Opini
Kaum Ibu dalam Pusaran Kapitalisme
Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I.
(Pemerhati Sosial dan Media)
TanahRibathMedia.Com—Tega! Seorang ibu rumah tangga berinisial SS (27) ditangkap karena menjual bayinya Rp20 juta melalui perantara di Jalan Kuningan, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, Sumatera Utara. Sang ibu diduga mengalami kesulitan ekonomi sehingga tega melakukan perbuatan tersebut (Kompas.com (14-08-2024).
Selain itu, dikutip dari Tribunnews.com (23-08-2024), aksi miris lainnya juga dilakukan oleh seorang ibu muda di Ciracas Jakarta Timur yang tega membuang bayi berjenis kelamin laki-laki yang baru saja dilahirkannya melalui proses mandiri. Ia sengaja menaruh bayi tersebut di halaman belakang rumah warga. Lagi-lagi himpitan ekomomi menjadi motif aksi tersebut.
Ibarat gunung es, dua kasus di atas hanyalah beberapa dari banyaknya kasus lain yang serupa. Bayangkan, betapa kondisi saat begitu mengerikan, tekanan ekonomi menyebabkan seseorang berbuat tega terhadap orang lain, terlebih jika dilakukan oleh orangtua. Kondisi ini seolah mengikis rasa kasih seorang ibu yang seharusnya sepanjang masa.
Kapitalisme Mencabut Naluri Kaum Ibu
Bukan rahasia lagi jika kemiskinan menjadi salah satu penyebab terjadinya tindak kriminalitas. Saat ini orang-orang akan cenderung menggunakan segala cara untuk memenuhi kebutuhannya, termasuk melakukan kriminalitas ketika kebutuhan mereka tidak terpenuhi. Misalnya, untuk memberi makan keluarga atau untuk mendapatkan uang, orang-orang akan berani melakukan hal-hal nekat seperti menjual anak, mencuri, menjambret, merampok, menjual diri, bahkan membunuh orang lain.
Tak bisa dimungkiri saat ini Indonesia tengah dibayang-bayangi kemiskinan ekstrem. Hal ini disebabkan oleh penerapan ekonomi kapitalis-liberal, yang membiarkan sumber daya alam Indonesia dikuasai oleh para oligarki pemilik modal. Tak heran jika kesenjangan sosial semakin melebar, yang kaya semakin kaya sementara yang miskin semakin miskin.
Biaya hidup yang tinggi ditambah sempitnya lapangan pekerjaan menjadikan laki-laki sebagai tulang punggung keluarga yang bertugas mencari nafkah kesulitan mencari pekerjaan. Kondisi seperti ini akhirnya berdampak pada kondisi ekonomi keluarga. Bahkan tak jarang kondisi ini memaksa kaum ibu ikut banting tulang.
Sekularisme juga telah sukses masuk ke dalam ranah keluarga. Dengan konsep menjauhkan agama dari kehidupan, sekularisme berhasil melahirkan keluarga yang rapuh akibat jauh dari pemahaman Islam yang utuh. Maka tak heran kita jumpai banyak suami, istri, atau orang tua yang tidak memahami hak dan kewajibannya.
Ditambah isu mental health yang saat ini ramai dibicarakan kerap menyerang kaum ibu yang dianggap objek paling rentan terkena house wife syndrome. Seperti dikutip Liputan6.com (6-04-2923) yang menyatakan beberapa studi telah menunjukkan bahwa ibu rumah tangga cenderung mengalami tingkat kelelahan yang lebih tinggi dan lebih sering mengalami gejala stres dan kecemasan dibandingkan dengan ibu yang bekerja di luar rumah. Terlebih jika sang istri/ibu memiliki kesabaran yang tipis, tak memiliki sikap qana'ah akibat jauh dari agama.
Karena itu, di zaman seperti sekarang kondisi ekonomi sesulit apapun akan berdampak besar pada mental health sang ibu. Hal ini mampu menghilangkan akal sehat sekaligus mematikan naluri keibuan. Kemiskinan yang melanda ditambah rapuhnya bangunan keluarga menunjukkan dengan jelas bahwa negara telah gagal menjamin kesejahteraan rakyatnya serta abai dalam menjalankan perannya termasuk dalam penyediaan lapangan kerja bagi suami.
