Opini
Serbuan Produk Cina Saat Tekstil Lokal Gulung Tikar
Oleh: Hani Iskandar
(Ibu Pemerhati Umat)
TanahRibathMedia.Com—Banyak pihak yang menyayangkan, mengapa masuknya barang-barang impor dari Cina (termasuk tekstil) begitu deras membanjiri pasar dalam negeri. Baik yang legal maupun ilegal (tidak sesuai SNI), tekstil Cina tersebut mampu menjatuhkan tekstil lokal karena harganya yang murah meski kualitasnya lebih rendah.
Masyarakat pun menanyakan, apakah tidak ada tindakan dari pemerintah untuk menyelamatkan para pengusaha negeri ini? Kalah bersaingnya mereka dengan produk Cina, menyebabkan usaha mereka tumbang bahkan gulung tikar. Tentu, bangkrutnya para pengusaha dalam negeri tersebut, berimbas pada penutupan pabrik dan bertambahnya PHK di kalangan pekerja.
Regulasi yang jelas dan memihak rakyat, tentunya sangat diharapkan. Sebab selama ini, pemerintah cenderung berat sebelah, lebih memihak para pengusaha asing dan aseng. Memberi aturan main yang kondusif bagi mereka, tetapi menelantarkan para pengusaha lokal Indonesia. Miris!
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai pemerintah enggan mengambil risiko besar untuk menyelamatkan industri tekstil dalam negeri. Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho, menyatakan bahwa pemerintah lebih memprioritaskan hilirisasi di bidang pertambangan dibanding mengurus industri tekstil dan pakaian jadi di Indonesia.
Padahal menurutnya, industri tekstil dan pakian jadi adalah satu dari sekian subsektor industri nonmigas yang berkontribusi besar dalam kenaikan PDB (Product Domestic Bruto). Keterpurukan industri tekstil dalam negeri semakin nyata, ketika Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat, bahwa sepanjang Januari hingga Juni 2024, telah terjadi PHK terhadap 13.800 buruh pabrik tekstil (cnnindonesia.com, 9-8-2024).
Penyebab dan Pemicu: Ekspor dan Impor
Salah satu istilah ekonomi yang sangat tidak asing lagi untuk saat ini, mengingat bahwa Indonesia memiliki hubungan perdagangan dengan luar negeri baik secara bilateral, regional, bahkan multilateral, meniscayakan adanya aktivitas ekspor dan impor secara masif dan berkelanjutan.
Terlebih ketika Indonesia memutuskan untuk turut serta menjadi bagian dari perdagangan bebas maka hal yang wajar, serbuan produk luar negeri akan sulit dihindari. Inilah yang memicu terjadinya krisis bagi para pengusaha lokal yang terpaksa bersaing dalam memproduksi dan memasarkan produknya.
Kesenjangan kemampuan dalam hal modal, marketing, alat produksi antara pengusaha lokal dan asing, ditambah regulasi pemerintah yang tidak membatasi jumlah impor barang yang masuk, menambah beban persaingan yang tidak sehat bagi pengusaha dalam negeri. Namun hal yang lebih berbahaya dan menjadi penyebab utama dari keterpurukan tekstil dalam negeri, yakni karena diterapkannya sistem sekuler kapitalis yang hanya memihak kepada para pemodal besar.
Mengapa demikian? Jawabannya, sistem sekuler yang dianut negeri ini, menyebabkan segala peraturan dalam kehidupan termasuk pengaturan ekonomi dikendalikan oleh akal manusia, dalam hal ini akal para pemimpin negeri, sehingga segala kebijakan dan undang-undang yang dihasilkan adalah hasil pemikiran yang disesuaikan dengan kehendak/kepentingan para penguasa, baik secara individu, maupun kelompok.
Selain itu, sistem kapitalis yang merupakan turunan dari sistem sekularis, membebaskan manusia membuat aturan terkait kepemilikan harta dan pengembangannya. Manusia dibebaskan untuk meraih keuntungan materi sebanyak-banyaknya dan seluas-luasnya, meskipun harus merugikan orang lain.
Persaingan bebas menjadi salah satu cirinya. Tak masalah jika perusahaan orang lain merugi bahkan bangkrut karena strategi pasar yang kita miliki karena yang terpenting adalah meraup cuan adalah tujuan tertinggi.
Bisnis dalam Islam
Bisnis atau usaha, merupakan sesuatu yang diperbolehkan dalam Islam. Bahkan ketika suatu bisnis berjalan dengan tujuan untuk memberikan nafkah terbaik kepada keluarga, atau untuk membantu orang lain dengan membuka banyak lapangan pekerjaan maka hal itu termasuk ibadah.
Islam sangat mendukung siapa pun yang hendak berbisnis, asalkan syarat dan ketentuan berbisnis yang dijalankan tetap sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya, seperti misalnya barang yang diperjual belikan bukanlah barang haram, kalau dalam hal ini tekstil maka tekstil yang dikembangkan adalah tekstil yang betul-betul bisa menunjang kehormatan dan kewibawaan bahkan identitas muslim sejati.
Tidak sekadar mengikuti tren atau budaya negara lain. Transaksi yang dilakukan pun bersih tanpa riba, serta interaksi antar pebisnis tetap jujur dan sportif. Islam juga menjadikan bisnis sebagai salah satu cara dalam pengembangan harta yang dibolehkan.
Seseorang diberikan keleluasaan dalam mengembangkan harta yang dimilikinya dengan ketentuan dan syarat yang jelas. Pertama, harta yang dikembangkan dalam bisnis, bukan termasuk harta yang merupakan kepemilikan umum maupun kepemilikan negara.
Contoh, seseorang akan dilarang dalam mengembangkan harta yang dimiliki umum seperti tambang, pulau, perairan, jalan, dan lain sebagainya. Sebab, harta kepemilikan umum terikat dengan hajat hidup orang banyak, yang jika dimonopoli oleh seseorang ataupun kelompok maka akan menyebabkan kesulitan dan kesengsaraan bagi masyarakat.
Kedua, Islam memerintahkan agar para pemimpin negara tetap memantau dan membantu jalannya bisnis dalam suatu masyarakat. Dengan mengeluarkan berbagai regulasi yang memudahkan, adil bagi seluruh pebisnis kecil maupun besar.
Membantu para pebisnis yang kekurangan modal untuk tetap berkembang dengan pemberian modal gratis atau pinjaman dengan kredit yang ringan. Selain itu juga membuat regulasi yang menjaga agar tidak terjadi persaingan bebas yang tidak sehat dan saling menjatuhkan anatar pebisnis.
Ketiga, negara menerapkan aturan dan sanksi yang tegas bagi para pelaku bisnis, baik di dalam maupun luar negeri. Dilarang bagi pebisnis melakukan kecurangan dengan memonopoli pasar, melakukan ihtikar (penimbunan), ghabn fahisy (penipuan), dan memberi hukuman yang tegas jika para pebisnis tetap melakukannya.
Negara pun akan memantau sirkulasi barang dan jasa yang keluar masuk dengan ketat dan selektif karena hanya barang dan jasa yang benar-benar dibutuhkan saja oleh rakyat yang boleh masuk dan beredar, pun dengan jumlah yang dibatasi.
Tidak akan dibiarkan barang/jasa dari luar negeri menumbangkan perekonomian para pebisnis dalam negeri dan menjadi pesaing bebas tanpa batas. Sungguh rakyat membutuhkan pemimpin yang adil dalam menyelesaikan masalah ini.
Allah berfirman, "Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan." (TQS Shad: 26).
Wallahualam bissawab.
Via
Opini
Posting Komentar