Opini
Pertalite Sulit, Rakyat Butuh Solusi Islam
Oleh: Maman El Hakiem
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Pemerintah Indonesia melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, mengumumkan bahwa rencana penghapusan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite akan ditunda hingga 1 Oktober 2024 (CNN Indonesia, 30-8-2024).
Keputusan tersebut menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat, terutama karena kekhawatiran bahwa setelah penghapusan subsidi tersebut, rakyat akan dipaksa untuk membeli BBM dengan harga yang jauh lebih mahal, seperti Pertamax.
Subsidi BBM selama ini dianggap sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dalam melindungi daya beli masyarakat. BBM merupakan komoditas strategis yang memengaruhi hampir seluruh sektor kehidupan, dari transportasi hingga produksi barang dan jasa. Oleh karena itu, wajar jika banyak pihak yang merasa kebijakan penghapusan jenis bahan bakar yang saat ini dianggap murah merupakan bentuk ketidakadilan.
Bagi sebagian besar rakyat, khususnya kalangan menengah ke bawah, subsidi BBM adalah salah satu bentuk perlindungan yang paling nyata dari negara. Dengan adanya subsidi, masyarakat masih dapat menikmati harga BBM yang relatif terjangkau di tengah kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Namun, jika subsidinya atau jenis Pertalite dicabut dan rakyat dipaksa untuk membeli BBM yang lebih mahal seperti Pertamax, maka hal ini bisa dianggap sebagai pengkhianatan terhadap amanat rakyat.
Kezaliman Penguasa
Penghapusan subsidi BBM, termasuk Pertalite, jika benar-benar terjadi, bisa dilihat sebagai bentuk kezaliman oleh pemerintah. BBM merupakan kekayaan alam yang seharusnya dikelola untuk kepentingan bersama. Dalam banyak pandangan, sumber daya alam seperti minyak bumi adalah milik publik yang harusnya digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat, bukan malah dijadikan komoditas yang memberatkan.
Lebih dari itu, kenaikan harga BBM berpotensi menimbulkan efek domino yang merugikan rakyat. Biaya transportasi yang lebih mahal akan memicu kenaikan harga barang dan jasa, inflasi yang tidak terkendali, serta penurunan daya beli masyarakat. Pada akhirnya, kebijakan ini justru akan memperburuk kesejahteraan rakyat yang seharusnya dilindungi oleh negara.
Maka, keputusan pemerintah untuk menunda penghapusan subsidi Pertalite hingga 1 Oktober 2024 ini bisa dilihat hanya sebagai upaya pemerintah meredam reaksi publik yang keras. Namun, jika kebijakan ini tetap dilanjutkan tanpa memerhatikan kondisi dan kesejahteraan rakyat, tidak menutup kemungkinan bahwa rakyat akan memandang pemerintah sebagai pihak yang berkhianat terhadap amanat yang diberikan kepada mereka.
Pada akhirnya, BBM adalah harta kekayaan milik umum yang seharusnya murah bahkan gratis. Kebijakan apapun yang terkait dengan pengelolaan BBM haruslah berorientasi pada kepentingan rakyat banyak, bukan semata-mata untuk mengurangi beban anggaran negara atau demi kepentingan segelintir pihak. Jika tidak, maka pemerintah berpotensi kehilangan kepercayaan dari rakyat yang mereka pimpin.
Butuh Solusi Islam
Dalam syariat Islam, pengelolaan sumber daya alam seperti minyak bumi dan gas memiliki landasan hukum yang jelas. Sumber daya alam ini dipandang sebagai harta milik umum ‘(al-milkiyyah al-‘ammah’) yang tidak boleh dimiliki oleh individu atau kelompok tertentu, melainkan wajib dikelola oleh negara demi kepentingan rakyat banyak. Pemanfaatan hasil dari sumber daya ini harus diberikan secara adil, tanpa memandang status sosial, kaya atau miskin, karena seluruh rakyat memiliki hak yang sama atas sumber daya tersebut.
Islam memandang bahwa segala sesuatu yang menjadi kebutuhan dasar manusia, terutama yang terkait dengan hajat hidup orang banyak, adalah milik umum. Minyak bumi, gas, air, padang rumput, dan hutan adalah contoh dari sumber daya yang termasuk dalam kategori ini. Nabi Muhammad saw. bersabda, "Kaum Muslimin berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api (energi)." (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Hadis ini menunjukkan bahwa sumber daya alam yang vital bagi kehidupan manusia tidak boleh dikuasai oleh individu atau kelompok tertentu untuk kepentingan pribadi. Sebaliknya, sumber daya ini harus dimiliki secara kolektif oleh seluruh umat, dan negara bertanggung jawab untuk mengelolanya.
Dalam sistem Islam, negara memiliki peran yang sangat penting dalam mengelola sumber daya alam. Negara bukan hanya berhak, tetapi juga diwajibkan untuk mengelola kekayaan alam tersebut dengan adil dan bijaksana, serta memastikan bahwa manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh rakyat. Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya pemimpin (imam) itu adalah pengurus (ra'in) dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Pemimpin yang adil adalah mereka yang mengelola kekayaan alam dengan mengutamakan kepentingan rakyat. Tidak boleh ada monopoli atau eksploitasi yang merugikan rakyat banyak. Keuntungan dari pengelolaan sumber daya alam harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk layanan publik, pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Wallahu'alam bish Shawwab.
Via
Opini
Posting Komentar