Opini
Remisi Narapidana, Hilangkan Efek Jera
Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I.
(Pemerhati Sosial dan Media)
TanahRibathMedia.Com—Fungsi hukum sejatinya untuk mengatur tingkah laku manusia dalam menentukan mana yang dapat dilakukan dan mana yang dilarang. Negara Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana tertulis dalam UUD pasal 1 ayat 3. Hal ini mempertegas kepada seluruh masyarakat bahwa Indonesia adalah negara hukum, oleh karenanya rakyat wajib untuk menaati aturan yang berlaku.
Namun sayangnya, penegakan hukum di Indonesia kian lama dirasa kian melemah. Ketidakadilan terus terjadi di mana-mana, ibarat "pisau dapur," kondisi penegakan hukum semacam ini terkesan hanya tajam di bagian bawah (ke arah masyarakat miskin), sebaliknya tumpul di hadapan kekuasaan dan pemilik akses ekonomi.
Adanya "jual-beli hukum" juga nampaknya tak asing lagi di negeri ini, maka wajar jika kepercayaan masyarakat pun makin berkurang. Ringannya sanksi yang diberi terkadang tak setimpal dengan kejahatan yang dilakukan, terlebih adanya pemberian remisi yang di atur dalam undang-undang makin memperkuat anggapan bahwa hukum di negeri ini tak mampu memberikan efek jera bagi para pelaku kriminalitas.
Dalam momen-momen tertentu remisi tak sungkan-sungkan diberikan pada para narapidana. Terkini sebagaimana dilansir Tempo.co (18-08-2024), sebanyak 1.750 orang narapidana di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mendapatkan remisi pada Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 RI. Dari jumlah tersebut, 48 orang di antaranya langsung bebas.
Hal serupa juga terjadi di lapas Cipinang Jakarta, menurut Antaranews.com (17-08-24), sebanyak 2.369 orang narapidana di Lapas Kelas I Cipinang mendapatkan remisi umum (RU), yang meliputi 2.211 orang mendapatkan RU I (pengurangan masa hukuman) dan 158 orang mendapatkan RU II (pengurangan masa hukuman hingga dinyatakan bebas).
Mengutip dari Liputan6.com (19-08-24), remisi yang dilakukan di momen Kemerdekaan ini, Kemenkumham Jatim klaim hemat anggaran Rp30 miliar. Anggaran yang dihemat berasal dari anggaran bahan makanan. Dengan asumsi rata-rata biaya makan untuk satu orang narapidana per hari adalah Rp20 ribu. Selain itu remisi yang diberikan juga dianggap solusi dari fenomena over kapasitas yang terjadi di lembaga pemasyarakatan selama ini.
Melihat kondisi di atas, memunculkan pertanyaan, akan kah negeri ini menjadi negeri yang adil, yang menjunjung tinggi hukum dan mampu memberikan rasa aman bagi setiap warga negaranya?
Akibat Kapitalisme Sekuler
Fenomena over kapasitas narapidana di lapas-lapas di Indonesia menjadi bukti bahwa negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Membeludaknya tahanan nyatanya berkelindan dengan maraknya kriminalitas yang ada. Bertambahnya kejahatan dengan beragam bentuk juga menjadi bukti hukum yang diterapkan tidak mampu memberikan efek jera. Alhasil, hilanglah rasa takut di tengah masyarakat, sehingga kejahatan semakin meningkat.
Dengan dalih agar para pelaku kejahatan memperbaiki diri dan tidak mengulangi kejahatannya, maka remisi pun dijadikan hak para narapidana. Namun hal ini justru dianggap oleh sebagian pengamat sebagai langkah menghilangkan efek jera, khususnya bagi para pelaku korupsi. Dengan lebih cepat keluar (melalui jalur remisi), orang semakin tidak takut melakukan tindak kejahatan semisal.
Akar masalah yang ada saat ini bukan hanya pada lemahnya penegakan hukum yang ada, melainkan pada sumber hukum yang digunakan di negeri ini. Indonesia sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia nyatanya tidaklah menerapkan hukum Islam. Alih-alih menerapkan hukum Allah, negeri ini lebih memilih menggunakan kapitalisme sekuler sebagai asas negara dan sumber hukumnya.
