Opini
Ketahanan Pangan Hanya Imajinasi Belaka Bagi Negara "Budak" Kapitalisme
Oleh: Triana Amalia, S.Pd.
(Aktivis Muslimah)
TanahRibathMedia.Com—Manusia pasti membutuhkan asupan makanan untuk bertahan hidup, bahkan berkarya. Namun, bagaimana jika kebutuhan utama manusia ini "dipermainkan’" oleh pemangku kebijakan? Berlandaskan artikel berita dari Media Indonesia (16-8-2024), anggaran ketahanan pangan di Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2025 yang dipaparkan Presiden Joko Widodo hanya Rp124,4 triliun.
Pengamat Pertanian Syaiful Bahari mengomentari, bahwa nominal tersebut sama sekali tidak mencerminkan perencanaan strategis agar sektor pertanian nasional makin kuat. Peningkatan produktivitas atau penguatan cadangan pangan nasional atau memperbesar bantuan pangan seperti yang terjadi di tahun 2023–2024.
Dikutip dari media Investor.id (16-8-2024), solusi yang dijelaskan oleh Majelis Perwakilan Rakyat (MPR) hanya mengusulkan agar impor bahan pangan dikurangi. Hal ini dapat menjaga ketahanan pangan Indonesia secara konsisten. Ketua MPR Bambang Soesatyo mengingatkan upaya tersebut dilakukan dengan cara mengecilkan jumlah impor komoditas pangan.
Artikel berita dari laman Antaranews.com (16-8-2024), memaparkan anggaran untuk memperkuat ketahanan pangan, sebagai berikut: pada sisi pra-produksi, terdapat 10 ribu unit bantuan alat tangkap ikan, 8,5-9,5 ton subsidi pupuk, 1.012 unit mesin pertanian, 131,6 juta ekor benih ikan, 2.267 hektare bantuan benih pangan, kredit usaha rakyat (KUR) pertanian, dan subsidi resi gudang.
Adapun dari sisi produksi, anggaran dialokasikan pada program food estate di Kalimantan Tengah, Sumatra Utara, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Kemudian, pada waktu pemasaran akan digunakan cadangan pangan pemerintah, subsidi cadangan pangan, stabilitas pasokan dan harga pangan, gerakan murah di 39 lokasi, serta revitalisasi pasar rakyat, serta KUR (Kredit Usaha Rakyat) UMKM.
Konsumen pun diperhatikan dalam RAPBN 2025, anggaran tersebut dimanfaatkan bagi program Makan Bergizi Gratis (MBG), Kartu Sembako, dan pemberian makan tambahan balita berisiko stunting. Cara praktis pemerintah Indonesia dalam mempertahankan kekuatan pangan hanya bersifat sementara. Dilihat dari aspek pra-produksi hanya berkutat pada bagian teknis, sementara dari bagian produksi, ada food estate, pembangunan jaringan irigasi, juga pengembangan kawasan padi dan jagung di kawasan tertentu.
Adapun bagi konsumen tersedia program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dibesar-besarkan saat Prabowo masih kampanye pilpres. Program food estate yang diunggulkan oleh pasangan pemenang Pilpres Prabowo–Gibran, gagal dalam menolong kebutuhan pangan nasional. Sebab, produksi beras di Kalimantan Tengah menurun.
Ditinjau dari data BPS, produksi beras di Kalimantan Tengah pada tahun 2023 hanya 763 ribu ton, angka tersebut turun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 780 ribu ton. Apabila melihat produksi beras dalam skala nasional, menurut BPS, produksi beras pada 2023 hanya sebesar 21,10 juta ton. Jumlah tersebut berkurang sampai 1,39 persen dari 2022, yang besarnya 31,54 juta ton. Tingginya alih fungsi lahan pertanian, dijadikan perumahan misalnya, merupakan salah satu faktor penyebab penyusutan hasil pertanian.
Sedangkan, kebutuhan beras setiap tahunnya semakin meningkat. Pada tahun 2022 kebutuhan beras nasional sekitar 31,2 ton, sedangkan 2023 naik menjadi 31,5 ton. Keadaan semakin parah, ketika tahun 2023, pemerintah gila impor hingga 613,61% atau sebesar 3,06 juta ton, alasan lemahnya adalah kelangkaan.
Jelas dalam perkara ini, pemerintah tidak memedulikan nasib para petani beras. Seharusnya beras hasil keringat para petani terserap oleh pasar, malah dilindas oleh beras impor. Hasilnya, beras melambung tinggi sampai banyak warga miskin tidak mampu membelinya.