Kondisi ini juga tak bisa dilepaskan dari sistem pendidikan di negeri ini. Sistem pendidikan sekuler yang kurikulumnya minim ajaran agama terbukti melahirkan generasi rapuh akibat lemahnya akidah Islam dalam dirinya. Pendidikan sekuler tidak mendidik manusia untuk memahami pentingnya memiliki ketakwaan dan rasa takut kepada Allah. Alhasil, muncullah generasi rusak di tengah masyarakat dan keluarganya.
Islam Jamin Kesejahteraan Rakyat
Islam bukan hanya sekadar agama spiritual semata, tetapi juga sebagai sebuah ideologi yang mampu menyelesaikan segala permasalahan manusia, termasuk menyolusi kemiskinan yang menjadi salah satu penyebab munculnya berbagai kriminalitas. Dengan daulah khilafah, Islam akan menjamin kesejahteraan rakyatnya, termasuk dalam aspek ekonomi.
Tidak seperti sistem kapitalis sekuler yang memisahkan kehidupan dengan agama, sistem Islam justru menjadikan syariat Allah sebagai sumber hukum dalam membuat aturan dalam setiap lini kehidupan. Dalam sistem ekonomi, daulah khilafah akan menggunakan sistem ekonomi Islam, yang menerapkan konsep kepemilikan berdasarkan hukum syarak, yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.
Salah satu cara Daulah Khilafah dalam mengentaskan kemiskinan adalah dengan cara mengelola kekayaan alam secara mandiri yang hasilnya akan dimasukkan ke Baitul Mal, harta tersebut masuk dalam pos kepemilikan umum. Pos tersebut diperuntukkan bagi kepentingan seluruh rakyat, seperti menjamin layanan kesehatan, dan pendidikan, serta pembangunan infrastruktur, sehingga rakyat bisa menikmatinya secara cuma-cuma.
Dalam Islam tidak ada istilah privatisasi sumber daya alam atau pun penguasaan sda oleh perorangan atau korporasi sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalisme liberal saat ini. Hal ini dikarenakan kaum muslim boleh berserikat dalam tiga hal, sebagaimana hadis Rasulullah saw., yang diriwayatkan Abu Dawud dan Ahmad,
"Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api."
Dengan pengelolaan sumber daya alam secara mandiri oleh negara juga memungkinkan terbuka lebar lapangan pekerjaan bagi para laki-laki, sehingga tak ada istilah pengangguran yang diakibatkan tidak ada lapangan pekerjaan. Dengan kondisi yang demikian, masing-masing keluarga tidak akan terbebani oleh kebutuhan pokok dan sulitnya mencari lapangan pekerjaan.
Khilafah akan menjamin kebutuhan dasar masyarakat dengan semaksimal mungkin, karena pemimpin atau Khalifah dalam Islam berfungsi sebagai pengurus seluruh urusan umat (ri'ayah suunil ummah). Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw.,
"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR Al Bukhari)
Hal ini juga akan berdampak pada aspek psikologis para ibu. Kaum ibu akan lebih tersejahterakan sehingga mereka bisa lebih fokus dalam menjalankan fungsinya sebagai ummun warobatul bayt. Dengan terpenuhi kebutuhan pokok masyarakatnya, maka bisa menekan angka kriminalitas yang disebabkan keterpaksaan karena butuh.
Selain itu, sistem pendidikan yang diterapkan juga akan berdasarkan akidah Islam yang kuat, yang akan melahirkan individu berkarakter kuat dan hebat yang memiliki keimanan dan ketakwaan yang mengakar. Tujuan hidup mereka di dunia bukan hanya sekadar menikmati kenikmatan dunia melainkan mencari bekal sebanyak-banyaknya untuk kehidupan akhirat, dengan selalu menggarap rida Allah sebagai tujuan utamanya.
Angka kriminalitas juga akan terminimalisir dikarenakan adanya masyarakat yang islami yang selalu melakukan amar makruf nahi mungkar, sekaligus adanya sistem sanksi Islam yang diterapkan oleh negara secara sempurna dan menyeluruh.
Demikianlah mekanisme Daulah Khilafah dalam menyelesaikan permasalahan kemiskinan yang melanda masyarakat khususnya kaum ibu. Namun, semua itu hanya akan terealisasikan ketika hukum Islam diterapkan dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Oleh karenanya, memperjuangkan penegakannya merupakan sebuah kewajiban bagi kaum muslim. Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Via
Opini
Posting Komentar