Opini
Pembodohan Kian Masif dalam Kungkungan Kapitalisme
Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
TanahRibathMedia.Com—Jumlah anak putus sekolah kian meningkat dari waktu ke waktu. Fenomena ini pun disorot KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) sebagai hal yang mengancam masa depan bangsa. Ketua KPAI Ai Maryati Solihah menyebutkan hasil penelitian yang dilakukan lembaganya terkait jumlah anak putus sekolah. Ditemukan terdapat 5 dari 10 Dinas Pendidikan tingkat kota dan Kabupaten pada tahun 2022, yang mencatat sebanyak 778 anak mengalami putus sekolah (antaranews.com, 23-6-2024).
Meskipun data tersebut dihimpun pada tahun 2022, namun tetap dikatakan angka tersebut tergolong angka yang tinggi. Mengingat arus modernisasi begitu deras mengalir di tengah kehidupan masyarakat. Mestinya dengan modernitas digitalisasi yang tinggi dan kompleks mampu membendung banyaknya jumlah anak putus sekolah. Namun faktanya, jauh dari harapan.
Ulah Buruk Sistem Materialistik
Kini, data terbaru pun menyebutkan hal serupa. Terdapat tiga anak asal Jember, Jawa Timur yang mengalami kasus TPPO (Tindak Pidana Penjualan Orang). Mereka dipaksa menjadi budak seks dan harus melayani kebejatan pria hidung belang sebanyak 15 hingga 20 kali sehari. Sungguh biadab. Alasan ekonomi lagi-lagi menjadi alasan kuat fenomena ini terus merebak.
Tidak hanya terjebak TPPO, anak-anak pun banyak dieksploitasi sebagai pekerja kasar alias buruh. Salah satunya sebagai penambang pasir. Sebagai buruh, mereka mendapatkan pendapatan sekitar Rp 200 ribu per hari. Angka yang lumayan besar untuk seorang buruh kategori anak. Dan ini dianggap lebih menguntungkan ketimbang harus bersekolah yang justru harus mengeluarkan biaya.
Anak-anak usia sekolah memilih untuk putus sekolah karena berbagai faktor. Mulai dari miskin cita-cita, tidak memiliki impian hidup, buruknya circle pergaulan, hingga yang paling banyak adalah faktor ekonomi. Mau tidak mau, mereka dipaksa bekerja memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya di tengah kesulitan yang terus menghimpit.
Minimnya kesadaran akan kebutuhan pendidikan menjadikan pemikiran orang tua membeku. Para orang tua lebih memilih anak-anaknya tidak sekolah. Keuntungan materi lebih menggiurkan ketimbang membekali anak-anak dengan ilmu di sekolah.
Pemikiran individu terbelenggu paham materialistik yang merendahkan kemuliaan manusia. Standar kesenangan, ketenangan dan kesuksesan disandarkan pada banyaknya materi yang dimiliki. Paradigma ini tidak mampu ditolak oleh pemikiran generasi saat ini. Di saat mahalnya biaya pendidikan dan beragam kebutuhan hidup yang terus memaksa untuk dipenuhi. Nihilnya jaminan lapangan pekerjaan menjadikan setiap individu buta akan konsep benar tentang kehidupan. Tidak peduli lagi standar halal haram. Semua diterjang demi sebuah eksistensi nilai jasmani dan materi.
Betapa rusaknya paradigma hidup dalam genggaman sistem kapitalisme. Sistem yang menjadikan materi dan hawa nafsu sebagai raja, menjadikan individu kian jauh dari tujuan dan hakikat hidup yang sebenarnya. Konsep ini pun yang menjadikan negara kian abai pada kepentingan rakyatnya, termasuk kepentingan terkait pendidikan. Negara secara sah melegalkan komersialisasi pendidikan. Alhasil, pendidikan menjadi mahal tidak terjangkau. Dari sudut ini, akhirnya banyak orang tua pasrah pada keadaan dan memilih anaknya untuk bekerja daripada sekolah. Karena bekerja dianggap lebih menjanjikan kehidupan yang lebih baik daripada bersekolah. Tentu saja, pemikiran seperti ini adalah pemikiran keliru sebagai buah pemikiran kapitalistik yang sekular.
Hal ini tidak boleh terus terjadi karena akan membentuk sumberdaya manusia lemah yang memiliki pemikiran dangkal. Mereka hanya mampu bekerja sebatas pekerja secara fisik dan tidak akan mampu menjadi tenaga ahli yang profesional. Kenyataan seperti ini tentu akan membawa keburukan bagi kemajuan bangsa di masa datang.
Islam Menjaga Kecerdasan Umat
Allah Swt. menciptakan manusia dilengkapi dengan akal dan berbagai potensi. Dengan bekal akal dan potensi tersebut, setiap individu diarahkan untuk mencari ilmu sehingga mampu membedakan antara yang haq dan batil.
Akal yang dilindungi oleh konsep iman akan terjaga dari segala bentuk kezaliman dan keburukan. Dengan bekal ilmu, akal akan tunduk pada keimanan dan senantiasa tertuju pada satu tujuan utama, yakni rida Allah Swt. Terkait hal ini, Islam mewajibkan bagi setiap individu untuk mencari ilmu. Dengan jalan inilah, setiap individu mampu terhindar dari kebodohan dan kekufuran.
Sistem Islam pun membentuk lingkungan yang kondusif terkait ilmu dan berbagai lembaga untuk mencari ilmu. Negara akan menetapkan berbagai kebijakan dalam rangka untuk memudahkan setiap warga negara untuk meraih ilmu setinggi-tingginya.
Segala bentuk strategi akan terwujud dalam sistem Islam yang berinstitusikan khilafah. Khilafah akan menetapkan berbagai mekanisme khas yang menjadi solusi sistematis pendidikan. Pertama, menetapkan kurikulum berdasarkan akidah Islam. Konsep ini akan menjadikan individu senantiasa terikat dan memfokuskan tujuan pendidikan pada pembentukan kepribadian Islam. Sehingga mampu membedakan konsep halal dan haram dengan tegas dan jelas.
Kedua, negara akan menetapkan kebijakan biaya pendidikan yang murah, terjangkau bahkan gratis. Sehingga pendidikan berkualitas mampu diakses seluruh lapisan masyarakat. Ketiga, negara akan membentuk strategi kebijakan untuk mensejahterakan seluruh rakyat melalui pengelolaan sumberdaya dengan amanah dan bijaksana.
Masyarakat yang sejahtera secara ekonomi akan fokus menuntut ilmu dan mengembangkan setiap potensi dan kemampuan yang dimiliki. Ilmu tinggi yang berpondasikan akidah Islam yang kokoh akan membentuk generasi tangguh yang cerdas. Dengan generasi cerdas penuh iman, negara akan maju, berdedikasi dan mandiri di segala bidang.
Dengan khilafah, kehidupan umat akan terjamin sempurna. Karena konsep ini mendudukkan negara sebagai ra'in (pengurus) sekaligus junnah (perisai) bagi seluruh rakyat.
Rasulullah saw. bersabda,
"Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya." (HR Al Bukhori)
Wallahu'alam bisshowwab
Via
Opini
Posting Komentar