Opini
Marak Bocil Cuci Darah dan Kegagalan Pemerintah, Apa Korelasinya?
Oleh: Hesti Nur Laili, S.Psi.
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Indonesia kini digemparkan oleh viralnya berita banyaknya pasien anak-anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta yang menjalani terapi hemodialisis alias gagal ginjal. Dokter spesialis anak di RSCM, dr. Eka Laksmi Hidayati membenarkan bahwa RSCM membuka layanan cuci darah untuk anak-anak. Dan saat ini pihaknya telah menerima pasien dengan terapi tersebut sebanyak 60 anak.
Rata-rata usia 12 tahun ke atas. Jadi memang masuk kategori remaja (cnnindonesia.com, 26-7-2024).
Meskipun tak ada lonjakan pasien gagal ginjal pada anak di RSCM, Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Piprim Basarah Yanuarso menyampaikan bahwa RSCM memang merupakan rumah sakit yang memiliki unit terapi hemodialisis khusus anak dan merupakan rumah sakit rujukan untuk terapi tersebut dari seluruh Indonesia. Ia juga mengatakan bahwa di RSCM itu ada dialisis khusus anak sementara di rumah sakit lain belum tersedia, oleh karena itu di unit khusus itu isinya anak-anak yang mengalami gangguan ginjal terminal (health.detik.com, 27-7-2024).
Adapun mengenai sebab dari banyaknya pasien anak yang mengalami gagal ginjal dan harus menjalani terapi hemodialisis, menurut penjabaran dari dr. Eka Laksmi Hidayati adalah dikarenakan obesitas yang menyebabkan menurunnya fungsi ginjal. Sedangkan obesitas sendiri disebabkan lantaran gaya hidup anak sekarang yang cenderung suka mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula dan garam dengan kadar yang berlebihan. Hal tersebut ditambah dengan gaya hidup yang jarang olah raga dan malas gerak, membuat seseorang menjadi cepat obesitas karena tidak ada pembakaran kalori (cnnindonesia.com, 26-7-2024).
Seringnya ada kasus anak-anak remaja mengalami gagal ginjal seperti ini, si pasien pribadilah yang disalahkan atas adanya kasus tersebut juga orangtua dari pasien karena dianggap tidak becus mengurus anak hingga membuat anaknya punya gaya hidup yang buruk.
Padahal ada hal yang lebih besar yang juga wajib disoroti dengan banyaknya kasus anak-anak yang mengalami gagal ginjal. Apa itu? Tidak lain tidak bukan adalah sistem kapitalisme sekularisme yang sudah menguasai negeri ini.
Lalu apa korelasi dari sistem buruk kapitalisme sekularisme dengan adanya kasus anak-anak yang mengalami gagal ginjal?
Sekularisme adalah paham di mana agama dipisahkan dari kehidupan. Agama dianggap hanya sebatas di dalam rumah ibadah dan ibadah-ibadah spiritual saja. Sedangkan kehidupan sehari-hari tak perlu menggunakan agama sebagai asas maupun prinsip hidup, sehingga manusia bisa bebas melakukan apapun sesuka hatinya.
Paham inilah yang menyebabkan seseorang bermudah-mudah untuk mengkonsumsi makanan-makanan apapun yang mereka sukai tanpa mengenal halal dan haram maupun thoyib (baik) dan tidak thoyib.
Padahal di dalam Islam, manusia sangat ditekankan untuk bisa mengendalikan hawa nafsu yang berasal dari mulutnya, entah apa yang keluar darinya (omongan) maupun apa yang masuk ke dalamnya (makanan).
Hal ini tercantum dalam Al-Qur'an surah An-Nahl ayat 114, yang artinya: "Makanlah sebagian apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu sebagai (rezeki) yang halal lagi baik dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya menyembah kepada-Nya."
Selain yang disoroti adalah pembeli atau konsumen, masalah ini juga wajib menyoroti penjual. Akibat dari sistem sekuler-kapitalisme, para pedagang dengan mudah menjual sesuatu yang tidak thoyib untuk dikonsumsi masyarakat. Demi keuntungan materi dan apa yang orang minati, halal dan haram maupun thoyib dan tidak thoyib bukanlah sesuatu yang wajib untuk dipertimbangkan dalam dagangannya.
Bertemunya penjual curang dan berotak kapitalis dengan konsumen yang berotak sekuler, terjadilah transaksi jual-beli di dalam masyarakat hingga akhirnya berdampak pada memburuknya kesehatan masyarakat, salah satunya dengan penyakit gagal ginjal.
Adapun sukses tidaknya transaksi jual-beli ini jelas ditentukan oleh peran negara. Karena sistem sekuler-kapitalisme yang dianut, seringnya pemerintah abai dengan bahaya-bahaya dari bahan pangan yang tidak thoyib, seperti gula pasir. Negara seolah tidak peduli itu, sepanjang bisnis gula pasir yang beredar di masyarakat memiliki keuntungan yang besar bagi pemasukan kas negara juga para pengusaha.
