Opini
Merengkuh Kegemilangan Islam dengan Membaca
Oleh: Eci Aulia
(Pegiat Literasi Islam)
TanahRibathMedia.Com—Seorang guru pernah berkata, "Selama perpustakaan masih menjadi tempat tersunyi setelah kuburan, maka kebangkitan kaum muslimin masih sangat jauh dari harapan."
Quote ini seolah menyadarkan kita betapa pentingnya aktivitas membaca terutama di kalangan generasi muda. Karena membaca adalah pintu gerbang utama meraih ilmu. Baik itu ilmu sains dan teknologi maupun ilmu agama.
Terlebih pada era di mana informasi bisa diakses dengan mudah. Rasanya tidak ada alasan untuk tidak mau membaca. Namun, nyatanya terkadang ekspektasi tak selalu sejalan dengan realita.
UNESCO menyebutkan bahwa Indonesia memiliki tingkat literasi yang sangat rendah. Indonesia dinyatakan menduduki peringkat kedua terbawah di dunia soal minat baca. Yaitu peringkat ke 60 dari 61 negara. Indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya di angka 0,001 persen atau dari 1.000 orang Indonesia hanya 1 orang yang rajin membaca.
Namun di sisi lain, menurut lembaga riset digital marketing emarketer, Indonesia justru menjadi negara pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika.
Dari riset di atas menunjukkan bahwa sekalipun minat baca rendah, tapi orang Indonesia sanggup menatap layar gadget kurang lebih 9 (sembilan) jam sehari. Tidak heran kalau dalam hal kecerewetan di sosial media Indonesia menduduki peringkat kelima di dunia (rri.co.id, 23-04-2024).
Tanpa disadari, padatnya kicauan di sosial media telah mengalihkan perhatian kaum muslim dari pentingnya ilmu. Pun menurunkan minat baca pada masyarakat. Nyatanya, masyarakat lebih tertarik untuk nyinyir di beranda komentar daripada membaca, menulis, dan menelaah informasi. Terkadang, membaca hanya dijadikan sebagai aktivitas penghantar tidur atau sekadar mengisi waktu luang.
Tidak dimungkiri, menatap layar secara masif di sosial media nyatanya rentan menyebabkan kejenuhan pada bacaan yang panjang. Apalagi jenis bacaan yang disuguhkan dalam bentuk fisik, seperti buku, koran, majalah, dll.
Membaca adalah Kebutuhan
Sebagai muslim yang menyandang predikat umat terbaik mestinya kita senantiasa menjadikan aktivitas membaca sebagai kebutuhan, bukan selingan. Tidakkah kita ingat bahwa wahyu Allah Swt. yang pertama turun di awali dengan perintah membaca. "Iqra atau bacalah!"
Kejumudan berpikir itu berawal dari rendahnya literasi. Maka langkah pertama dalam upaya menumbuhkan minat baca di era digital ini adalah membatasi penggunaan gadget berlebihan. Bijaklah dalam bersosial media. Pilihlah bacaan yang memang mendatangkan kebaikan untuk dunia akhirat kita. Teruslah mengupgrade kemampuan literasi, terutama literasi digital agar tidak mudah termakan berita hoax.
Kemudian menyadari bahwa kegemilangan Islam hanya akan diraih dengan dua amunisi yaitu iman dan ilmu. Tanpa iman yang kokoh dan kemampuan literasi yang tinggi, maka kebangkitan kaum Muslim hanyalah ilusi.
Eksistensi Buku di Zaman Keemasan Islam
Di zaman keemasan Islam (The Golden Age of Islam), ketika Eropa masih berada dalam kegelapan, perpustakaan justru sedang berkembang pesat di seluruh penjuru negeri Islam. Perpustakaan dikembangkan agar masyarakat melek huruf dan semangat untuk mencari ilmu. Bahkan banyak non muslim mencari referensi ilmu pengetahuan di perpustakaan Islam.
Salah satu perpustakaan terbesar adalah Baitul Hikmah yang didirikan pada masa kekhilafahan Abbasiyah di Baghdad, Irak oleh Khalifah Harun ar-Rasyid. Salah satu peran besar perpustakaan Baitul Hikmah dalam perkembangan ilmu pengetahuan adalah melahirkan ilmuwan-ilmuwan Islam yang masyhur, seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Al-Ghazali, Al-Khawarizmi, dan Al-Battani.
Kemudian ada perpustakaan Cordoba di Andalusia atau Spanyol, digunakan oleh 170 wanita untuk membaca, menulis, dan menyalin buku. Perpustakaan ini menampung hingga 400.000 jilid buku. Orang-orang seperti pelajar, guru, penulis, pedagang, penjual buku, pembaca buku beserta para penguasa rela membayar mahal hanya untuk memperoleh buku.
Perpustakaan ini mencapai puncaknya di masa khalifah Al-Hakam II di Andalusia pada masa Bani Umayyah. Ia menggabungkan koleksi buku penghuni istana, dari mulai ayahnya, saudaranya, dan anak-anaknya. Sehingga ia melahirkan sebuah perpustakaan dengan jumlah koleksi buku mencapai ratusan ribu. Kegigihannya dalam mengoleksi buku-buku penting, membuat ia rela menukar buku dengan emas.
Masya Allah, demikianlah potret kegemilangan Islam di masanya. Semua orang berlomba-lomba untuk bisa memperoleh ilmu melalui buku. Jika dibandingkan dengan masa sekarang, sangat jauh panggang dari api.
Penerapan Literasi oleh Individu dan Negara
Sungguh nyata kemunduran berpikir umat Islam dalam mempelajari ilmu agama saat ini. Paham sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan menjadikan manusianya tidak lagi rakus dengan ilmu, melainkan rakus dengan materi, jabatan, popularitas, dan kepuasan jasmani lainnya.
Jika hati mendamba kebangkitan Islam seperti pada zaman keemasannya. Maka tidak ada cara lain selain menerapkan apa yang telah diterapkan oleh orang-orang pada generasi awal.
Imam Malik berkata, “Tidaklah akan baik generasi akhir umat ini kecuali dengan apa yang telah membuat baik generasi awalnya.”
Oleh karena itu, mulailah dengan membaca minimal 15 menit setiap hari. Prioritaskan untuk membaca buku dalam bentuk fisik. Kemudian tingkatkan kuantitasnya hingga hari berikutnya sampai terbentuk menjadi ‘habbits’. Yang menjadi catatan penting adalah budayakan membaca hingga selesai, agar tidak terjadi kesalahpahaman. Mungkin ini bukan suatu yang mudah, tapi bukan berarti tidak bisa.
Adapun peran negara juga tak kalah penting. Ilmu selalu berbanding lurus dengan pendidikan. Pendidikan yang berbasis akidah Islam akan melahirkan generasi-generasi yang haus ilmu dan memuliakannya. Negara akan mendorong generasi untuk cakap literasi di media cetak, auditori, visual, maupun digital. Terutama literasi Islam seperti membaca Al-Qur'an, mempelajari kitab-kitab berbahasa Arab, buku Sirah Nabawiyah dan buku-buku sejarah peradaban Islam. Dengan begitu, fasilitas seperti perpustakaan tidak akan pernah sepi dari para pemburu ilmu. Sebab, perpustakaan menjadi sarana paling terdepan dalam bidang pendidikan. Barakallah fikum. Wallahu alam bissowwab
Via
Opini
Posting Komentar