Opini
Matinya Keadilan di Negeri yang Menjunjung Tinggi Demokrasi
Oleh: Sunarti
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—"Hukum rimba" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah hukum yang menyatakan siapa yang menang atau kuat dia akan berkuasa. Inilah gambaran kehidupan dalam sistem demokrasi kapitalis saat ini. Bagaimana tidak, kasus viral meninggalnya Dini Sera Afrianti di tangan kekasihnya, Ronald Tannur justru diputuskan bebas oleh Pengadilan Negeri Surabaya. Ini yang membuat tanda tanya besar publik dan dianggap janggal. Ada apa dan siapa di belakang Ronald Tannur?
Dalam laman jpnn.com (28-07-2024) dikabarkan Pengadilan Negeri Surabaya memvonis bebas Ronald Tannur terdakwa kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian kekasihnya Dini Sera Afrianti. Dengan putusan tersebut langsung menuai sorotan publik. Bahkan kejanggalan putusan pengadilan tersebut, masyarakat merespons hendak menggelar aksi berjudul "Keadilan untuk Dini Sera Afrianti" di depan Pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal 27 Juli 2024.
Sementara dalam lama Mediaindonesia.com (31-7-2024), menyebutkan bahwa dengan kejanggalan putusan pengadilan tersebut dakwaan berlapis berupa pembunuhan dan penganiayaan yang dilakukan JPU tidak satupun yang dikabulkan. Semua itu memecut keriuhan di publik. Ratusan orang yang tergabung dalam kelompok masyarakat Aliansi Madura Indonesia menggelar aksi di depan gedung PN Surabaya di jalan Arjuno, Surabaya, pada 30 Juli 2024.
Disebutkan pula dalam laman yang sama bahwa vonis bebas tersebut harus diperiksa. Pemeriksaan itu untuk mengusut dugaan hakim 'bermain' dalam putusan kasus yang menyebabkan kematian Dini. Serta pernyataan keras juga disampaikan dari Komisi III, setelah menerima audiensi dari keluarga korban. Dilanjut dengan Komisi III akan terlebih dahulu memanggil Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) untuk menindaklanjuti perkara vonis janggal terhadap Ronald.
Tentunya publik juga tidak ingin situasi itu melanda lembaga peradilan selaku benteng terakhir dari penegak hukum. Dan ketika hukum sudah dipermainkan oleh mereka yang dijuluki 'wakil Tuhan di muka bumi', wibawa dari lembaga tersebut akan runtuh di mata pencari keadilan (Mediaindonesia.com, 31-7-2024).
Hukum Buatan Manusia Bisa Dibeli
Dengan melihat fakta yang terjadi di ranah peradilan saat ini, bisa dilihat dengan jelas bahwa telah runtuh keadilan di negeri ini. Sisi-sisi gelap yang tidak kasat mata menjadi jelas ketika hukum berpihak pada pemilik kapital. Sederet putusan pengadilan telah menunjukkan keasliannya. Dengan berbagai alasan yang sejatinya telah cacat hukum, pelaku kejahatan yang nyata dengan bukti-bukti jelas, bisa terbebas dari hukuman. Pantas saja dalam Komisi III menyebut jika kasus Dini mengesampingkan mens rea (niat jahat) dan adanya actus reus (unsur tindakan) dari pelaku. Serta dikatakan dugaan hakim yang bermain dalam kasus penganiayaan oleh Ronald hingga menyebabkan kematian.
Dalam kasus-kasus persidangan yang lain yang dilakukan oleh rakyat jelata justru hukum sangat tajam. Sebut saja kasus seorang nenek yang mencuri singkong karena lapar, kasus seorang bapak yang mencuri juga karena keluarganya kelaparan dan kasus lain yang berakhir di jeruji besi. Rupanya kasus yang dilakukan oleh rakyat jelata tidak lagi memandang sebab akibat atau belas kasihan. Sebaliknya jika kasus yang dilakukan oleh para pejabat atau keluarganya bahkan jika kasusnya itu berat, tetap saja bisa lolos dari hukuman. Inilah bukti ketika hukum ternyata tumpul ke atas tapi tajam ke bawah.
Dalam sistem sekuler-liberal wajar jika hukum tidak bisa ditegakkan dengan cara yang adil. Karena sudah tabiatnya sistem ini berpihak pada para pemilik kapital, dialah yang akan memenangkan kasus-kasus di meja hijau. Meski hakim dan jaksa menutup mata untuk urusan keadilan. Hal ini menggambarkan sistem hukum saat ini tidak bisa memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. Gambaran sistem hukum dalam demokrasi yang sering terjebak dengan berbagai kepentingan dan membuka celah terjadinya kejahatan berikutnya.
Sungguh berbeda jauh dengan sistem Islam. Islam menegakkan keadilan dengan berpedoman pada aturan Allah, Zat yang Maha Mengetahui dan Maha Adil. Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan, yaitu fungsi penebus dosa dan memberi efek jera.
Islam juga memiliki definisi kejahatan dan sanksi yang jelas. Serta ada upaya pencegahan yang menyeluruh dari negara yang didukung dari sistem pendidikan yang bertujuan mewujudkan individu yang berkepribadian Islam. Nantinya akan muncul para penegak hukum orang yang amanah dan bertakwa pada Allah.
Dalam sistem peradilan yang tumbuh adalah suasana keadilan yang berada dalam nuansa iman dari masing-masing para penegak hukum. Demikian pula rasa takut kepada Allah juga selalu terpatri dalam jiwa-jiwa para qadhi (aparat penegak hukum). Sehingga putusan peradilan tidak ada unsur pilih kasih dalam menjatuhkan hukuman. Syariat Allah akan benar-benar ditegakkan berdasarkan apa yang telah ditetapkan. Waallahu alam bissawab
Via
Opini
Posting Komentar