Beredarnya gula pasir di masyarakat dan kebolehannya mengkonsumsi itu, meski telah banyak edukasi yang disampaikan tentang bahayanya gula pasir oleh para ahli kesehatan, tetap tidak akan berpengaruh apapun kecuali hanya sedikit dari masyarakat yang sadar. Hal ini lantaran diizinkannya gula pasir oleh pemerintah untuk beredar di pasar masyarakat. Sepanjang pengusaha gula pasir membayar pajak dengan baik, memberikan keuntungan untuk negara, maka sampai kapanpun edukasi dari kalangan medis tentang bahayanya gula pasir pasti akan kalah dengan banyaknya iklan makanan yang mengandung banyak gula.
Tak hanya gula pasir, makanan lain yang mengandung gluten, bahan-bahan yang tidak sehat lainnya, bahkan makanan yang mengandung bahan-bahan haram seperti babi, arak, dan berbagai barang yang diharamkan oleh Allah juga bebas beredar di masyarakat.
Hal ini juga diperparah dengan harga bahan baku yang lebih mahal untuk produk thoyib daripada harga bahan yang tidak thoyib. Seperti contohnya tempe. Tempe yang memiliki kualitas baik dengan kedelai yang thoyib cenderung mahal dibanding dengan kedelai impor yang tidak thoyib karena mengandung bahan-bahan berbahaya yang salah satunya adalah GMO atau makanan dengan rekayasa genetik, yang tentu saja sangat membahayakan konsumen yang mengkonsumsi bahan tersebut.
Inilah benang merahnya, peran negara yang banyak diabaikan dan seolah dianggap tidak ada korelasi antara banyaknya pasien gagal ginjal dengan peran pemerintah dalam melindungi rakyat.
Hal ini berbeda dengan sistem Islam bila diterapkan dalam kehidupan bernegara. Karena Islam benar-benar memiliki aturan menyeluruh untuk kebaikan umat baik berskala besar seperti masyarakat luas, maupun individu pribadi.
Dalam Islam, setiap individu masyarakat dikuatkan akidahnya dari sisi pendidikan. Penanaman akidah yang kuat dan perasaan takut kepada Allah membuat manusia berusaha tunduk dengan apapun yang disyariatkan. Termasuk menghindari makanan-makanan yang tidak thoyib, karena dapat memperlemah jiwa dan raga. Karena sejatinya umat Islam itu kuat dan melarang kegemukan kecuali bawaan dari lahir. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw. berikut:
“Generasi terbaik adalah generasi di zamanku, kemudian masa setelahnya, kemudian generasi setelahnya. Sesungguhnya pada masa yang akan datang ada kaum yang suka berkhianat dan tidak bisa dipercaya, mereka bersaksi sebelum diminta kesaksiaannya, bernazar tapi tidak melaksanakannya, dan nampak pada mereka kegemukan”. (HR Bukhari 2651 dan Muslim 6638).
Selain itu, dari sisi pedagang, ditumbuhkannya rasa takut kepada Allah dengan penanaman akidah yang kuat, tentu membuat para pedagang hanya akan menjual makanan dan minuman yang halal dan thoyib. Karena prinsip Islam yang tertanam dalam jiwa mereka yang menginginkan keberkahan dari rejeki yang didapatkan dari hasil berjualan barang-barang yang halal dan thoyib daripada keuntungan materi belaka.
Dan terakhir dari sisi pemerintah, pemerintah dengan sistem Islam akan memastikan semua yang masuk ke dalam wilayah kekuasaannya adalah hanya hal-hal yang baik dan halal, terutama makanan. Pemerintah Islam juga menjaga kestabilan harga bahan pokok tanpa harus impor sana sini untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
Pemerintah Islam juga tidak bertujuan akan keuntungan kas negara, karena kas negara didapat dari zakat, upeti, rampasan perang, urusan kehakiman, dan juga hasil pengelolaan sumber daya alam yang semuanya masuk ke dalam kas negara tanpa terkecuali. Dari kas inilah, negara mengayomi rakyat dengan pendidikan gratis, modal usaha rakyat, kesehatan gratis, dan berbagai sarana penunjang untuk kesejahteraan masyarakat.
Oleh karenanya, negara tidak mudah diiming-imingi keuntungan materi yang besar oleh pengusaha yang pada akhirnya hanya akan menyengsarakan rakyat. Karena sejatinya di dalam Islam, peran negara atau Khalifah adalah sebagai junnah, yaitu pelindung rakyat.
Nabi Muhammad saw. bersabda,
”Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll).
Makna ungkapan kalimat “al-imamu junnah” adalah perumpamaan sebagai bentuk pujian terhadap imam yang memiliki tugas mulia untuk melindungi orang-orang yang ada di bawah kekuasaannya sebagaimana dijelaskan oleh al-Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, “(Imam itu perisai) yakni seperti as-sitr (pelindung), karena Imam (Khalifah) menghalangi/mencegah musuh dari mencelakai kaum Muslimin, dan mencegah antar manusia satu dengan yang lain untuk saling mencelakai, memelihara kemurnian ajaran Islam, dan manusia berlindung di belakangnya dan mereka tunduk di bawah kekuasaannya.”
Demikianlah benang merah korelasi antara banyaknya pasien dengan penyakit gagal ginjal dan peran negara dalam kasus ini. Wallahu alam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar