Opini
Mewujudkan Ketahanan Pangan antara Harapan dan Kenyataan
Oleh: Pudji Arijanti
(Pegiat Literasi Untuk Peradaban)
TanahRibathMedia.Com—Pada laman sebuah berita Media Indonesia tertanggal 16-8-2024 terdapat judul "RAPBN 2025 Tidak Cerminkan Keseriusan Wujudkan Ketahanan Pangan". Ini tercermin juga bahwa pemerintah menganggarkan ketahanan pangan pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2025 hanya sebesar Rp124,4 triliun. Hal ini pun dicermati oleh Pengamat Pertanian Syaiful Bahari. Dia menilai jumlah tersebut tidak menggambarkan adanya perencanaan strategis untuk penguatan sektor pertanian nasional.
Menurutnya, program pemerintah ini perlu diperjelas. Apa yang dimaksud dengan ketahanan pangan? Apakah melalui peningkatan produktivitas atau penguatan cadangan pangan nasional atau memperbesar bantuan pangan seperti yang terjadi di 2023-2024?
Ia menilai jika proses perkiraan ketahanan pangan di APBN 2025 diarahkan untuk menyokong peningkatan produktivitas, menjaga ketersediaan dan keterjangkauan harga pangan, perbaikan rantai distribusi hasil pertanian, serta meningkatkan akses pembiayaan bagi petani. Maka, tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk memperbaiki produktivitas pertanian, mulai dari hulu sampai hilir.
Kita pahami bersama bahwa ketahanan pangan menyangkut ketersediaan pangan, distribusi, dan konsumsi pangan. Alhasil menjadi persoalan penting bagi negara bahkan bisa dikatakan menyangkut kedaulatan negara, di mana kekuasaan tertinggi ada pada negara.
Namun begitu hari ini negara tidak memiliki komitmen kuat dalam membentuknya. Hal ini nampak dari kebijakan yang diambil. Padahal ketahanan pangan hanya bisa terwujud saat negara mampu melaksananan kedaulatan pangan, yakni mampu menjamin keterdsediaan pangan untuk rakyat, akses yang mudah di seluruh pelosok serta konsumsi atas produk pangan
Ketahanan Pangan Ala Kapitalis
Mirisnya, berbicara ketahanan pangan tetapi minimnya dukungan/bantuan pemerintah pada petani. Hal ini nampak jelas dari upaya pemerintah dalam memperbaiki produktivitas pertanian, mulai dari hulu sampai hilir.
Dari dulu silih bergantinya Presiden dan Menteri persoalan pertanian dari hulu hingga hilir belum terselesaikan dengan menyeluruh. Terdapat rantai sistem yang terakumulatif, jadi perlu penguraian sehingga semua persoalan pertanian ini beres ujar Hamid Noor Yasin, Anggota Komisi IV DPR-RI pada periode (2019–2024).
Selain itu masalah permodalan petani yang turut membayangi sektor pertanian. Petani pun dibiarkan berperan pada proses penyiapan budidaya tanaman, pelaksana produksi hingga memasarkan hasil pertanian.
Faktor lain adalah kebijakan ketahanan pangan hanya dicukupkan dengan melakukan impor. Seharusnya pemerintah membangun sinergi yang solid bersama petani. Ketahanan pangan akan lebih kuat jika mata rantai dalam negeri diperhatikan dengan membangun ketersediaan pangan, distribusi yang merata serta konsumsi pangan yang menyeluruh untuk rakyat.
Justru dengan melakukan impor bahan pangan akan melemahkan ketahanan pangan dalam negeri dan mengokohkan ketergantungan bahan pangan pada pihak lain. Tentu saja yang merugi adalah petani. Bahkan Ketua Majelis Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo di laman investor id mengingatkan agar pemerintah mengurangi impor. Dengan demikian pangan Indonesia dapat terjaga secara konsisten. Juga memperkecil jumlah impor komoditas pangan.
Ketahanan Pangan Dalam Perspektif Islam
Dalam pandangan Islam, sektor pangan terkategori salah satu kebutuhan primer. Jadi, merupakan kebutuhan asasi setiap individu yang pemenuhannya wajib dijamin oleh negara atau penguasa.
Islam menjadikan ketahanan pangan harus diwujudkan, karena hal ini berkaitan dengan kedaulatan negara dengan posisi sebagai negara adidaya. Oleh karenanya tugas negara menghadirkan kedaulatan pangan dengan cara antara lain: pengadaan bahan pangan secara mandiri, harga-harga yang stabil dan terjangkau, akses yang mudah di pelosok negeri, serta konsumsi hasil produksi.
Tentu saja semua itu dibutuhkan komitmen yang kuat dari penguasa, juga situasi perpolitikan yang terjadi saat itu. Tak kalah penting adanya sistem ekonomi Islam sebagai mekanisme.
Sejatinya negara sebagai raa’in akan membuat kebijakan yang akan menguatkan ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan karena dalam hal ini menyangkut ketahanan pangan. Bahkan petani juga berada di wilayah terdepan sebagai mekanisme sistem kedaulatan pangan sehingga petani terlindungi dan optimal dalam produksi.
Oleh karenanya penguasa berkewajiban mensejahterakan rakyatnya termasuk memenuhi kebutuhan akan pangan. Dengan menerapkan aturan Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan, terdapat sistem ekonomi yang mengatur soal kepemilikan harta, cara pengembangannya serta pendistribusiannya. Jadi SDA dikategorikan milik umum, pengelolaannya diserahkan kepada negara, hasilnya sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.
Pendistribusian harta dipastikan berjalan adil dan merata. Jika terdapat hambatan serta prasarana yang menghalangi sehingga pengiriman pasokan tidak lancar, negara dengan sigap membangun infrastruktur. Pendek kata tidak ada hal-hal yang membuat penguasa abai kepada rakyatnya. Apalagi terdapat praktik-praktik curang seperti monopoli perdagangan penguasa tak segan memberi sanksi dan menindak dengan tegas.
Begitu juga stok pangan sudahkah aktivitas produksi berjalan optimal. Dalam hal ini negara memberikan dukungan modal dan regulasi diatur dengan seksama. Kualitas SDM serta teknologi akan terus ditingkatkan dibarengi dengan penerapan sistem pendidikan Islam. Keberlangsungan riset dan pengembangan tekonologi tepat guna secara optimal dilakukan tanpa pembiayaan sedikit pun, karena negara menjadi sponsor tunggal.
Dengan demikian negara dan penguasa adalah pemegang kekuasaan yang di dalam menjalankan fungsi kepemimpinan sebagai pengurus dan penjaga rakyat. Rakyat adalah kewajiban yang harus dijaga dari haknya memperoleh jaminan akan pangan. Karena kedudukannya sebagai pengurus rakyat yang kelak dimintai pertanggungjawabkan. Dengan demikian kecil kemungkinan terjadi ancaman krisis pangan saat Islam ditegakkan sebagai aturan kehidupan, walaupun terjadi bencana alam sekalipun.
Demikianlah, jika syariat Islam dihadirkan sebagai sistem kehidupan manusia. Ia adalah sebuah sistem yang pernah ada yang pernah diterapkan Rasulullah dan para sahabat setelahnya. Negara dengan sebutan negara adidaya akan terwujud jika kita mau memperjuangkannya. Wallahu'alam bissawab
Via
Opini
Posting Komentar