Opini
Pelegalan Aborsi, Sesat Pikir Kala Mencari Solusi
Oleh: Alfaqir Nuuihya
(Ibu Pemerhati Sosial)
TanahRibathMedia.Com—Ada peribahasa yang berbunyi, "Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui". Kalimat ini sangat cocok disandingkan dengan fenomena saat ini. Di saat masa jabatan Presiden Joko Widodo hendak berakhir, justru presiden membuat peraturan-peraturan yang sangat kontroversial. Selain mengesahkan peraturan tentang penyediaan alat kontrasepsi untuk anak-anak usia pelajar atau belum menikah, Presiden pun membuat peraturan tentang pelegalan aborsi.
Dikutip dari tirto.id (9-8-2024) bahwa dalam aturan pelaksana UU Nomor 17 tahun 2023, melalui peraturan pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan. Bahwa pemerintah membolehkan tenaga kesehatan dan tenaga medis untuk melakukan aborsi terhadap perempuan korban pemerkosaan atau korban kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan.
Menanggapi hal ini, ketua MUI bidang dakwah, M. Cholil Nafis sangat menyayangkan keputusan pemerintah tersebut. Sebab, peraturan aborsi ini sangat bertentangan dengan syariat Islam, kecuali ada dalam beberapa keadaan seperti kehamilan tersebut membahayakan nyawa sang ibu, atau keadaan darurat medis lainnya (MediaIndonesia.com, 1-8-2024).
Jika kita menelaah keputusan pemerintah tentang pelegalan aborsi yang dilakukan untuk menyelamatkan ibu, di mana yang dimaksud ibu merupakan korban pemerkosaan atau kekerasan seksual. Maka, solusi aborsi merupakan penyelesaian yang setengah-setengah dan tidak menyentuh akar permasalahan.
Dengan dilegalkannya aborsi, justru akan memberikan dampak negatif berupa trauma psikis bagi perempuan. Selain trauma dan malu karena menjadi korban pemerkosaan, malu juga menanggung kehamilan, tentu pula akan merasa trauma karena telah berani menghilangkan nyawa janin yang dikandungnya.
Penyebab dari dilegalkannya aborsi adalah terjadinya pemerkosaan atau kekerasan seksual yang banyak terjadi di negeri ini. Maka, inilah sebenarnya alarm masalah yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Akibat dari tontonan yang mengandung pornografi dan pornoaksi, begitu pun konten media lainnya sangat bebas berkeliaran, sedangkan jalan pengaksesan sangat mudah dijangkau oleh seluruh kalangan, sehingga mampu memancing timbulnya naluri seksual lebih dini.
Betapa banyak kejahatan yang ditimbulkan dari konten media ini, tetapi pemerintah pun sepertinya sangat tidak sungguh-sungguh dalam menutup konten-konten tersebut. Lagi dan lagi sekuler kapitalisme menjadi biang kerok dari permasalahan ini.
Sistem pergaulan di tengah masyarakat yang sangat karut-marut ini menjadi penyebab banyak terjadinya pelecehan seksual. Perempuan banyak tidak menutup aurat sebagaimana yang telah diperintahkan oleh syariat, bukti bahwa ketakwaan individu dan keluarga sangat lemah.
Begitu pun pendidikan di negeri ini tidak mampu menghasilkan pelajar yang berkepribadian Islam. Di sisi lain, aturan tentang interaksi antara laki-laki dan perempuan pun tidak ada, sehingga masyarakat sangat sulit mengendalikan hawa nafsu dan sangat mudah melakukan berbagai cara untuk memenuhi hasratnya tersebut.
Aborsi adalah tindakan yang merampas hak kehidupan bagi janin. Sedangkan menghilangkan nyawa bagi manusia yang terpelihara darahnya adalah suatu hal yang sangat dilarang oleh syariat. Seperti firman Allah, "Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar." (TQS Al-An'am: 151)
Dari ayat ini, kita tidak serta-merta menjadikan aborsi sebagai penyelesaian dari kasus kehamilan yang tidak diinginkan ini. Aborsi sudah jelas haram menurut syariat, kecuali pada kondisi tertentu yang dibolehkan.
Islam sebagai agama yang memiliki aturan sangat sempurna dan tegas mampu memberikan sanksi hukum bagi seluruh pelaku kejahatan. Sanksi tersebut mampu menimbulkan efek jera, termasuk bagi pelaku pemerkosaan.
Ibnu Abdil Bar mengatakan bahwa para ulama telah sepakat bahwa orang yang melakukan tindak pemerkosaan harus mendapatkan hukuman had. Tentunya jika bukti telah jelas, atau pelaku mengakui perbuatannya, sehingga harus dilakukan penegakkan sanksi had (Al-Istidzar, 7: 146).
Aborsi bukanlah penyelesaian dari kasus kehamilan yang tidak diinginkan, termasuk akibat pelecehan seksual. Penyelesaian kasus pemerkosaan harus sistematis dan dimulai dari setiap akar persoalan.
Di dalam Islam, seluruh aspek kehidupan akan diatur, termasuk pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Keimanan dan ketakwaan akan tertanam di dalam jiwa setiap individu. Pendidikan pun akan menghasilkan jiwa-jiwa yang memiliki syakhsiyyah atau kepribadian Islam. Sehingga kejahatan akan sangat bisa diminimalkan termasuk kasus pemerkosaan. Begitu pun sanksi atas setiap kejahatan akan mampu direalisasikan dengan benar dan adil.
Semua kebaikan tersebut akan dapat dirasakan jika negara kita menerapkan aturan Islam secara kafah. Bukan menerapkan aturan yang terikat oleh hitungan untung rugi materi berupa aturan kapitalisme. Bukan juga sekularisme yang menganggap boleh menerapkan aturan Islam layaknya perasmanan dan menduakan Sang Khalik Mudabbir. Wallahualam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar