Opini
Perayaan HUT RI Ke-79, Nirempati Pemerintah
Oleh: R. Raraswati
(Muslimah Jember)
TanahRibathMedia.Com—Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata memaparkan anggaran perayaan HUT RI ke-79 membengkak hingga 63 persen yaitu mencapai 87 miliar. Mirisnya, Presiden Joko Widodo menilai hal ini wajar karena perayaan negara dilakukan pada dua tempat yaitu di Jakarta dan IKN. Terbatasnya infastruktur di IKN membuat pemerintah harus mengalokasikan dana transportasi dan akomodasi yang besar bagi para tamu. Masalahnya, dana sebanyak itu dikeluarkan untuk seremonial yang bersifat sementara, sedangkan rakyatnya masih banyak yang hidup dengan kekurangan.
Kenyataan tersebut telah menunjukkan nirempati penguasa terhadap keadaan rakyatnya. Pemerintah sibuk mempersiapkan seremonial kemerdekaan RI, tetapi lupa memerdekakan masyarakat dari kemiskinan dan berbagai kesulitan. Harga kebutuhan makin tinggi, bahan bakar mahal, gelombang PHK juga terus melanda sehingga daya beli masyarakat menurun.
Bukan hanya itu, ada masyarakat yang sedang menunggu kepastian pembayaran kompensasi dari pembebasan lahan yang digunakan IKN. Namun, negara seolah melupakan dan tidak mengenal skala prioritas. Pemerintah justru memaksakan untuk bisa merayakan di IKN meski pembangunannya belum selesai. Meski banyak yang mengingatkan, keputusan ini tetap dilaksanakan. Padahal, jika seremonial peringatan kemerdekaan RI dilaksanakan di Jakarta saja, dananya bisa digunakan untuk membayar kompensasi lahan yang sangat dibutuhkan rakyat karena sejatinya itu adalah utang.
Jika pembayaran kompensasi adalah utang karena lahannya telah digunakan IKN, maka harusnya menjadi prioritas membayarnya. Namun, pemerintah justru memilih mengadakan seremoni HUT RI ke-79 di IKN lebih dulu yang seolah melupakan kewajiban membayar kompensasi. Sungguh, fakta ini menyakiti hati rakyat. Seolah-olah rakyat harus menanggung segala konsekuensi atas terwujudnya ambisi pemerintah dalam membangun IKN.
Itulah kezaliman atas kebijakan pemerintah terhadap rakyatnya. Meski penduduk Indonesia mayoritas muslim, dan pemimpinnya juga muslim, namun gaya hidupnya bermewah-mewah. Pemerintah seolah ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia memiliki kemajuan dengan memperlihatkan kemewahan dalam memperingati kemerdekaan RI. Penguasa lupa terhadap ayat Allah tentang laknat bagi manusia yang hidup bermewah-mewahan dan terus berbuat dosa sebagaimana firman-Nya yang artinya: “Sesungguhnya mereka sebelumnya hidup bermewah-mewah. Dan mereka terus menerus mengerjakan dosa besar." (TQS Waqi’ah 45-46).
Oleh sebab itu, bermewah-mewah dalam hal yang sifatnya hanya seremonial tentu makin menyakiti hati rakyat. Seharusnya memaknai kemerdekaan itu dengan prestasi dan hasil kerja nyata bukan sekadar seremonial yang penuh dengan pencintraan semata. Pemerintah seyogianya lebih mengutamakan berempati terhadap kesulitan rakyat.
Semoga dengan ini, bisa menyadarkan penguasa untuk lebih berempati terhadap rakyat. Pemerintah harus memiliki prioritas terhadap rakyatnya, tidak lagi bermewah-mewahan, dan yang paling penting adalah menjalankan syariat Islam dalam pemerintahan. Allahu a’lam bish showab.
Via
Opini
Posting Komentar