Terlihat dalam pengambilan keputusan, bahwa para pemangku kebijakan di Indonesia berperan sebagai "budak" dari sistem kapitalisme. Sistem pengaturan negara yang berlandaskan kapitalisme jelas mengkerdilkan peran pejabat sebatas regulator dan fasilitator. Tanggung jawab mengurus rakyat diserahkan kepada korporasi.
Pihak swasta jelas tidak akan memikirkan kesejahteraan rakyat, mereka hanya membutuhkan keuntungan. Inilah yang menyebabkan rakyat Indonesia tercekik kehidupannya. Sistem pemerintahan demokrasi bukan berpihak pada rakyat, tetapi oligarki. Hanya manusia yang mempunyai uang berlebih akan sejahtera di kubangan kapitalisme ini.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG), kartu sembako, dan kebijakan lain adalah contoh nyata ketahanan pangan yang salah fokus. Implementasi kebijakan tersebut terbilang rumit dan sulit, juga berperan besar selaku pusat korupsi selanjutnya. Program tersebut hanyalah politik pragmatis seperti peribahasa “tong kosong nyaring bunyinya".
Pembangunan infrastruktur hanya berfokus di perkotaan, tetapi minim di pedesaan, padahal sebagian besar tanaman pangan ditanam di pedesaan yang jauh dari akses pasar. Inilah gambaran negara yang menjadi budak kapitalisme. Para pemangku kebijakan hanya berimajinasi ketahanan pangan Indonesia akan menguat di tangan para korporasi kapitalis. Sawah milik rakyat pun digusur atas nama alih fungsi lahan pertanian menjadi hunian dan industri.
Kebijakan Indonesia kini menggantungkan dirinya pada impor. Lalu, bagaimana agar Indonesia bisa "merdeka" dari perannya sebagai budak kapitalisme? Seluruh rakyat harus mempelajari sudut pandang sistem ekonomi dan politik Islam. Ketahanan pangan akan terwujud secara nyata dan terjamin kesejahteraan rakyatnya hanya dapat diwujudkan oleh Islam.
Peran negara dalam sistem Islam sebagai pusat menyelesaikan berbagai urusan rakyat. Islam mewajibkan negara bersistem pemerintahan Islam (Khilafah) agar mengurusi rakyatnya. Sebagaimana hadis berikut, “Imam (Khalifah) adalah ra’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan Ia bertanggungjawab terhadap rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad)
Hal ini menghadirkan negara untuk rakyat. Ketahanan pangan akan terjamin dari hulu sampai hilir. Pada aspek produksi, negara akan menyediakan pasokan berbasis produksi untuk konsumsi dan cadangan pangan negara. Keterlibatan swasta dibatasi pada bagian teknis disertai pengawasan ketat dari pemimpin negara. Kemudian, pada bagian penyaluran benih, negara secara mandiri memenuhinya dengan memperhatikan kualitas yang terbaik.
Sistem pemerintahan Islam akan mengelola sumber daya alam sendiri agar distribusi air untuk pertanian lebih efisien. Tidak akan ada alih fungsi lahan dengan dalih tunduk kepada korporasi. Apalagi saat lahan tersebut masih bisa memproduksi bahan pangan. Hukum pertanahan pun sangat jelas di bawah sistem pemerintahan Islam. Seluruh lahan pertanian yang masih produktif akan dimudahkan kepemilikan tanahnya. Para petani akan memiliki tanah dengan mekanisme ihya’ al-mawat, yaitu syariat dalah memakmurkan bumi untuk kesejahteraan manusia.
Rasulullah saw., bersabda, “Siapa saja yang telah menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu adalah hak miliknya.” (HR Bukhari)
Di dalam aspek distribusi serta pemasaran, negara akan mengawasi muamalah penjual dan pembeli agar tidak ada kecurangan dan terwujud harga yang wajar. Sedangkan pada aspek konsumsi, negara akan memastikan pangan utama bisa diakses bagi semua warga. Bentuknya bisa subsidi atau bantuan, rakyat bisa merasakannya.
Ketahanan pangan inilah yang kuat dari segala sisi. Bukan hanya praktis teknis saja yang sementara dalam sistem ekonomi politik kapitalisme. Negara saat ini hanya menjadi budak kapitalisme yang berimajinasi belaka soal ketahanan pangan. Wallahualam bissawab
Via
Opini
Posting Komentar