Opini
Target Pajak Membengkak, Prestasikah?
Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
TanahRibathMedia.Com—Pajak menjadi salah satu instrumen yang menjadi harapan saat ini. Bahkan digadang-gadang mampu mendongkrak perekonomian negara yang kini tengah melemah.
Target penerimaan pajak dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 diusulkan menjadi Rp 2.189,3 triliun (cnbcindonesia.com, 16-8-2024). Angka tersebut menjadi sejarah dalam target pendapatan Indonesia karena ditargetkan melampaui angka Rp 2.000 Trilyun. Terkait hal tersebut, angka pajak penghasilan (PPh) dan pajak penambahan nilai (PPN) diperkirakan mengalami kenaikan dalam RAPBN 2025, yakni PPN naik menjadi Rp 945,1 Trilyun dan PPh naik menjadi Rp 1.209,3 Trilyun. Pemerintah berharap jumlah pajak ini mampu terealisasi agar setiap program dan kebijakan negara mampu berjalan dengan baik.
Di sisi lain, jumlah utang negara saat ini tengah membengkak. Angkanya pun tidak main-main. Posisi utang negara mengalami peningkatan per akhir Juli 2024, yakni mencapai angka Rp 8.502,69 Trilyun (kontan.co.id, 18-8-2024). Namun, di tengah utang yang fantastis, negara masih mengeklaim keadaan keuangan negara masih dalam batas aman, yakni masih di bawah batas aman 60 persen PDB (Produk Domestik Bruto). Presiden Jokowi pun memaparkan bahwa rasio utang Indonesia terkategori paling rendah diantara negara-negara G20 dan ASEAN. Kemenkeu memaparkan bahwa pemerintah mengelola utang secara cermat dan terukur demi mencapai portofolio utang yang optimal.
Ekonomi ala Kapitalisme
Pembangunan dan pembiayaan negara saat ini disandarkan pada instrumen pajak dan utang. Pajak dan utang dianggap instrumen yang wajib ada demi melancarkan pembangunan dan segala bentuk aktivitas negara. Namun sayang, konsep ini ternyata membebani rakyat. Rakyat yang mestinya dilayani dan difasilitasi setiap kepentingannya, justru ditekan dengan beban pajak yang tinggi.
Di tengah mahalnya berbagai kebutuhan, pajak kian menghimpit kehidupan. Rakyat menjadi sasaran pajak yang utama. Wajar saja, di tengah kehidupan yang semakin sempit, ekonomi rakyat kian terhimpit. Beban berat terus ditanggung rakyat. Negara sama sekali tidak memiliki empati untuk meringankan beban tersebut. Justru sebaliknya, harta rakyat terus diincar demi pendapatan negara.
Sistem ekonomi ala kapitalisme menempatkan pajak dan utang sebagai komponen utama. Dan dua instrumen ini menjadi penghasilan terbesar bagi negara. Padahal jika ditelisik mendalam, sebetulnya sumberdaya alam yang melimpah yang dikelola secara amanah dan bijaksana, memiliki potensi yang luar biasa dalam memenuhi kebutuhan rakyat dan memenuhi pos-pos pendapatan negara.
Inilah paradigma sistem ekonomi kapitalisme. Segala bentuk kebijakan ditujukan untuk kepentingan dan keuntungan materi oligarki. Sementara kepentingan rakyat dilalaikan begitu saja.
Sistem ekonomi ala kapitalisme terbukti sangat lemah dan memiskinkan rakyat secara sistematis. Konsepnya merusak karena menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan utama. Sistem batil ini keliru karena membebani rakyat. Rakyat terus dibohongi dengan berbagai slogan. Sayangnya, masih juga banyak rakyat terjebak pemikiran ala kapitalisme yang merusak kepentingan umat. Kenyataannya, rakyat bayar pajak, namun kehidupan makin sulit. Karena pos pajak masuk ke kantong-kantong oligarki yang memiliki kuasa terhadap regulasi.
Negara hanya berlaku sebagai regulator yang menghubungkan kepentingan pihak pemodal dan dengan seenaknya menetapkan regulasi yang menguntungkannya. Inilah realita kapitalisme yang konsepnya destruktif. Semua kebijakan yang diterapkan hanya berorientasi pada keuntungan materi. Rakyat dimiskinkan secara sistematis. Sementara, pengusaha oligarki selalu dimenangkan dalam setiap posisi. Karena memang konsep utama ekonomi kapitalisme adalah memenangkan kelompok kapitalis daripada melayani kebutuhan rakyat yang kata mereka jelas tidak menguntungkan.
Tata Kelola Sistem Islam
Sistem Islam memiliki mekanisme dan strategi khas dalam mengatur dan menetapkan penerimaan negara. Konsep ini pun sekaligus mampu diposisikan sebagai konsep yang mensejahterakan dan menjaga kepentingan seluruh rakyat. Rakyat tidak dibebani beban berat pajak. Inilah paradigma Islam yang memposisikan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama. Negara menjadi penjaga dan pengurus rakyat yang utama.
Rasulullah saw. bersabda, "Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya" (HR Al Bukhori).
Inilah konsep yang ditetapkan sebagai bentuk ketaatan sistem pada aturan syarak. Setiap kepemimpinan pasti akan ditanya terkait pertanggungjawabannya terhadap pengurusan umat.
Terkait pemasukan negara, sistem Islam mempunyai sumber pemasukan, mulai dari pos hasil pengelolaan sumber daya alam, fa'i, ghanimah, kharaj, jizyah, dan pos-pos lainnya yang ditetapkan syarak. Semua pos ini dikumpulkan dalam satu lembaga, baitul maal. Dengan tata kelola demikian, negara yang menerapkan sistem Islam adalah negara yang kaya dan melimpah. Pengelolaan yang amanah menjadikan kepengurusan negara dan kehidupannya penuh rahmat. Inilah konsep yang diterapkan Rasulullah saw. saat mendirikan daulah Islam. Khilafah, satu-satunya institusi yang mampu menerapkan sistem Islam secara utuh dan menyeluruh. Institusi amanah yang menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan rakyat.
Menyoal pajak, Islam melarang penetapan pajak kecuali pada kondisi ekonomi yang sangat terpuruk dan baitul maal kosong. Pajak pun hanya diterapkan pada orang yang mampu secara materi. Dalam Islam, pajak hanya ditetapkan dalam rentang waktu terbatas sesuai dengan kebutuhan negara. Jika keadaan ekonomi membaik, pungutan pajak pun dihentikan.
Betapa sempurna aturan Islam dalam menetapkan pajak. Rakyat tidak dibebani beban berat yang menyengsarakan. Kekayaan negara dikelola bijaksana. Hidup sejahtera dalam tatanan sistem cerdas yang tangguh dan amanah. Wallahu a'lam bisshowwab
Via
Opini
Posting Komentar