Opini
Lemahnya Iman, Pemicu Semua Kekacauan
Oleh: Sumiati
(Pendidik Generasi)
TanahRibathMedia.Com—Anak adalah aset bagi kedua orangtuanya. Untuk masa depan di akhirat. Maka dari itu, mensyukuri kehadirannya adalah sebuah keharusan.
Dikutip oleh tempo.com (06-08-2024), Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Medan Ajun Komisaris Madya Yustadi mengatakan bahwa ada rencana transaksi bayi yang baru dilahirkan di sebuah rumah sakit. Berdasarkan informasi tersebut, petugas melakukan penyelidikan dan mendapati MT (55 tahun), warga Medan perjuangan sedang menggendong bayi menumpangi bentor menuju jalan kuningan, kecamatan Medanarea, Kota Medan. MT akan menemui Yu (56 tahun) dan NJ (40 tahun) untuk menyerahkan bayi yang didapat dari SS (27 tahun), ibu kandungnya.
Menurut berita yang yang beredar, sang ibu tega hendak menjual bayinya karena himpitan ekonomi, dan sang pembeli alasannya karena tidak punya anak. Namun, alasan ini tak bisa begitu saja dipercaya. Memang membutuhkan pengkajian yang mendalam.
Namun, banyak faktor juga yang memengaruhi mental para ibu, ketika ia ditakdirkan memiliki keturunan. Jika ia melahirkan anak kemudian tega menjualnya, bisa jadi itu hasil dari perzinaan, yang mana, ia tidak mau mendapatkan aib gara-gara anak yang tak diinginkan. Karena keluarga tidak menerima kehadiran mereka.
Ada juga karena faktor keluarga, misal sang suami yang tak bertanggungjawab atas kewajibannya mencari nafkah untuk keluarga. Sehingga memicu para ibu, melepaskan diri dari beban hidup, sehingga rela menjual darah dagingnya.
Faktor yang lainnya adalah keimanan terhadap qadha dari Allah Swt. bahwa ia diamanahi anak, berarti ia akan merawat dan membesarkannya juga membiayainya. Namun, karena lemahnya iman, ia tak percaya jika Allah Swt. akan memampukannya. Maka, jalan pintas pun ia tempuh dengan menjualnya.
Selain dari keimanan individu, ada lagi, yaitu peran negara dalam melindungi rakyatnya. Dalam sistem kapitalis demokrasi ini, rakyat disuruh berpikir sendiri, dalam menyelesaikan kasus dalam hidup mereka, termasuk mencari nafkah untuk kebutuhan keluarga mereka. Tidak ada perhatian yang serius dari penguasa, sehingga di berbagai lini, kemiskinan mendera rakyat jelata.
Begitu pun dengan masyarakat yang belum Allah Swt. berikan kepercayaan untuk mendapatkan keturunan. Membeli bayi seharga puluhan juta tentu tidak masuk akal. Saat ini, banyak sekali anak-anak di panti asuhan yang tak memiliki orang tua, sangat besar peluang untuk mengambil di sana, dengan tujuan menyelamatkan hidup mereka agar lebih baik. Tentu tidak dengan membeli seharga puluhan juta, bisa dibawa cuma-cuma dengan akad yang jelas untuk mereka.
Demikianlah kekacauan sistem kapitalis demokrasi, telah merampas naluri seorang ibu. Naluri manusia, sehingga mereka berprilaku bak hewan. Tak punya aturan, mereka hidup semaunya asal mereka senang. Na'udzubillahi min dzaalik.
Bagaimana Islam Memandang Hal Ini?
Di dalam Islam, kita memiliki teladan wanita hebat yang tangguh, ketika Allah titipkan keturunan. Salah satunya adalah ibunda Siti Hajar, istri nabi Ibrahim as. Bagaimana ketika beliau ditinggalkan oleh nabi Ibrahim di tanah yang tandus bersama Ismail kecil? Keimanannya berbicara, tidak semata-mata nabi Ibrahim meninggalkannya, pasti Allah dan nabi-Nya memiliki rencana. Siti Hajar tidak bersedih, beliau berpikir keras, bagaimana ia bisa mendapatkan air untuk sang bayi Ismail.
Ia pun berlari dari bukit Shafa ke bukit Marwah, untuk mendapatkan pertolongan dari Sang Maha Pencipta, sehingga pertolongan pun tiba, dari kaki mungil Ismail saat ia meronta di atas tanah tandus, keluarlah mata air, yang bisa diminum oleh Ismail, bahkan sampai melimpah, sehingga Siti Hajar dan Ismail kecil tak lagi kehausan. Dan di sinilah cikal bakal sumur air zam-zam ada hingga hari ini, yang bermanfaat bagi umat muslim seluruh dunia. Itulah buah dari iman atas kesempitan rizki. Sehingga Allah ganti dengan rizki berlipat-lipat, hingga kisahnya abadi hingga akhir zaman.
Akhirnya, saat ini, ketika kita mendengar kisah-kisah pilu yang menimpa kaum ibu, sejatinya adalah pelajaran berharga, untuk meningkatkan kualitas iman kita kepada qadha dari Allah Swt. Terus berlajar, terus berlatih, terus berdakwah, hingga Islam diterapkan dalam kehidupan, hingga tak ada lagi kisah pilu yang menimpa ibu dan bayi yang tak berdosa. Wallahualam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar