Opini
Lagi-Lagi BBM Naik, Rakyat Makin Tercekik
Oleh: Sunaini
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Bahan bakar minyak (BBM) merupakan kebutuhan primer/pokok yang harus dipenuhi. Pasalnya setiap keluarga sudah pasti memiliki kendaran baik motor ataupun mobil. Sudah barang tentu untuk membeli BBM agar kendaraan tersebut tetap hidup sesuai fungsinya.
Menjadi persoalan tatkala rakyat menengah ke bawah yang berpenghasilan pas-pasan kemudian dihadapkan dengan harga BBM yang terus naik. Pasti kesulitan dalam mengatur keuangan. Sementara itu, kehidupan terus berlanjut, beras harus dibeli, kebutuhan dapur harus dipenuhi, kebutuhan sekolah dengan beragam kegiatan, dan belum lagi anak-anak yang harus diantar jemput ke tempat belajarnya setiap hari.
Mengutip dari laman cnbcindonesia.com (10-08-2028), pihak Pertamina telah mengumumkan mulai tanggal 10 Agustus BBM nonsubsidi resmi naik. Adapun bunyi pengumuman dari PT Pertamina (Persero) yaitu dilakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) Umum dalam rangka mengimplementasikan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum.
Lantas mengapa BBM terus naik, katanya peduli dengan rakyat, tapi kok malah mencekik?
Naiknya BBM non subsidi merupakan ciri khas negara yang mengadopsi sistem kapitalisme. Sistem ini menjadikan negara sebagai regulator. Konsekuensinya terjadilah liberalisasi/kebebasan dalam pengelolaan sumberdaya alam yang membuka pintu para investor untuk masuk. Dalam hal ini sudah menjadi kepastian bahwa keuntungan yang berlipat tentunya untuk para pengusaha tersebut, baik asing maupun Aseng.
Padahal, Indonesia adalah negara dengan kekayaan sumberdaya alam yang berlimpah. Kaya akan barang tambang seperti, minyak bumi, gas alam, nikel, bauksit, dan energi lainnya. Justru sangat aneh jika rakyat terus dirugikan oleh regulasi yang dibuat pemerintah. Inilah bukti bobroknya sistem kapitalisme yang hanya berpihak kepada pemilik modal atau orang-orang berduit saja.
Berbeda ketika Islam pernah diterapkan dalam tatanan kehidupan bernegara. Aturan yang dipakai adalah hukum sarak. Pemimpin/Khalifah bertugas menjaga agama dan mengurus (‘ra'in’) serta mengembangkan ketersediaan sumberdaya alam sesuai kebutuhan rakyat. Pemimpin dalam Islam tidak haus akan jabatan dan ketamakan. Sebagai contoh Khalifah Umar bin Khattab terkenal dengan sifat dermawan dan kerap sekali tidur di pinggir sudut rumah tanpa beralaskan bantal dan kasur.
Dalam Islam, pengelolaan sumberdaya alam dikelola sepenuhnya oleh negara, bukan diberikan kepada swasta. Hasil yang diperoleh negara sepenuhnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan. Misalnya sekolah gratis dengan kualitas yang tinggi, kesehatan mudah diakses oleh siapa saja dengan fasilitas kesehatan yang sama, jalan raya, pelabuhan bahkan bandara pun juga dipermudah untuk mengaksesnya oleh semua kalangan rakyat.
Begitupun dengan harga BBM dalam kendali negara sehingga rakyat tidak menderita dengan perubahan kenaikan harga minyak dunia. Islam juga menjadikan negaranya menjadi negara yang berdaulat tanpa ada hutang yang melilit. Negara Islam juga memiliki badan Baitul Mal dengan beragam pemasukan yang mampu menjaga kestabilan kas negara. Sungguh Islam adalah agama yang sempurna yang menjadi solusi tuntas atas segala persoalan umat. Wallahu 'alam bishshawab.
Via
Opini
Posting Komentar