Opini
Pembangunan Desa Wujud Sebuah Keadilan, Hanya Khayalan
Oleh: Oktavia, SE.
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Dalam acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI bersama Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI), di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta. Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet mengatakan bahwa pembangunan desa memiliki peran sentral dalam mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah dan antara desa dan kota, dan pembangunan desa juga memiliki peran sentral dalam upaya mengentaskan kemiskinan.
Berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 78 (1), pembangunan desa, yaitu peningkatan pelayanan dasar, pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan, pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif, pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna, dan peningkatan kualitas ketertiban dan ketenteraman masyarakat desa.
Akankah Terwujud Keadilan?
Pembangunan desa diklaim dapat memeratakan pembangunan antara desa dan kota. Salah satunya dengan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan. Pada era pemerintahan Joko Widodo dan Yusuf Kalla fokus pemerintah adalah dengan pembangunan di sektor infrastruktur, yaitu pembangunan jalan dan jembatan. Hal ini dimaksudkan mampu untuk meningkatkan ekonomi dan memudahkan mobilitas manusia dan barang sehingga harga bahan pokok menjadi terjangkau.
Dengan meningkatnya ekonomi masyarakat desa diharapkan pembangunan sudah merata di setiap wilayah. Tapi kenyataannya masih saja banyak masyarakat yang melakukan urbanisasi, bisa kita lihat di saat lebaran. Banyak masyarakat desa yang berbondong datang ke kota untuk mencari penghidupan yang layak. Dikarenakan di desa minim lapangan pekerjaan sehingga masyarakat desa sulit dalam pemenuhan kebutuhan.
Ada juga program dana desa yang penggunanya di peruntukkan untuk perlindungan sosial dan penanganan kemiskinan ekstrem, bantuan permodalan kepada BUMDes, dana operasional pemerintahan desa, serta dukungan program sektor prioritas di desa. Tapi realitanya masih ada masyarakat miskin dan desa tertinggal. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024 yang mencatat persentase angka kemiskinan di desa mencapai 11,79 persen, jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan perkotaan sebesar 7,09 persen.
Keadaan ini membuktikan bahwa masih ada kesenjangan kehidupan antara masyarakat desa dan kota. Bagaimana mungkin pembangunan desa bisa mengentaskan kemiskinan. Sementara pembangunan desa dibangun dengan sistem kapitalisme. Pembangunan diserahkan kepada pihak swasta/asing yang memiliki modal, kita tahu pasti bahwa sistem ini berlandaskan pada untung dan rugi. Yang apabila suatu desa memiliki sumber daya alam yang berkualitas maka di sana pembangunan lebih diperhatikan. Lalu siapakah yang memperoleh keuntungan, tidak lain para pemilik modal swasta/asing. Bukan desa ataupun masyarakat desa setempat. Ditambah lagi banyak pejabat yang terlibat dalam kasus korupsi, termasuk pejabat desa. Dari sini nampak jelas ketidakadilan yang dirasakan.
Sungguh hanya sebuah khayalan pemerataan pembangunan dapat terwujud. Terlebih lagi dengan sistem desentralisasi yang diterapkan, pemerintah memberikan kewenangan penyelenggaraan pembangunan desa kepada masing-masing daerah padahal kemampuan setiap daerah berbeda-beda.
Pembangunan dalam Pandangan Islam
Dalam pandangan Islam, negara memiliki kewajiban untuk mengurus urusan umat. Seperti pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, keamanan bagi seluruh masyarakat. Sehingga tidak ada kesenjangan kehidupan desa dan kota. Begitu juga dengan pembangunan dilakukan secara sentralisasi, yang mana pembangunan melalui pemantaun pemerintahan pusat. Sehingga pemerintah mengetahui kebutuhan masing-masing daerah. Sebagai contoh, saat paceklik terjadi di suatu wilayah, pemerintah pusat akan turut sigap mencari daerah yang surplus untuk memenuhi kebutuhan wilayah yang sedang paceklik.
Pembangunan infrastruktur dibangun atas dasar kemaslahatan umat, bukan hanya berdasarkan keuntungan semata. Pembiayaan pembanguna diambil dari baitulmal. Jikalau baitumall kosong maka boleh dilakukan pemungutan pajak. Itupun hanya boleh dipungut dari masyarakat yang mampu saja. Apabila pembangunan membutuhkan waktu lama dan dana tidak memadai maka boleh negara meminjam kepada pihak lain dengan syarat sesuai dengan syariat, yaitu pinjaman tanpa bunga, atau negara bergantung pada negara pemberi pinjaman.
Ditambah dengan pejabat atau pegawai yang amanah, sehingga terwujud keadilan dalam pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Begitulah negara Islam mengatur seluruh urusan ummat. Tanpa melihat desa ataupun kota. Wallahualam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar