Opini
Tumbangnya Pabrik Tekstil Indonesia di Tengah Banjirnya Produk Cina
Oleh: Novy Melinda
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Tak dimungkiri daya beli masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan baik dari bawah sampai kalangan atas sangat besar sekarang ini, dengan berbagai macam akses untuk berbelanja pun sudah beragam mulai dari belanja ke pusat perbelanjaan, pusat grosir sampai belanja melalui e-commerce secara online dengan berbagai macam barang yang ditawarkan di dalamnya.
Barang-barang yang ditawarkan sangat beragam dimulai dari pakaian jadi, bahan makanan dan makanan jadi, barang elektronik, peralatan rumah tangga, obat-obatan, alat kecantikan dan skincare, dan banyak produk lainnya yang ditawarkan.
Adapun harga yang ditawarkan sangat bervariatif, mulai harga yang ekonomis ramah di kantong (murah) hingga harga yang tinggi (mahal). Yang menjadi target pembeli masyarakat tentu harga barang yang dinilai ramah di kantong. Produk yang dipasarkan tidak hanya produk buatan dalam negeri saja akan tetapi produk dari luar negeri pun banyak dipasarkan di pusat perbelanjaan bahkan grosir dan juga secara online.
Produk-produk yang banyak diminati oleh masyarakat yaitu pakaian jadi dengan harga yang terjangkau dan bisa dibilang harganya relatif murah, kualitas bahan yang digunakan pun bisa dikatakan bagus. Akan tetapi produk-produk tersebut bukan produk dalam negeri melainkan produk yang datang dari luar negeri seperti Cina.
Banyaknya produk Cina yang masuk ke wilayah Indonesia terutama pakaian jadi dengan harga murah dan kualitas yang bagus menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk berbelanja atau membeli produk Cina tersebut.
Akan tetapi hal ini membuat miris bagi pelaku industri pakaian jadi (wearing apparels) yang ada di dalam negeri, baik industri pakaian jadi yang berskala kecil maupun berskala besar. Industri pakaian jadi yang ada di dalam negeri menjadi kurang peminat karena masyarakat lebih memilih produk dari luar karena dinilai lebih murah, tak hayal industri pakaian jadi yang ada di dalam negeri banyak yang mengalami kerugian bahkan bangkrut dan dampaknya perusahaan akhirnya harus mengurangi jumlah karyawan.
Mengutip dari laman cnnindonesia.com (9-8-2024), Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mencatat pertumbuhan industri tekstil terkontraksi minus 2,63 persen secara kuartal pada kuartal II 2024.
Sementara, secara tahunan "year over year" (YOY) pertumbuhan industri tekstil terkontraksi 0,03 persen. Kontraksi tersebut terjadi di tengah pertumbuhan ekonomi RI yang mencapai 5,05 persen year over year (YOY) pada kuartal II 2024.
Sepanjang Januari hingga Juni 2024 Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat industri tersebut telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 13.800 buruh. Fenomena ini tak lepas dari sepinya permintaan buntut dari maraknya produk impor yang berharga lebih murah.
Seolah-olah tak memperhatikan dampak yang terjadi, banjir pakaian impor dari Cina terus terjadi dan kualitas yang rendah, barang impor ilegal pun sudah mulai membanjiri Indonesia. Di Cina, negara mendukung dan memberikan subsidi pada pelaku bisnis sehingga suasana bisnisnya berkembang pesat dengan hasil produksi yang banyak.
Sementara itu industri tekstil di dalam negeri terus mengalami keterpurukan, hingga banyak perusahaan yang harus tutup dan akhirnya marak gelombang PHK. Kalau sudah seperti ini, bagaimana seharusnya negara menyikapi?
Negara seolah tak berdaya dalam mengatasi permasalahan yang terjadi, banyaknya kebangkrutan industri tekstil ini salah satu bukti bahwa negara tidak memberi perlindungan terhadap produksi tekstil dalam negeri. Hal ini merupakan ciri khas negara yang menganut sistem ekonomi kapitalisme.
Di dalam Islam, negara wajib menyiapkan sistem bisnis yang kuat dan sehat agar sama-sama mendapatkan keuntungan yang adil dan tidak ada yang dirugikan, sehingga kompetisi bisnis yang terjadi pun adalah kompetisi yang sehat.
Negara pun harus memberikan support atau dukungan dalam berbagai bentuk, mulai dari kebijakan yang kondusif agar kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh negara tidak memberatkan industri hingga pemberian bantuan modal bagi para pelaku industri termasuk memberikan perlindungan untuk industri dari gempuran produk impor yang membanjiri negara.
Allah Swt. berfirman:
ÙŠَا Ø£َÙŠُّÙ‡َا الَّØ°ِينَ آمَÙ†ُوا لا تَØ£ْÙƒُÙ„ُوا Ø£َÙ…ْÙˆَالَÙƒُÙ…ْ بَÙŠْÙ†َÙƒُÙ…ْ بِالْبَاطِÙ„ِ Ø¥ِÙ„َّا Ø£َÙ†ْ تَÙƒُونَ تِجَارَØ©ً عَÙ†ْ تَرَاضٍ Ù…ِÙ†ْÙƒُÙ…ْ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.” (QS An Nissa:4:29)
Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda:
عَÙ†ْ Ø£َÙ†َسِ بْÙ†ِ Ù…َالِÙƒٍ رَضِÙ‰َ اللهُ عَÙ†ْÙ‡ُ Ø£َÙ†َّÙ‡ُ Ù‚َالَ Ù†َÙ‡َÙ‰ رَسُÙˆْÙ„ُ اللهِ صَÙ„َّÙ‰ اللهُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ…َ عَÙ†ِ الْÙ…ُØَاقَÙ„َØ©ِ ÙˆَالْÙ…ُØ®َاضَرَØ©ِ ÙˆَالْÙ…ُلاَÙ…َسَØ©ِ ÙˆَالْÙ…ُÙ†َابَØ°َØ©ِ والْÙ…ُزَابَÙ†َØ©ِ – رواه البخارى
Dari Anas bin Malik r.a, ia berkata:
"Rasulullah saw melarang jual beli muhaqalah (yaitu; jual beli buah yang masih diatas pohonnya), dan muhadharah (jual beli buah yang belum matang/masih hijau dan belum jelas kualitasnya), jual beli raba (yaitu; jual beli dengan tidak mengetahui ukuran, jenis dan kualitas barang), jual beli lempar dan jual beli muzabanah." (HR Al Bukhari).
Dari dalil dan hadis di atas menunjukkan bahwa dalam Islam suasana persaingan bisnis perniagaan tetap sehat, semua terlindungi dalam aturan atau hukum (regulasi) yang bersumber dari Allah dan Rasul-Nya. Wallahu a'lam bisawab.
Via
Opini
Posting Komentar