Opini
Lapas Over Kapasitas, Bukti Kejahatan Semakin Meningkat
Oleh: Rahmayanti, S.Pd.
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Lembaga Pemasyarakatan atau biasa disingkat lapas, sejatinya tempat untuk orang yang memiliki permasalahan dengan tindak kejahatan. Dengan berbagai motif dan modus, mereka mendekam untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tidak setiap daerah memiliki lapas, terkadang beberapa daerah tidak memiliki akhirnya ikut di daerah lain yang terdekat.
Seperti halnya dengan lapas kelas IIA Bontang mengalami krisis over kapasitas yang parah, dengan tingkat keterisian mencapai 400 persen dari kapasitas normal. Kepala lapas Bontang, Suranto, mengatakan setiap tahun kapasitas lapas bertambah. Lapas kelas IIA Kota Bontang sebenarnya hanya mampu menampung sekitar 360 orang, namun jumlah warga binaan terus meningkat dari 1.600 orang pada Agustus 2023 menjadi lebih dari 1.700 orang pada 2024. Suranto menjelaskan bahwa sekitar 70 persen dari 1700 warga binaan di lapas kelas IIA Bontang berasal dari Kutai Timur (Kutim) dan Samarinda.
Lapas yang mengalami over kapasitas sebenarnya tidak hanya dialami oleh daerah Bontang saja melainkan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kejadian over kapasitas ini menjadi bukti bahwa angka kejahatan makin meningkat. Kenapa kejahatan makin meningkat hal ini disebabkan dampak dari sistem sanksi yang tidak membuat para pelaku jera. Juga yang bukan pelaku atau masyarakat biasa melihat tidak akan merasa takut untuk mencontoh perbuatan kejahatan. Hal ini diperparah dengan terjadinya juga tindak kejahatan di dalam lapas itu sendiri.
Akibat dari sistem sekuler kapitalisme memberikan peluang kejahatan makin banyak, salah satunya dipicu oleh faktor ekonomi yaitu pemenuhan kebutuhan konsumsi sehari-hari, kebutuhan pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dll. Berbagai faktor tadi akhirnya memicu seseorang mengambil jalan pintas melakukan kejahatan di saat merasa tidak ada jalan keluar lain. Ditambah dengan hukuman yang tidak membuat orang jera untuk melakukannya kembali, sehingga bisa saja dia melakukan tindakan berulang-ulang dengan sengaja karena hukuman yang ringan, bahkan tak lama mereka bisa mendapatkan remisi. Inilah jalan mulus melakukan berbagai kejahatan dengan taruhan hukuman yang mudah.
Islam sangat menjaga keamanan dan kenyamanan masyarakatnya di berbagai aktifitas yang dilakukan, dengan menjaga lingkungan yang kondusif dan jauh dari tindak kejahatan. Dalam Islam, tindak kriminalitas seharusnya memang diberikan sanksi, sesuai dengan tingkat kejahatannya. Negara memiliki peran yang sangat vital sebagai pengayom, pelindung, dan benteng bagi keselamatan seluruh rakyatnya. Negara pun mengatur sistem media massanya dengan baik berbagai berita dan informasi disaring dan disampaikan hanyalah konten yang bermuatan ketakwaan dan menumbuhkan ketaatan. Adapun yang melemahkan iman dan mendorong kerusakan akan segera ditindak tegas, dengan sanksi yang akan membuat pelakunya jera.
Ada tiga pilar yang akan mendorong terhindarnya masyarakat dari tingkat kejahatan yang tinggi. Pertama, ketakwaan individu. Individu yang merasa terikat dengan aturan Allah akan melaksanakan berbagai perbuatan sesuai dengan syariat Islam, termasuk menghindari tindak kejahatan/kriminal atau hal-hal yang akan merugikan orang lain. Ketakwaan individu ini semata-mata karena wujud ketaatan kepada Allah Swt.
Kedua, kontrol masyarakat. Adanya kepedulian masyarakat yang menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar di lingkungnnya, masyarakat akan merasakan keamanan yang akan memudahkan untuk melakukan bermacam-macam aktifitas yang bernilai.
Ketiga, peran negara. Negara memerintahkan masyarakat untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, negara meminimalisir peluang tindak kejahatan dengan memenuhi kebutuhan dasar atau primer dengan murah bahkan gratis, agar masyarakat merasakan kesejahteraan karena terpenuhinya hajat hidup mereka. Kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, keamanan dan kebutuhan lainnya yang diambil dari hasil pengelolaan sumber daya alam yang berlimpah keuntungan yang dikembalikan kepada rakyat/masyarakat. Negara tidak akan memberikan peluang tindak kejahatan tumbuh subur, karena usaha yang dilakukan selain bersifat preventif juga kuratif yaitu selain mencegah terjadinya juga mengatasi yang sudah terjadi dengan hukuman yang tegas.
Adapun Islam memandang penjara yang sekarang di sebut lapas sebagai tempat orang yang dipenjara terkadang berstatus narapidana, adakalanya bestatus tahanan. Tahanan adalah tersangka atau terdakwa yang ditempatkan dalam tahanan, sedangkan narapidana adalah terpidana yang berada dalam masa menjalani pidana hilang kemerdekaan di penjara.
Dengan demikian seseorang tidak akan dipenjara atau ditahan kecuali berdasarkan keputusan dari qadhi, begitulah mekanisme penahanan dalam Islam. Tahanan tidak boleh diperlakukan semena-mena, kalau masih berupa tuduhan bukan tersangka. Adapun penjara tempat penahanan tetap dibangun secara manusiawi, layak huni, tetapi tidak mengistimewakan penghuninya. Ini bagian dari ta’zir, di mana sanksi yang kadarnya ditetapkan oleh Khalifah (pemimpin). Memenjarakan memiliki arti mencegah atau menghalangi seseorang untuk mengatur dirinya sendiri.
Demikianlah di saat Islam diterapkan dalam bingkai Daulah Khilafah, akan tercipta keamanan dan kedamaian, masyarakatnya beraktifitas dengan tenang dan nyaman. Wallahu a’lam.
Via
Opini
Posting Komentar