta, bukan hukum tentang harta. Status hukum komoditas (perdagangan) bergantung pada pedagangnya, apakah dia warga negara Khilafah ataukah negara kufur.
Setiap orang yang memiliki kewarganegaraan Khilafah adalah warga negara, baik dia Muslim ataupun kafir dzimmi. Nantinya, Khilafah akan memberikan pelayanan dan pengurusan rakyat dengan syarat individu tersebut berstatus sebagai warga negara.
Islam menetapkan bahwa pedagang yang merupakan warga negara boleh melakukan perdagangan di dalam negeri. Dalam berdagang, mereka tetap harus terikat dengan syariat Islam, seperti larangan menjual barang haram, melakukan penimbunan, kecurangan, pematokan harga, dan lain sebagainya. Adapun pedagang yang merupakan warga negara juga boleh melakukan perdagangan luar negeri atau melakukan ekspor impor. Namun, jika ada komoditas ekspor impor yang berdampak buruk atau membawa mudarat bagi rakyat, maka akan dilarang oleh negara.
Untuk memberi perlindungan terhadap produk dalam negeri, Khilafah akan memberlakukan cukai sepadan pada negara kafir, jika negara kafir menarik cukai atas barang dagang dari Khilafah. Negara melarang komoditas impor yang termasuk barang haram dan membawa mudarat bagi masyarakat. Negara akan melakukan pengawasan ketat di perbatasan.
Pejabat dalam Khilafah adalah pejabat yang amanah, sehingga menutup celah masuknya barang impor yang tidak sesuai ketentuan Khilafah. Jika hal tersebut terjadi, negara akan memberikan sanksi ta’zir bagi pedagang luar negeri dan pejabat yang meloloskan barang tersebut. Sanksi terebut bersifat tegas dan menjerakan pelaku. Untuk memenuhi kebutuhan sandang, Khilafah akan memberikan dukungan industri tekstil berupa pembangunan infrastruktur, kemudahan memperoleh bahan baku, dan sebagainya. Sehingga kebutuhan dalam negeri tercukupi dan harganya terjangkau oleh masyarakat. Demikianlah cara Khilafah memberikan pelayanan dan perlindungan pada masyarakatnya demi terwujudnya kesejahteraan yang menyeluruh.
Via
Opini
Posting Komentar