Maka wajar jika kejahatan di tengah masyarakat semakin banyak, hal ini disebabkan oleh lemahnya ketakwaan individu. Individu yang lemah menjadikan seseorang mudah terjerumus pada kejahatan atau kemaksiatan yang ada. Inilah buah dari penerapan sistem pendidikan sekuler dalam kapitalisme. Sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan. Alhasil, rasa takut terhadap sang Pencipta pun menghilang, pahala dan dosa pun tak lagi dihiraukan.
Masyarakat sekuler menjadikan hidupnya hanya sekadar mencari kebahagiaan duniawi yang akhirnya menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya termasuk melakukan pelanggaran hukum syarak. Naudzubillahi min dzalik.
Keadilan Hanya Ada dalam Sistem Islam
Fakta di atas berbeda dengan penerapan sistem Islam, yang memiliki aturan sempurna. Negara dalam sistem Islam atau disebut Daulah Khilafah akan menjadikan Al-Quran dan Sunnah Nabi sebagai asas bernegara, sekaligus menjadikannya sumber pembuatan hukum dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam sistem sanksi.
Karakter sistem sanksi (nidzamul uqubat) dalam Islam adalah tegas dan memaksa. Hal ini memiliki peran penting dalam membentuk perilaku individu dan masyarakat. Hukum dalam Islam tak bisa dijualbeli, karena keadilan akan dijunjung tinggi.
Penegakan hukum dalam Islam tak pernah pandang bulu. Hal ini telah terbukti dalam sejarah, dari riwayat Aisyah ra. dijelaskan bahwa Rasulullah saw., bersabda: "...Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya!”.
Hadis di atas merupakan respon yang diberikan Rasulullah ketika ada seorang wanita berasal dari keluarga yang terhormat dan disegani dari bani Makzum yang melakukan pencurian dan harus dikenai sanksi sesuai aturan Islam yakni potong tangan, namun keluarganya memohon agar hukumannya dibatalkan. Akhirnya sang perempuan tersebut mau tidak mau menjalani hukuman tersebut.
Dari peristiwa di atas, menegaskan kepada kita bahwa tidak ada yang berubah pada ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Hukum dalam Islam tak membedakan kaya miskin, anak pejabat atau rakyat biasa, hukum ditegakkan dengan seadil-adilnya sesuai hukum syarak.
Berbeda dengan sistem kapitalisme, sistem sanksi dalam Islam bukan saja sebagai alat pengendali masyarakat, melainkan juga sebagai jawabir (penebus dosa) dan jawazir (pemberi efek jera), dengan begitu bisa meminimalisir kriminalitas dan mencegah orang lain melakukan kejahatan yang serupa.
Untuk itu, maka sudah seharusnya umat Islam menerapkan Islam secara kaffah dalam naungan Daulah Khil4f4h Islamiah. Daulah Khil4f4h akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang kurikulumnya berbasis pada akidah Islam yang kuat, yang akan melahirkan individu-individu berkepribadian Islam. Individu yang berkarakter kuat, yang tau betul tujuan hidup di dunia adalah untuk beribadah dan mencari rida Allah Ta'ala.
Individu semacam ini akan berhati-hati dalam menjalani hidupnya, ia akan memperhatikan agar tidak terjerumus pada pelanggaran hukum syarak atau kemaksiatan. Selain itu, masyarakat yang islami juga menjadi faktor pendukung terciptanya suasana yang penuh ketaatan dan bersih dari kemaksiatan. Masyarakat dalam Islam akan saling mengingatkan dalam kebaikan dan mencegah dalam hal keburukan.
Selain itu, Daulah Khil4f4h memiliki tanggung jawab untuk melakukan riayah suunil ummah atau mengurus seluruh urusan umat. Khalifah (pemimpin dalam Khilafah) bertanggung jawab atas rakyatnya. Sebagaimana hadis Nabi saw., yang diriwayatkan imam Al-Bukhari, “Kepala negara (imam atau khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.”
Oleh karena itu, khalifah akan berupaya semaksimal mungkin menjaga hak setiap individu, serta memberikan jaminan kesejahteraan dan keamanan bagi seluruh warga negara, sehingga tidak ada warga negara yang melakukan pelanggaran hukum syarak tersebab tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya. Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Via
Opini
Posting Komentar