Opini
Scrolling Terus, Awas Kena Popcorn Brain
Oleh: Eci Aulia
(Aktivis Muslimah Bintan)
TanahRibathMedia.Com—Pernah mendengar istilah popcorn brain? Kalau belum, maka lihatlah proses pembuatan popcorn. Biji jagung meletup-letup menjadi popcorn dengan kecepatan hingar-bingar. Hanya saja, sekarang kita tidak sedang membahas tentang makanan popcorn itu sendiri, tetapi ini sebagai gambaran otak manusia dalam kondisi tertentu.
Menurut Dr. Sanam Hafeez, PsyD. seorang neuropsikolog di New York, popcorn brain atau otak popcorn digambarkan sebagai pikiran manusia yang melompat dari satu topik ke topik lain dalam waktu yang cukup singkat.
Adapun faktor pemicu popcorn brain adalah karena manusia mengkonsumsi informasi secara berlebihan di media sosial. Salah satunya saat menyaksikan video pendek yang ada pada platform TikToks dan YouTube. Video yang disuguhkan pada aplikasi tersebut memaksa otak manusia untuk melompat dari satu ide ke ide lainnya layaknya letupan biji jagung popcorn (liputan.6.com, 8-4-2024).
Penelitian membuktikan scrolling tidak bisa dipisahkan dari dunia digital. Sering kita saksikan di tempat-tempat umum, seperti di restoran, rumah sakit, tempat wisata, dll. Sembari menunggu antrian sebagian besar orang asyik melakukan scrolling di gawai masing-masing.
Di saat yang bersamaan sejatinya otak sedang melepaskan hormon dopamin yang membuat pelaku merasa senang dan terpuaskan. Meski sebagian lain tidak melakukannya, tapi mayoritas melakukannya.
Algoritma akan mengantarkan pelaku scrolling pada topik yang dicari, sesuai preferensi atau selera. Inilah yang menggiringnya untuk terus melakukan scrolling dalam waktu yang tidak terbatas. Saat itulah otak akan meletup-letup menerima informasi. Belum selesai satu informasi dicerna, muncul lagi informasi lainnya yang berbeda. Begitu seterusnya, sampai lepas kendali.
Apapun alasannya, scrolling akan berdampak buruk jika mengkonsumsinya secara berlebihan. Hasilnya, otak akan sulit untuk fokus ketika melakukan aktivitas yang membutuhkan waktu lama. Jika kita tidak bisa bertahan membaca tulisan hingga selesai. Cepat jenuh menyaksikan video berdurasi panjang, maka bisa jadi otak terkena popcorn brain.
Selain susah untuk fokus, ini juga berakibat pada terhambatnya kreativitas, kita juga akan jauh dari aktivitas-aktivitas produktif. Seperti membaca buku, menulis artikel, duduk di majelis ilmu mendengarkan kajian. Sebab otak sudah terbiasa dengan sesuatu yang cepat atau instan.
Mungkin scrolling berawal dari keinginan untuk searching suatu kebutuhan, tetapi begitu melihat luapan informasi, otak jadi terdistraksi pada hal lain yang lebih menarik. Begitu seterusnya. Kemudahan akses untuk memenuhi kebutuhan hidup kini beralih menjadi gaya hidup.
Kalau sudah begini, bagaimana mungkin akan lahir generasi yang kreatif dan bermanfaat bagi umat. Kecerdasan intelektual generasi, terutama generasi muda terkikis oleh sesuatu yang instan. Nyatanya, kehidupan sekuler hanya membuat manusia malas berpikir dan bergerak.
Aktivitas scrolling berlebihan juga akan melalaikan tugas dan kewajiban sebagai hamba Allah Swt. Dengan kata lain, waktu yang semestinya bisa digunakan untuk beribadah, datang ke majelis ilmu dan berkontribusi untuk umat hilang begitu saja. Teralihkan dengan aktivitas scrolling yang melenakan.
Tentu ini bukan merupakan identitas seorang muslim. Seorang muslim sejatinya tahu tujuan hidupnya bahwa ia akan ditanya tentang usianya untuk apa ia habiskan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
"Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya, dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya.” (HR Tirmidzi).
Fenomena popcorn brain tidak akan terjadi jika sistem yang mengatur kehidupan ini bukan sistem sekularisme, yang cenderung memberi panggung pada kemaksiatan. Membuat manusianya bertindak liberal dan semaunya.
Lalu, sistem yang bagaimana yang dapat membentuk manusianya menjadi manusia-manusia berkarakter Islam, cerdas IMTAK (Iman dan Takwa) dan cerdas IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).
Jawabannya tentu saja sistem yang mengatur manusia dengan hukum Allah Swt. secara keseluruhan, bukan sebagian. Sebab Al-Qur'an diturunkan Allah Swt. untuk diterapkan seluruhnya dalam kehidupan. Al-Qur'an akan menjadi solusi bagi seluruh problematika manusia.
Akan tetapi, penerapan sistem Islam hanya akan terwujud dalam bingkai negara. Negaralah yang akan mengurusi urusan rakyat dan menetapkan hukum syarak secara keseluruhan atas mereka.
Sebagai seorang hamba, setiap muslim hanya akan menjadikan akidah Islam sebagai landasan dalam perbuatannya. Ia akan memahami hakikat kehidupan ini. Hal ini yang akan membuatnya untuk terus memperbanyak amalan saleh, bukan amalan salah yang sia-sia.
Mari kita manfaatkan dunia yang singkat ini untuk hal-hal bermanfaat, yang akan menjadi wasilah kita untuk meraih pahala sebanyak-banyaknya. Tinggalkan aktivitas yang tidak bermanfaat dan melalaikan, mulai beralih pada aktivitas produktif yang bermanfaat. Wallahu 'alam bissawwab
Via
Opini
Posting Komentar