Opini
Negara Darurat Lapangan Pekerjaan yang Layak
Oleh: Dwi R Djohan
(Aktivis Muslimah)
TanahRibathMedia.Com—Tepat tanggal 17 Agustus 2024, negara tercinta ini telah memasuki usia 79 tahun. Merdeka!!! Ya, itu yang selalu diusung pada tiap tahunnya. Untuk menunjukkan dan memperingati bahwa pada tanggal tersebut, negeri ini bebas memerintah tanpa campur tangan siapa pun dengan tujuan rakyat sejahtera dan makmur di bawah pemerintahan negeri sendiri. Apa pun akan dilakukan agar rakyatnya tidak akan kembali merasakan yang namanya “dijajah”.
Namun, ternyata itu semua hanyalah janji manis. Hingga usia 79 tahun, rakyat negeri ini masih merasakan penjajahan. Termasuk di era digitalisasi saat ini, upaya negara untuk melindungi rakyat guna mendapatkan haknya dalam bekerja tidak terealisasi. Seolah-olah rakyat disuruh mencari pemenuhan hak tersebut.
Mari kita lihat bersama. Sempat viral beberapa waktu lalu di media sosial penulis, ada sebuah video tentang deretan panjang pelamar pekerjaan di salah satu resto ayam goreng. Padahal yang dibutuhkan hanya beberapa pegawai dan pastinya gajinya tidak begitu besar. Dan yang mengagetkan, saat sang penggugah video melakukan interview dengan salah satu pelamar, ternyata dia adalah lulusan sarjana. Ketika ditanya, mengapa melamar di sini? Pelamar tersebut memberi jawaban bahwa saat ini mencari pekerjaan susah. Sekalipun sudah sekolah sampai sarjana, ternyata tidak menjamin akan mendapat pekerjaan yang layak. Jadi, apa pun lowongan pekerjaan yang ada maka akan dicari, karena perut kudu diisi. Astagfirullah. Seputus asa begitu.
Kondisi tersebut, diamini oleh beberapa media online. Seperti contoh yang tertulis dalam foto.tempo.co (9-8-2024) di mana disebutkan bahwa ratusan ribu anak muda melintas di kawasan perkantoran Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut mereka dalam golongan hopeless of job. Selain mereka berada dalam golongan tersebut, ternyata ribuan anak muda itu juga merasa putus asa karena tidak segera dapatkan pekerjaan. Tak tanggung-tanggung, jumlahnya mencapai 369,5 ribu anak muda yang berusia sekitar 15-29 tahun.
Kondisi ini mendapat perhatian dari salah satu partai di Indonesia yaitu partai Nasdem. Melansir dari wartawan ekonomi.co.id (10-8-2024), melalui salah satu wakilnya di anggota komisi IX DPR, Charles Meikyansah, meminta pemerintah untuk memberi perhatian ekstra terkait polemik Gen Z yang sudah mencari pekerjaan. Harus dibahas secara komprehensif agar tahu apa masalah sebenarnya dan solusinya sehingga bisa segera disosialisasikan ke generasi muda.
Miris melihat kenyataan yang ada. Mengingat Gen Z saat ini berada dalam usia produktif. Ada komentar dari salah satu netizen dari berita ini bahwa kondisi sekarang terjadi karena Gen Z tidak memiliki kualifikasi dalam lapangan pekerjaan yang ada. Jadi pengangguran hasilnya.
Jika membahas Gen Z, maka bisa kita ketahui bahwa Gen Z adalah generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Mereka seharusnya disebut dengan generasi yang melek teknologi canggih. Mereka tumbuh dengan gempuran teknologi. Jadi seharusnya melek atas apa yang dibutuhkan dunia saat ini dan bisa menciptakan.
Namun ternyata hal tersebut malah melenakan. Ketergantungan teknologi memberi efek malas (tidak terlatih), sikap skeptis (bertahan di zona nyaman), lebih selektif, dan punya ekspektasi tinggi sehingga saat dihadapkan dengan dunia kerja, mereka tidak siap.
Namun, bila kita telusuri bersama, tidak semua kesalahan ada pada generasi Z. Adanya kebijakan dan syarat mendapatkan pekerjaan yang sulit, juga bisa menyebabkan angka pengangguran tinggi. Batas usia dalam bekerja pun menjadi salah satunya.
Maka dapat kita simpulkan bahwa kelangkaan lapangan kerja menunjukkan kegagalan negara dalam menjamin kesempatan kerja para kepala keluarga (laki-laki), yang merupakan salah satu mekanisme terwujudnya kesejahteraan rakyat.
Hal ini akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis yang menjadikan pengelolaan SDAE (sumber daya alam dan energi) diberikan kepada asing dan swasta. Juga lahirnya berbagai regulasi yang justru menyulitkan rakyat untuk mendapatkan pekerjaan akibat terjadinya deindustrialisasi. Islam menjalankan sistem ekonomi dan politik Islam, termasuk dalam pengaturan dan pengelolaan SDAE yang merupakan milik umum.
Pengelolaan SDAE oleh negara meniscayakan tersedianya lapangan kerja yang memadai dan juga jaminan kesejahteraan untuk rakyat. Saat ini, negara darurat lapangan pekerjaan yang layak. Jadi, mau bertahan dengan sistem ekonomi kapitalisme atau sistem ekonomi Islam?
Via
Opini
Posting Komentar